Anestesi Pasien Hingga tak Sadarkan Diri, Ke Mana Perginya Ruh Pasien Tersebut?—Ruh adalah perkara ghaib yang hanya Allah ‘azza wajalla yang memiliki pengetahuan tentangnya. Manusia tidak banyak tahu soal ruh kecuali hanya sebagian kecil yang dikabarkan Allah ‘azza wajalla melalui firman-Nya tahu melalui sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah ‘azza wajalla berfirman,
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ ۖ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: ‘Ruh itu termasuk urusan Rabb-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit’.” (QS. Al-Isra’: 85)
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah menjelaskan bahwa firman Allah ‘azza wajalla ini adalah upaya mencegah manusia agar tidak banyak tanya tentang perkara Ruh, hal mana pertanyaan itu diajukan dengan tujuan untuk menunjukkan sikap ngeyel, keras kepala, dan melemahkan.
Orang-orang akan disibukkan dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut sehingga melupakan hal-hal yang lebih penting bagi mereka.
Baca Juga: Fanatisme Golongan; Racun Ukhuwah Islamiyah Sebab Perpecahan
Padahal sudah jelas Allah ‘azza wajalla menerangkan bahwa Ruh itu adalah perkara yang ghaib dan tersembunyi yang meski dijelaskan secara detail pun manusia akan sulit percaya. Sebab memang Allah ‘azza wajalla memberi batasan-batasan pada kemampuan akal manusia.
Oleh sebab itu, Allah ‘azza wajalla memerintahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika ada yang bertanya tentang ruh untuk menjawab dengan,
الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي
“Ruh itu termasuk urusan Rabb-ku.”
Maksudnya, Ruh adalah bagian dari makhluk Allah ‘azza wajalla yang diciptakan sesuai kehendak-Nya. Banyak tanya tentang perkara Ruh tidak akan memberikan banyak manfaat. (lihat Tafsir As-Sa’di, 466)
ANESTESI DAN KEBERADAAN RUH MANUSIA
Obat bius, dalam dunia kedokteran disebut dengan istilah anestesi. Dokter memberikan anestesi kepada pasien tujuannya adalah untuk membuat pasien merasa tenang saat operasi berlangsung. Pemberian anestesi akan mengurangi atau menghilangkan nyeri yang dirasakan pasien. Anestesi juga akan membuat pasien mengantuk dan terlelap tidur, sehingga tidak menyadari operasi yang dilakukan.
Dalam dunia medis, terdapat tiga jenis anestesi; anestesi lokal, anestesi regional, dan anestesi umum.
Anestesi lokal digunakan ketika dokter melakukan operasi kecil. Anestesi lokal akan membuat area yang akan dioperasi mengalami mati rasa, namun pasien akan tetap sadar saat menjalani operasi tersebut. Anestesi ini diberikan dengan cara disuntikkan, disemprotkan, atau ada juga yang dioleskan pada area yang akan dioperasi.
Anestesi regional berfungsi untuk menghilangkan rasa nyeri di sebagian area tubuh. Bedanya dengan anestesi lokal, anestesi regional ini area yang akan mengalami mati rasa jauh lebih luas dari anestesi lokal. Misalnya sebagian area bawah pinggang.
Anestesi regional juga dibagi menjadi beberapa jenis; blok saraf perifer, epidural, dan spinal. Anestesi regional yang sering digunakan adalah anestesi epidural yang kerap digunakan saat melahirkan.
Anestesi umum adalah bentuk bius yang membuat pasien tidak sadar sama sekali. Pasien tidak akan ingat apa pun saat operasi berlangsung. Prosedur ini disebut juga dengan istilah bius total. Anestesi umum hanya diberikan dokter yang akan melakukan operasi besar pada diri pasien seperti operasi jantung terbuka, operasi otak, transplantasi jantung, dan sebagainya yang memang sangat membutuhkan ketidaksadaran pasien.
Anestesi umum biasanya diberikan dengan cara menyuntikkan obat ke dalam pembuluh darah (intravena) atau dengan menghirup gas obat (inhalasi). Anestesi ini berpotensi memberikan efek samping pada pasien dengan tingkat kesehatan tertentu. (baca selengkapnya di alodokter.com)
Baca Juga: Sebutan Al-Marhum bagi Muslim yang Telah Meninggal Apakah Boleh
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tidak semua bentuk anestesi menyebabkan seseorang tidak sadarkan diri secara keseluruhan. Ada anestesi yang masih tetap membuat seseorang sadarkan diri.
Pada anestesi yang membuat seseorang pingsan, tidak sadarkan diri, dan hilang ingatan sementara, banyak Ulama yang memaknai kondisi ini seperti halnya seseorang yang sedang tidur. Sehingga, persoalan ruh pada seseorang yang sedang pingsan sama seperti persoalan ruh saat seseorang sedang tidur.
Dalam pembahasan ini, terdapat beberapa nash dari al-Quran dan al-Hadits yang diperbincangkan oleh para Ulama.
Allah ‘azza wajalla berfirman,
اللَّهُ يَتَوَفَّى الْأَنْفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا ۖ فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَىٰ عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْأُخْرَىٰ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Allah memegang nyawa (seseorang) ketika matinya dan nyawa (seseorang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir.” (QS. Az-Zumar: 42)
Dalam ayat lain Allah ‘azza wajalla berfirman,
وَهُوَ الَّذِي يَتَوَفَّاكُمْ بِاللَّيْلِ وَيَعْلَمُ مَا جَرَحْتُمْ بِالنَّهَارِ ثُمَّ يَبْعَثُكُمْ فِيهِ لِيُقْضَىٰ أَجَلٌ مُسَمًّى ۖ ثُمَّ إِلَيْهِ مَرْجِعُكُمْ ثُمَّ يُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan Dialah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan di siang hari, kemudian Dia membangunkan kamu pada siang hari untuk disempurnakan umur(mu) yang telah ditentukan, kemudian kepada Allah lah kamu kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan.” (QS. Al-An’am: 60)
Dari Abu Qatadah radhiyallahu anhu, ia berkata,
سِرْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً فَقَالَ بَعْضُ الْقَوْمِ لَوْ عَرَّسْتَ بِنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَخَافُ أَنْ تَنَامُوا عَنْ الصَّلَاةِ قَالَ بِلَالٌ أَنَا أُوقِظُكُمْ فَاضْطَجَعُوا وَأَسْنَدَ بِلَالٌ ظَهْرَهُ إِلَى رَاحِلَتِهِ فَغَلَبَتْهُ عَيْنَاهُ فَنَامَ فَاسْتَيْقَظَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدْ طَلَعَ حَاجِبُ الشَّمْسِ فَقَالَ يَا بِلَالُ أَيْنَ مَا قُلْتَ قَالَ مَا أُلْقِيَتْ عَلَيَّ نَوْمَةٌ مِثْلُهَا قَطُّ قَالَ إِنَّ اللَّهَ قَبَضَ أَرْوَاحَكُمْ حِينَ شَاءَ وَرَدَّهَا عَلَيْكُمْ حِينَ شَاءَ يَا بِلَالُ قُمْ فَأَذِّنْ بِالنَّاسِ بِالصَّلَاةِ فَتَوَضَّأَ فَلَمَّا ارْتَفَعَتْ الشَّمْسُ وَابْيَاضَّتْ قَامَ فَصَلَّى
“Kami pernah berjalan bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pada suatu malam. Sebagian kaum lalu berkata, ‘Wahai Rasulullah, sekiranya Tuan mau istirahat sebentar bersama kami?’ Beliau menjawab, ‘Aku khawatir kalian tertidur sehingga terlewatkan shalat.’ Bilal berkata, ‘Aku akan membangunkan kalian.’ Maka mereka pun berbaring, sedangkan Bilal bersandar pada hewan tunggangannya, tapi rasa kantuknya mengalahkannya dan akhirnya ia pun tertidur. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam terbangun ternyata matahari sudah terbit, maka beliau pun bersabda: ‘Wahai Bilal, mana bukti yang kau ucapkan!’ Bilal menjawab: ‘Aku belum pernah sekalipun merasakan kantuk seperti ini sebelumnya.’ Beliau lalu bersabda: ‘Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla memegang ruh-ruh kalian sesuai kehendak-Nya dan mengembalikannya kepada kalian sekehendak-Nya pula. Wahai Bilal, berdiri dan adzanlah (umumkan) kepada orang-orang untuk shalat!’ kemudian beliau berwudhu, https://www.dakwah.id/beberapa-shalat-dengan-satu-wudhu/ ketika matahari meninggi dan tampak sinar putihnya, beliau pun berdiri melaksanakan shalat.” (HR. Al-Bukhari No. 560)
Dalam hadits lain yang masyhur disebut sebagai hadits doa bangun tidur disebutkan, dari al-Barra’ bahwa apabila bangun dari tidur, maka beliau membaca doa,
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُورُ
“Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami kembali setelah mematikan kami dan hanya kepada-Nya lah tempat kami kembali.” (HR. Muslim No. 4886)
Berdasarkan dalil-dalil ayat di atas, al-Hafidz Ibnu Rajab rahimahullah menjelaskan bahwa tidur itu termasuk sebuah kematian. Sementara hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa tidur adalah alqabdhu (tertahan). Kemudian beliau menyimpulkan bahwa jiwa yang mati itu artinya ruhnya tertahan. (Fathul Bari, 3/325)
Baca Juga: Nikah Gagal Gara-gara Weton, Aduh.. Kasihan
Beliau menjelaskan lebih lanjut, bahwa tertahannya ruh dari badan itu tidak selalunya berbentuk keterpisahan ruh dari badan secara menyeluruh. Akan tetapi, ruh manusia tertahan dan masih tetap di sana—semacam memiliki koneksi dengan tubuh—seperti halnya tidur; orang yang tertidur akan ada waktunya untuk bangun kembali.
Dengan demikian, jika memang benar kondisi anestesi atau pingsan itu sama dengan kondisi tidur, maka ruh masih terpaut dengan jasad. Namun jika kondisi pingsan itu dimaknai dengan selain itu, maka pertanyaan tentang di mana ruh ketika pasien diberi anestesi/pingsan jawabannya hanya Allah ‘azza wajalla yang tahu. Demikian penjelasan Syaikh Muhammad Shalih al-Munajjid. Wallahu a’lam. (shodiq/dakwah.id)