Daftar Isi
Adab olahraga? Memangnya ada? Kenapa harus mempraktikkan adab olahraga? Olahraga kan tinggal olahraga saja?
Olahraga dengan berbagai bentuk dan jenisnya termasuk hal yang sangat diminati oleh masyarakat. Di samping memang ia merupakan kebutuhan untuk menjaga kesehatan badan.
Beberapa olahraga lebih diminati dari yang lain karena popularitasnya yang sangat tinggi. Contohnya, sepakbola, basket, bela diri, dan gym.
Meskipun demikian, tidak menutup fakta bahwa kebanyakan orang hanya minat untuk menyaksikan dan menikmati pertandingan olahraga saja daripada aktif di lapangan, alias hanya sebagai suporter.
Islam sendiri sangat menganjurkan umatnya untuk berolahraga agar jasad dan fisik menjadi kuat serta sehat. Sebab Islam menuntut umatnya tidak hanya kuat secara iman atau ruhani, namun juga harus kuat secara jasmani; basthatan fil ilmi wal jismi.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلَا تَعْجَزْ
“Mukmin yang kuat lebih baik dan dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah, dan pada keduanya terdapat kebaikan. Bersungguh-sungguhlah untuk mengerjakan hal yang bermanfaat bagimu, mohonlah pertolongan pada Allah, dan jangan bersikap lemah.” (HR. Muslim no. 2664)
Setidaknya ada dua poin yang Nabi tekankan dari hadits di atas. Pertama, anjuran untuk menjadi mukmin yang kuat, dan kedua, mengusahakan sesuatu yang nantinya bermanfaat bagi dirinya.
Dalam hal ini maka olahraga masuk dalam kategori untuk mendapatkan keduanya.
Mengingat akan pentingnya olahraga yang merupakan kebutuhan bagi manusia sekaligus bernilai anjuran dalam agama, maka seyogyanya seorang muslim memperhatikan beberapa hal yang menjadikan olahraga tidak sekadar bernilai main-main atau malah menyebabkan dosa. Beberapa hal tersebut terangkum dalam adab olahraga.
Adab Olahraga dalam Islam
Apa saja adab olahraga yang harus diperhatikan oleh setiap muslim? Berikut ini rangkuman 9 adab olahraga yang tak boleh diabaikan oleh setiap muslim ketika olahraga. Apa pun bentuk olahraganya.
Pertama: Menghadirkan niat beribadah
Hukum asal dari berbagai bentuk olahraga adalah mubah atau boleh, yang ketika dilakukan tidak ada nilai pahala ataupun dosa.
Kecuali, beberapa bentuk olahraga yang secara khusus disebutkan oleh Rasulullah dalam sabdanya,
كُلُّ شَيْءٍ لَيْسَ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ فَهُوَ سَهْوٌ وَلَهْوٌ إِلَّا أَرْبَعًا: مَشْيَ الرَّجُلِ بَيْنَ الْغَرَضَيْنِ، وَتَأْدِيبَهُ فَرَسَهُ، وَتَعَلُّمَهُ السِّبَاحَةَ، وَمُلَاعَبَتَهُ أَهْلَهُ
“Setiap sesuatu selain bagian dari zikir kepada Allah adalah sia-sia dan permainan belaka, kecuali empat hal: latihan memanah, seorang lelaki yang melatih kudanya, belajar renang, dan candaan suami kepada istrinya.” (HR. Al-Baihaqi dalam Sunan al-Kubra, no. 19741)
Maka dari itu, bagian dari usaha agar olahraga yang dilakukan seorang muslim itu bisa bernilai ibadah adalah dengan meniatkannya untuk ibadah kepada Allah.
Contoh gambarannya, seseorang berniat olahraga agar badannya sehat dan dengannya ia bisa maksimal dan lama berdiri shalat.
Dalam sebuah kaidah disebutkan:
اَلْمُبَاحُ يَنْتَقِلُ بِالنِّيَّةِ إِلَى النَّدْبِ
“Perkara mubah akan berpahala sunah dengan adanya niat.” (Ibnu al-Hajj, al-Madkhal dalam Umar al-Asyqar, ar-Raqa-iq wa al-Adab wa al-Adzkar,493)
Imam an-Nawawi mengatakan kalimat senada ketika menjelaskan suatu hadits,
وَفِيهِ أَنَّ الْمُبَاحَ إِذَا قُصِدَ بِهِ وَجْهُ اللَّهِ تَعَالَى صَارَ طَاعَةً وَيُثَابُ عَلَيْهِ
“Sesungguhnya perkara yang mubah apabila diniatkan karena Allah maka menjadi amal ketaatan dan berbuah pahala.” (Imam an-Nawawi, al-Minhaj Syarh Shahih Muslim ibn al-Hijaj, 11/77)
Kedua: Menjaga waktu dan tidak meninggalkan kewajiban yang lebih penting
Adab olahraga dalam Islam kedua adalah menjaga waktu dan tidak meninggalkan kewajiban yang lebih penting.
Di antaranya, meninggalkan ibadah kepada Allah seperti shalat dikarenakan olahraga. Semisal dengan itu yaitu mencari nafkah untuk keluarga bagi seorang suami, berbakti kepada orangtua bagi seorang anak, atau belajar bagi seorang siswa.
Hal-hal tersebut di antara perkara yang tidak boleh ditinggalkan karena olahraga. Dan secara umum setiap hal yang lebih penting atau wajib daripada olahraga, maka tidak boleh ditinggalkan karenanya.
Bahkan menurut Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah, sebagaimana yang ia sebutkan dalam kitab Ighatasul Lahfan, bahwa perkara mubah dan kesibukan pada perkara yang kurang penting dengan meninggalkan perkara yang penting merupakan dua dari tujuh pintu masuk setan dalam menyesatkan manusia.
Ketiga: Tidak mendatangkan mudharat pada diri sendiri ataupun orang lain
Tujuan olahraga adalah datangnya kebaikan bagi diri manusia. Jadi, jangan sampai dalam berolahraga malah mendatangkan kemudharatan, baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Terlebih lagi sesama saudara muslim.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam bersabda,
لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ
“Tidak boleh memudharati diri sendiri dan orang lain.” (HR. Ibnu Majah no. 2341)
Sebagai contoh, melakukan pelanggaran dalam olahraga yang itu melukai orang lain seperti tackling yang salah sasaran dalam sepakbola.
Adapun pada olahraga yang memang secara aturan permainan ada bentuk melukai orang lain, seperti tinju, MMA, dan bela diri, para ulama berbeda pendapat mengenai kebolehannya.
Dalam satu pendapat, bentuk permainan yang mendatangkan bahaya seperti yang disebutkan haram hukumnya. Ini adalah pendapat Syaikh Abdul Aziz bin Baz dalam fatwanya.
Ada pula yang berpendapat hukumnya tergantung pada kemungkinan akibatnya. Jika kemungkinan akibatnya tidak selamat maka hukumnya haram. Namun, jika kemungkinan selamat maka hukumnya boleh dan halal.
Syaikh al-Bajuri dalam Hasyiyah-nya (2/770) mengatakan,
وَكُلُّ أَنْوَاعِ اللَّعِبِ الْخَطِرَةِ فَتَحْرُمُ اِنْ لَمْ تَغْلِبْ السَّلَامَةُ وَتَحِلُّ اِنْ غَلَبَتِ السَّلَامَةُ
“Semua bentuk permainan yang membahayakan maka haram jika kemungkinan tidak selamat, dan halal jika kemungkinan selamat.”
Pendapat ini juga berlaku untuk beberapa olahraga yang bersifat membahayakan, seperti panjat tebing, terjun payung, dan sepeda gunung.
Adab Olahraga Keempat: Memperhatikan busana dan penampilan
Perkara busana dan penampilan adalah perkara yang sangat disorot oleh syariat, tidak hanya saat berolahraga, namun kapan dan di mana saja terutama di luar rumah.
Beberapa aturan terkait pakaian antara lain menutup aurat, baik laki-laki maupun perempuan sesuai yang berlaku dalam syariat, pakaian yang tidak menampakkan lekuk tubuh, laki-laki tidak memakai pakaian perempuan begitu juga sebaliknya.
Artikel Fikih: Pakaian Muslimah Harus Memenuhi 8 Syarat Ini
Kelima: Tidak ada campur baur antara laki-laki dan perempuan dalam satu olahraga
Larangan ini berdasar ditakutkannya terjadi fitnah dan dosa yang lebih besar. Terlebih lagi adanya sentuhan fisik antara perempuan dan laki-laki yang bukan mahram.
Dalam sebuah hadits riwayat Abu Dawud dalam as-Sunan (No. 5272) dengan sanad dari Hamzah bin Abi Usaid al-Anshari, dari bapaknya radhiyallahu ‘anhu,
أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ وَهُوَ خَارِجٌ مِنَ الْمَسْجِدِ فَاخْتَلَطَ الرِّجَالُ مَعَ النِّسَاءِ فِي الطَّرِيقِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلنِّسَاءِ اسْتَأْخِرْنَ فَإِنَّهُ لَيْسَ لَكُنَّ أَنْ تَحْقُقْنَ الطَّرِيقَ عَلَيْكُنَّ بِحَافَّاتِ الطَّرِيقِ فَكَانَتِ الْمَرْأَةُ تَلْتَصِقُ بِالْجِدَارِ حَتَّى إِنَّ ثَوْبَهَا لَيَتَعَلَّقُ بِالْجِدَارِ مِنْ لُصُوْقِهَا بِهِ
“Bahwa dia mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda di saat beliau keluar dari masjid, sedangkan para lelaki berikhtilat (bercampur-baur) dengan para wanita di jalan, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada para wanita,‘Minggirlah kalian karena sesungguhnya kalian tidak berhak berjalan di tengah jalan. Kalian wajib berjalan di pinggir jalan.’ Maka para wanita merapat di tembok/dinding sampai bajunya terkait di tembok/dinding karena rapatnya.”
Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alusy Syeikh menerangkan,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika melarang para wanita ikhthilath di jalan karena hal itu akan menyeret kepada fitnah (kemaksiatan; kesesatan), maka bagaimana dikatakan boleh ikhthilath pada selain itu.”(Fatawa al-Mar’ah al-Muslimah, tartib: Abu Muhammad Asyraf bin Abdul Maqshud)
Keenam: Menjunjung tinggi persaudaraan, sportivitas, dan menjauhi permusuhan
Maka dalam olahraga mengenal istilah “di lapangan lawan, di luar lapangan kawan”. Karena persaudaraan antara sesama, kejujuran, dan keadilan dalam bermain lebih penting dari sekadar olahraga.
Sangat disayangkan ketika olahraga menjadi ajang mulainya permusuhan dan hilangnya nilai persaudaraan di antara sesama.
Ketujuh: Meninggalkan bentuk perjudian dalam olahraga
Dalam dunia olahraga, potensi untuk terjadi perjudian sangat besar. Apalagi bicara soal menang kalah dalam pertandingan, baik disadari maupun tidak dalam praktiknya.
Sebagai contoh, terdapat dua tim yang bertanding dengan syarat tim yang kalah membayar kepada yang menang sebagai hadiah kemenangan.
Contoh lainnya, sebuah perlombaan olahraga yang mengharuskan para peserta untuk membayar registrasi pendaftaran dan dana yang terkumpul akan dijadikan hadiah bagi pemenang lomba.
Konsultasi: Permainan Menyerupai Judi, Bagaimana Hukumnya?
Larangan berjudi jelas tidak perlu ditanyakan lagi tentang keharamannya. Jadi, olahraga jika terdapat unsur haram ini, jelas bukan mendatangkan kebaikan dan pahala, justru sebaliknya.
Kedelapan: Memahami aturan main dan tata tertib setiap olahraga
Adab olahraga selanjutnya adalah memahami aturan main dan tara tertibnya, baik olahraga individu maupun yang membutuhkan kelompok.
Hal ini dalam rangka menjaga ketertiban dan keteraturan olahraga, menjaga kenyamanan hati sesama orang yang berolahraga, serta menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti cedera dan kerugian lainnya.
Adab Olahraga Kesembilan: Merutinkan olahraga
Buah dari kebaikan akan didapatkan salah satu caranya adalah dengan melaksanakannya secara terus-menerus. Begitu pula seseorang akan mendapat hasil dari olahraga berupa kesehatan, kebugaran, kekuatan badan, jika dia merutinkannya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
اَلْخَيْرُ عَادَةٌ
“Kebaikan itu adalah sesuatu yang diulang-ulang (kebiasaan).” (HR. Ibnu Majah, no. 221. Syaikh al-Albani menilai hadits ini hasan)
Demikian beberapa adab olahraga yang perlu untuk diperhatikan. Semoga kita semua bisa mengamalkannya agar apa yang kita usahakan tidak hanya bernilai dunia, namun juga bernilai ibadah di hadapan Allah. Wallahu a’lam.(Rusydi Rasyid/dakwah.id)
Penulis: Rusydi Rasyid
Artikel Adab terbaru: