Barangkali pembaca bertanya-tanya, apa hubungan antara amal jariyah dengan logika investasi Robert Kyosaki?
The poor and the middle class work for money. The rich have money work for them. Orang miskin dan orang kelas menengah bekerja untuk uang, sementara orang kaya membuat uang bekerja untuk mereka. Kutipan kata motivasi ini berasal dari buku Rich Dad Poor Dad (hal. 22) yang ditulis oleh Robert T. Kiyosaki seorang investor, usahawan, penulis, dan motivator terkenal dari Hawaii, Amerika Serikat.
Investasi, Aset Tak Terbatas Ala Robert T. Kiyosaki
Dalam bukunya, Kiyosaki menekankan kepada siapa pun yang ingin kaya dan hidup berkecukupan agar tidak mati-matian bekerja untuk mendapatkan uang. Tapi berusaha bagaimana caranya agar uang yang bekerja untuk kita. Maksudnya, tanpa harus bekerja bersusah payah, uang tetap mengalir ke dompet kita.
Bagaimana caranya? Investasi. Dengan berinvestasi seseorang bisa memilik aset tertentu. Aset adalah segala sumber ekonomi atau nilai suatu kekayaan dalam suatu bentuk tertentu dengan harapan dapat membantu ekonomi berupa uang dan non-keuangan.
Artikel Fikih: Wanita Muslimah Bekerja di Luar Rumah, Apa Syaratnya?
Masih menurut Kiyosaki, aset adalah segala sesuatu yang dapat mendatangkan uang ke dalam kantong kita. Aset menjadi pemasukan bagi seseorang yang memilikinya. Aset bisa didapatkan dari benda-benda yang memiliki nilai jual tinggi dan biaya perawatannya murah. Karena itu, aset menjadi pemasukan bagi si pemilik aset. Inilah yang dimaksud dengan “uang bekerja untuk kita”.
Mereka yang bisa menerapkan konsep “uang bekerja untuk kita” adalah orang cerdas, karena tidak semua orang bisa berpikir seperti ini. Kebanyakan orang berpikir bahwa bekerja hanya untuk menghasilkan uang.
Mereka membanting tulang mati-matian untuk itu, dan tak pernah terpikirkan bahwa ada cara lain yang lebih sedikit mengeluarkan energi, tapi luar biasa hasilnya.
Robert Kiyosaki memang bukan seorang Muslim yang harus diteladani sisi kehidupannya. Tapi cara dia berpikir menarik untuk kita terapkan, namun pada konteks yang berbeda.
Jika Kiyosaki berpikir bagaimana cara agar uang tetap mengalir tanpa harus terus menerus bekerja. Dengan logika yang sama, seorang Muslim hendaknya berpikir, bagaimana caranya agar pahala tetap mengalir walaupun amal tersebut sudah tidak dikerjakan lagi.
Dalam Islam, konsep yang mirip dengan cara berpikir Robert Kiyosaki disebut dengan amal jariyah. Ya, amal jariyah itulah aset yang kita maksud.
Ada Amal Jariyah, Ada Dosa Jariyah
Amal jariyah secara definisi berarti perbuatan baik yang terus mendatangkan pahala bagi orang yang melakukannya, meskipun ia telah berada di alam akhirat.
Pahala dari amal perbuatan tersebut terus mengalir kepadanya, selama orang lain yang masih hidup mengikuti atau memanfaatkan hasil amal perbuatan baiknya ketika di dunia. Di sinilah kelebihan amal jariyah dari amal-amal lain yang hanya diberi balasan sekali dalam satu perbuatan.
Gambaran konkret tentang amalan jariyah ini dapat kita lihat dari hadits berikut: “Sesungguhnya di antara amal dan kebaikan seorang Muslim yang akan menemuinya setelah dia meninggal dunia di antaranya; ilmu yang diajarkan, anak saleh yang dia tinggalkan, mushaf al-Qur’an yang dia wariskan, masjid dan rumah ibnu sabil (musafir) yang dibangunnya, sungai yang dia alirkan (irigasi), dan sedekah harta yang dikeluarkannya saat sehat dan hidup. Seluruh amal dan kebaikan ini akan menemuinya setelah dia meninggal dunia.” (Sunan Ibnu Majah, 1/88)
Dalam kata lain, amal jariyah adalah sebuah tindakan yang bersifat sosial, dan fungsi sosiologisnya masih terus berlanjut meskipun pelakunya sudah meninggal dunia.
Misal; ilmu yang diajarkan kemudian memberi manfaat bagi banyak orang, anak saleh yang selalu mendoakan kedua orang tuanya, mushaf al-Quran yang terus menerus dibaca banyak orang, masjid yang dibangun dan selalu digunakan untuk beribadah di dalamnya, dan seterusnya. Selama fungsi itu masih berlaku, selama itu pulalah pahala akan terus mengalir kepada pelakunya.
Konsep ini berlaku baik terhadap amal saleh maupun sebaliknya; dosa dan maksiat. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Imam al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumiddin (2/74):
“Berbahagialah, siapa yang mati dan dosanya ikut mati bersama kematiannya. Namun celaka bagi siapa yang mati akan tetapi dosanya tetap hidup hingga seratus atau dua ratus tahun, dia disiksa dan terus dimintai pertanggungjawaban atas dosa-dosanya itu sampai hari kiamat kelak.”
Amal Jariyah, Amal Orang Cerdas
Sebuah pertanyaan melintas di benak kita, mungkin. Seberapa besar harusnya kita menaruh perhatian terhadap amal jariyah ini? Seorang Muslim yang berpikir sampai ke ujung kehidupan (kematian) pasti menganggap ini sangat penting.
Bayang-bayang kematian yang pasti dihadapi akan berbanding lurus dengan perbekalan yang dia siapkan. Gambaran rasa sesal yang mungkin dirasakan ketika berada dalam gelapnya liang kubur selalu membayang di pelupuk kedua matanya.
Itulah definisi cerdas yang sesungguhnya dalam Islam. Jika dalam kamus pada umumnya orang cerdas adalah orang yang tajam pikiran serta sempurna perkembangan amal budinya.
Dalam Islam tak hanya itu, tapi orang cerdas (al-kayyis) adalah orang yang menahan hawa nafsunya dan mempersiapkan diri untuk menyambut kematian, demikian sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah (2/1423) dan at-Tirmidzi (4/638) dalam Sunan mereka, serta Imam Ahmad dalam Musnad beliau (28/350).
Jika cerdas (dan kaya) menurut Robert Kiyosaki adalah orang yang mempunyai banyak aset atau sistem yang menghasilkan uang, sehingga tanpa bekerja terlalu keras uang mudah didapat.
Maka dalam hidup seorang Muslim yang cerdas lebih dari itu. Orang cerdas adalah orang yang punya aset amal jariyah yang dengannya jaminan pahala didapat meski raga sudah tak mampu beramal saleh lagi.
Umur dan kemampuan beramal kita sangat terbatas. Adanya amal jariyah merupakan salah satu bentuk kasih sayang Allah kepada setiap Muslim. Ia semacam investasi yang menghasilkan aset, atau sebuah sistem penghasil pahala yang sifatnya terus menerus dan berkesinambungan melampaui batas umur.
Artikel Fikih: Boleh Nggak Membayar Denda Pakai Bunga Bank?
Berbahagialah bagi jiwa yang mempersiapkannya, dalam himpitan dan gelapnya alam kubur saldo pahalanya terus menerus bertambah. Investasi amal saleh yang semasa hidup dia tanam menjadi aset berharga yang akan memberatkan timbangannya di yaumul hisab. Wallahu a’lam bisshawwab. (dakwah.id/Ashabul Yamin)
Penulis: Ashabul Yamin
Editor: Ahmad Robith
Barakalllah Ustadz Yamin