Daftar Isi
Syaikh Abdusshamad al-Palimbani:
Membumikan Syariat Jihad Melawan Penjajah Melalui Literasi
Dewasa ini term jihad sering disalahpahami. Makna yang terkandung dalam kata jihad kerap direduksi dan diselewengkan oleh pihak yang kontra dengan Islam. Bahkan kalangan muslim sendiri banyak yang terpengaruh oleh pemahaman-pemahaman yang menyimpang tentang jihad yang merupakan bagian terpenting dalam syariat Islam.
Padahal jihad merupakan syariat yang memiliki kedudukan penting dan fundamen dalam Islam. Al-Quran menyebutkan kata jihad dalam bentuk kata sifat (isim) dan kata kerja (fi’il) sebanyak 41 kali dalam 19 surat. (Muhammad Chirzin, Tafsir Ayat-Ayat Jihad Sayyid Qutb dalam Zilal, (Solo: Era Intermedia, 2001), hlm.17)
Ini menunjukkan porsi pembahasan jihad yang cukup besar dalam al-Quran.
Hadits-hadits yang berkenaan tentang jihad dan keutamaannya juga diriwayatkan oleh banyak sahabat yang dicatat dalam berbagai kitab hadits. Untuk kemudian menjadi sumber dalam pembentukan pembahasan fikih jihad dalam pembahasan para ulama dalam kitab-kitab mereka.
Salah satu hadist yang menggambarkan keagungan jihad adalah hadist dari Muadz bin Jabal, bahwa Rasulullah bersabda:
رَأْسُ الأَمْرِ الإِسْلَامُ، وَعَمُودُهُ الصَّلَاةُ، وَذُرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ
“Pokok urusan adalah Islam, tiangnya adalah shalat, dan puncaknnya adalah jihad.” (HR. At-Tirmidzi, No. 2616)
Baca juga: Amar Ma’ruf Nahi Munkar: Urgensi, Dalil, Fleksibilitas Hukum, dan Konsep Dasar Praktik Penerapannya
Berdasarkan nash dari al-Quran dan sunah, jihad dalam Islam termasuk dalam pembahasan penting dan sentral yang tidak pernah absen dalam khazanah keilmuan para ulama lintas generasi dari dahulu hingga kini.
Jihad adalah syariat yang dengannya Allah memisahkan antara kebenaran dan kebatilan. Jihad dalam Islam adalah syariat yang melahirkan sikap anti kezaliman dan penghancur belenggu rantai penindasan.
Namun semenjak Barat mendominasi dalam percaturan politik dunia dan menancapkan cengkeraman kekuasannya di negeri-negeri kaum muslimin, muncul upaya-upaya untuk melunturkan dan menjauhkan umat dari jihad.
Bagi mereka, syariat jihad dianggap sebagai batu sandungan untuk memuluskan penjajahan mereka atas negeri-negeri kaum muslimin. Karena jihad melahirkan perlawanan terhadap penjajahan yang mereka lakukan. Sehingga, bagi Barat, syariat jihad ini harus direduksi penafsirannya atau bahkan dimutilasi dari pikiran masyarakat. Maka jangan heran jika ada yang mendengar istilah jihad, ia akan merespon dengan sikap negatif.
Posisi Ulama dalam Jihad Melawan Penjajah
Para ulama adalah aktor utama yang mengampanyekan jihad di tengah umat. Sebagai pewaris para Nabi, posisi ulama di tengah umat berperan sebagai kompas bagi kapal. Mereka mengarahkan umat dengan petunjuk dan ajaran Nabi shalallahu ‘alahi wa salam dan para sahabatnya.
Banyak nama ulama yang dicatat oleh sejarah sebagai motor penggerak jihad melawan musuh-musuh Islam.
Sebut saja beberapa nama ulama seperti Said bin Jubair, Abdullah bin Mubarak, Ibnu Taimiyah, Aaq Syamsuddin, Hasyim Asy’ari hingga Abdullah Azzam. Mereka adalah ulama yang terjun langsung dalam gelanggang laga melawan musuh.
Baca juga: Ulama Umat yang Diam Terhadap Kesesatan
Tidak hanya pedang mereka yang berdenting, pena dan tinta juga memainkan peran yang besar dalam menarasikan kampanye jihad kepada umat melawan musuh-musuh Islam.
Tidak ketinggalan, ulama Nusantara juga ikut berkontribusi dalam dialektika tentang jihad. Mereka turut ambil bagian dalam perbincangan, penyebaran, dan pengajaran tentang tema jihad kepada umat.
Salah satu ulama Nusantara yang pertama membahasnya secara khusus adalah Syaikh Abdusshamad al-Palimbani.
Syaikh Abdusshamad al-Palimbani, Ulama Nusantara Pembangkit Semangat Jihad Melawan Penjajah
Salah satu ulama yang punya kontribusi besar dalam kampanye jihad di Nusantara adalah Syaikh Abdusshamad al-Palimbani (1737-1832 M).
Nama lengkapnya adalah Abdusshamad bin Abdurrahman bin Abdul-Jalil al-Palimbani, ia dilahirkan di Palembang pada masa bangsa Eropa tengah bercokol di Nusantara. (Mal An Abdullah, Syaikh Abdusshamad al-Palimbani: Biografi dan Warisan Keilmuan, hlm.115-116)
Menurut catatan Syaikh Muhammad Yasin bin Isa al-Fadani, Syaikh Abdusshamad al-Palimbani menempati posisi penting dalam mata rantai sanad keilmuan para ulama Nusantara di Haramain.
Mata rantai sanad dalam bidang hadist adalah salah satu dari sekian sanad yang menghubungkan Syaikh Abdushamad al-Palimbani dengan para ulama Nusantara generasi selanjutnya.
Sebagai contoh, Syaikh Muhammad Yasin bin ‘Isa al-Fadani menyebutkan tiga silsilah sanad periwayatan kitab shahih al-Bukhari yang semuanya bermuara pada nama Syaikh Abdusshamad al-Palimbani.
Salah satu yang dituliskan adalah sebagai berikut:
“Aku meriwayatkanya (kitab Shahih Bukhari) dari al-‘Allamah KH. Baqir bin Nur al-Jugjawi al-Makki dan al-‘Allamah KH. Ahmad Baidhawi bin Abdul Aziz al-Lasemi, dan Syaikh Umar bin Hamdan al-Mahrusi Muhaddits al-Haramain asy-Syarifain, yang ketiga riwayat ini berasal dari al-Imam al-Muhaddist al-Hafidz KH. Mahfudz bin Abdullah at-Tarmasi dari ayahnya KH. Abdullah bin Abdulmannan at-Tarmasi, dari ayahnya KH. Abdulmannan bin Abdullah bin Ahmad at-Tarmasi dari al-‘Allamah Syaikh Abdusshamad bin Abdurrahman al-Aasyi yang dikenal sebagai al-Palimbani yang menetap di Makkah. (Lihat: Muhammad Yasin bin Isa al-Fadani, Al-Iqdu al-Farid min jawahir al-Asanid, (Surabaya, Dar as-Saqqaf, 1981), hlm.2)
Baca juga: Fenomena Perbedaan Fatwa di Kalangan Para Ulama Fikih
Syaikh Abdusshamad al-Palimbani adalah salah satu ulama Nusantara yang memiliki warisan keilmuan yang besar dalam khazanah keilmuwan di Nusantara Mulai dari Hadist, fikih, hingga Tasawwuf. Dengan itu ia telah mencatatkan dirinya sebagai pendidik bagi umat. (Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syaikh Abdus Samad al-Palimbani,(Jakarta: PT Bulan Bintang, 1995), hlm.22)
Syaikh Abdusshamad al-Palimbani juga ulama yang dikenal sebagai ulama tasawuf. Adapun tasawuf yang dikembangkan oleh Syaikh Abdusshamad al-Palimbani adalah tasawuf akhlaki. Yaitu tasawuf yang banyak mengambil rujukan dari Imam al-Ghazali.
Hal tersebut dapat dilihat dari cara Syaikh Abdusshamad al-Palimbani menjadikan tasawuf Imam al-Ghazali sebagai pijakan dasar dari karya-karyanya; Kitab Siar as-Salikin dan Hidayatu as-Salikin. Maka pantas al-Palimbani disebut sebagai ‘penerjemah’ tasawuf Imam al-Ghazali yang paling terkemuka di antara para ulama Melayu-Nusantara. (Mal An Abdullah, hlm. 100)
Menulis Buku: Strategi Membangun Kesadaran Umat tentang urgensi Jihad Melawan Penjajah
Syaikh Abdusshamad al-Palimbani mengampanyekan jihad melawan penjajah di Nusantara dengan metode literasi, yaitu dengan menulis kitab-kitab yang membahas jihad.
Beberapa karya yang beliau tulis fokus pada bab ini. Tujuannya, menghasung umat untuk jihad melawan penjajah kolonial yang tengah terjadi di negeri-negeri kaum muslimin, termasuk Indonesia.
Mal An Abdullah, dalam bukunya Syaikh Abdusshamad al-Palimbani: Biografi dan Warisan Keilmuan, menyebutkan ada empat judul kitab yang ditulis Syaikh Abusshamad al-Palimbani tentang jihad.
Pertama, Nasihah al-Muslimin wa Tadzkirah al-Mu’minin fi Fadhail al-jihad wa Karamat al-Mujahidin fi Sabilillah. Kitab ini ini selesai ditulis pada 25 Jumadil Awwal tetapi tahunnya tidak terbaca. Kemungkinan kisaran tahun 1775 M atau sesudahnya (1778/ 1783 M). Tulisan ini masih ada dalam bentuk manuskrip tersimpan di Perpusatakaan Nasional Jakarta, Perpustakaan Universitas Leiden Belanda, dan koleksi pribadi Kemas Andi Syarifudin. Namun, salah satu penerbit telah mencetak kitab ini pada tahun 2018.
Kedua, Nasihah al-Muslimin wa Tadzkirah li al-Mu’minin fi Fadhl al-Mujahidin fi Sabilillah wa Ahkam al-jihad fi Sabilillah Rabb al-‘Alamin. Risalah ini terdapat dalam koleksi PNM (Perpustakaan Negeri Malaysia) nomor MSS 3770. Ini adalah kitab saduran dari kitab Nasihat al-Muslimin dalam bahasa Melayu. Selesai Ditulis di Makkah pada 7 Rabiul Awwal tanpa penyebutan tahun.
Ketiga, Mulhaq fi Bayan al-Fawaid al-Nafi’ah fi al-Jihad fi Sabilillah. Risalah ini juga merupakan karya al-Palimbani tentang jihad yang berisi empat faidah yang dinukilkan dari al-Quran dan hadits.
Baca juga: Goresan Api Fitnah dalam Lembaran Sejarah Islam
Keempat, Irsyad Afdhal al-Jihad. Berisi tentang jihad atau anjuran berjihad sebagaimana karya al-Palimbani yang lain yang juga berbicara tentang jihad. (Lihat: Mal An Abdullah, Syaikh Abdusshamad al-Palimbani: Biografi dan Warisan Keilmuan, hlm. 85-86)
Empat kitab yang ditulis ini adalah warisan yang pernah ditinggalkan Syaikh Abdusshamad al-Palimbani bagi umat Islam Nusantara. Namun beribu sayang, yang berhasil dicetak dan tersebar hari ini baru satu kitab, yaitu; Nasihah al-Muslimin wa Tadzkirah al-Mu’minin fi Fadhail al-jihad wa Karamat al-Mujahidin fi Sabilillah.
Kitab Nasihah al-Muslimin, Karya Syaikh Abdusshamad al-Palimbani Inspirasi Jihad Melawan Penjajah di Nusantara
Penulisan kitab Nashihah al-Muslimin wa Tadzkirah al-Mu’minin telah menginspirasi terjadinya jihad melawan penjajah di Nusantara. Salah satunya adalah Hikayat Perang Sabil karangan Teungku Cik Pante yang dijadikan ‘nyanyian perang’ bagi rakyat Aceh untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda.
Hikayat ini banyak mengambil rujukan dari kitab Nashihah al-Muslimin wa Tadzkirah al-Mu’minin tulisan Syaikh Abdusshamad al-Palimbani. (Lihat: Zubair, Jihad dan kemerdekaan; Studi atas Naskah Nasihatul Muslimin wa Tadzkiratul Mu’minin. (Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI. 2011), hlm. 374.)
Karya Syaikh Abdusshamad al-Palimbani, Nashihah al-Muslimin wa Tadzkirah al-Mu’minin merupakan salah satu bukti bahwa al-Palimbani sebagai salah satu ulama Nusantara yang punya gagasan dan semangat perlawanan terhadap penjajahan dengan mengobarkan Jihad melawan penjajah di Nusantara. Maka tidak berlebihan jika karya ini disebut sebagai warisan terbesar bagi kaum muslimin Nusantara tentang jihad.
Baca juga: ZALLATUL ‘ALIM: Menyikapi Ketergelinciran Pendapat Ulama
Karya ini seharusnya menyadarkan umat Islam, bahwa jihad adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan dari bangsa ini. Karena jihad adalah ‘jantung’ yang telah memompa semangat kemerdekaan ke seluruh nadi putra-putri bangsa ini.
Jihad pula yang mengalirkan kemuliaan dan sikap anti penjajahan kepada putra-putri bangsa ini yang dengan lantang mengatakan,
“…Bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan…”. Wallahu A’lam (Fadjar Jaganegara/dakwah.id)