Daftar Isi
“Dan Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, istri Firaun, ketika dia berkata, “Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Firaun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim.” (QS. At-Tahrim: 11)
***
Ada sebuah mimpi yang membuat Firaun sangat terusik. Dalam tidurnya, ia melihat api raksasa melahap rumah-rumah penduduk Mesir. Tapi kobaran si jago merah itu tidak mencelakai Bani Israel sama sekali.
Mimpi tersebut kemudian ditakwil oleh para tukang sihir dan peramal Firaun. “Kelak”, kata mereka, “Akan ada seorang anak lelaki dari kalangan Bani Israel yang akan menghancurkan penduduk Mesir dengan kedua tangannya.”
Kegelisahan atas mimpi buruk itu, kini menjelma menjadi sebuah kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan. Ditambah lagi, populasi Bani Israel semakin meningkat; menyebar luas ke seluruh Mesir.
Firaun merasa stabilitas “ketuhanan”-nya sedang terancam. Seakan kehilangan akal sehatnya, ia kemudian membuat kebijakan yang sangat tidak manusiawi: memerintahkan para algojo istana untuk menjagal setiap bayi laki-laki yang lahir dari keluarga Bani Israel dan membiarkan hidup anak perempuan mereka.
Yukabad, seorang ibu yang rumahnya tidak jauh dari istana, melahirkan bayi laki-laki. Tentu saja ia risau akan nasib bayinya yang sangat ia sayangi. Dalam keadaan kalut itu, Yukabad mendapat ilham dari Allah melalui mimpi bagaimana menyelamatkan anaknya dari incaran pasukan Firaun.
“Susuilah dia, dan apabila engkau khawatir terhadapnya, maka hanyutkanlah ia ke sungai Nil. Dan janganlah engkau merasa takut. Kami akan mengembalikannya kepadamu dan menjadikannya salah seorang rasul.” (QS. Al-Qashash: 7)
Yukabad merasa takut anaknya akan tenggelam ke dasar sungai.
Maka Allah memberinya petunjuk, “Letakkanlah dia di dalam peti. Kemudian, hanyutkanlah ia di sungai. Maka biarlah arus sungai itu membawanya ke tepi. Dia akan diambil oleh Firaun; musuhku dan musuhnya…” (QS. Thaha: 39)
Ya, bayi yang dimaksud dalam kisah ini adalah Nabi Musa ‘alaihissalam.
Bayi Mungil Masuk Istana
Setelah menghanyutkan anaknya di sungai, Yukabad dibisiki oleh Setan. Bisikan itu membuatnya merasa menyesal. Ia sempat beranggapan bahwa jika anaknya disembelih tentara Firaun lalu ia bisa mengkafaninya sendiri, tentu itu jauh lebih baik daripada dilemparkan ke sungai kemudian dimakan ikan-ikan yang kelaparan. Maka Allah menenangkan hatinya dan memastikan keselamatan anaknya.
“Dan hati ibu Musa menjadi kosong. Sungguh, hampir saja dia menyatakannya (rahasia tentang Musa), seandainya tidak Kami teguhkan hatinya agar dia termasuk orang-orang yang beriman (kepada janji Allah).” (QS. Al-Qashash: 10)
Sebagaimana terkisah dalam al-Quran, Yukabad kemudian memerintahkan anaknya, kakak perempuan Musa, untuk mengawasi dan mengikuti peti tersebut dari pinggir sungai,
“…Ikutilah dia! Maka, kelihatan olehnya Musa dari jauh, sedangkan mereka (mata-mata Firaun) tidak mengetahuinya.” (QS. Al-Qashash: 11)
Kini, hati Yukabad merasa tenang dan tentram.
Tepat di depan istana Firaun, terdapat anak tangga yang terbuat dari marmer. Firaun dan penghuni istana lainnya kerap menggunakan tangga itu untuk naik turun ke sungai Nil.
Pada suatu hari, Asiyah istri Firaun sedang berada di dekat tangga tersebut. Tiba-tiba, ia melihat sebuah peti yang diarak oleh gelombang air sungai. Peti itu berhenti di sana. Maka, Asiyah pun mengambilnya.
Alangkah terkejutnya ia. Di dalam peti itu terdapat bayi laki-laki yang sangat menggemaskan. Wajahnya bersih dan bercahaya. Asiyah pun langsung jatuh hati dibuatnya.
Para pejabat Firaun berusaha keras hendak membunuh anak yang dibawa oleh Asiyah. Namun Asiyah pasang badan. Ia mendekap erat tubuh Musa seraya berkata, “Dialah penyejuk mata bagiku dan bagimu. Janganlah engkau membunuhnya. Mudah-mudahan dia bermanfaat bagi kita atau kita ambil dia sebagai anak.” (QS. Al-Qashash: 9)
Sungguh di luar dugaan. Kata-kata Asiyah itu berhasil meluluhkan Firaun.
Setelah selamat dari makar Firaun, Asiyah meminta para pelayan untuk mencari wanita yang akan menyusui Musa. Sudah sekian lama bayi mungil itu mengisap jari jemarinya karena kehausan dan kelaparan.
Maka para wanita di Mesir berduyun-duyun mendatangi istana untuk menawarkan diri. Namun, tak satupun dari mereka diterima oleh sang bayi. Diam-diam, kakak perempuan Musa yang sejak awal mengikuti jejak adiknya tanpa sepengetahuan orang-orang, menawarkan diri kepada Asiyah untuk mencarikan wanita yang akan menyusui dan merawat sang bayi. Allah abadikan episode ini dalam firman-Nya surat Al-Qashash: 12-13.
Para sejarawan mengatakan bahwa kakak perempuan Musa bernama Maryam. Maryam kembali kepada ibunya untuk menceritakan kondisi sang adik. Yukabad kemudian berangkat menuju istana.
Sesampainya di istana, ia langsung menyusui Musa. Seakan-akan, ia sudah lama menanti kedatangan sang ibu.
Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir menyebutkan bahwa Maryam sempat ditangkap lalu diinterogasi oleh tentara Firaun. Ia dicecar pertanyaan, kenapa ia mengajukan Yukabad yang langsung diterima oleh sang bayi.
Maryam menjawab dengan baik, berdiplomasi bahwa dirinya hanya merasa kasian dan ingin membahagiakan keluarga kerajaan. Jawaban cerdas itu menyelematkannya. Ia pun dibebaskan.
Dalam hal menyusui, Asiyah istri Firaun memberi kelonggaran kepada Yukabad untuk membawa anaknya pulang ke rumah. Namun, mereka sepakat jika Asiyah sedang merindukan sang bayi, ia akan menyuruh pelayannya menjemput anak itu atau Yukabad sendiri yang mengantarkannya ke istana. Setelah berlalu dua tahun masa menyusui, sang bayi dikembalikan ke orang tua angkatnya. Asiyah merawat anak itu di dalam istana yang megah. Ia sendiri yang memberinya nama “Moses.” Kata “mo” dalam bahasa Mesir kuno, berarti air dan kata “ses” berarti pohon.
Musa vs Firaun
Meski dibiarkan tinggal di istana, bukan berarti Firaun mencintai Musa. Penguasa yang kejam itu, selalu menatap Musa dengan penuh kebencian, bahkan sesekali menyakiti Musa secara fisik dan berharap bisa menjagalnya. Tapi Asiyah selalu ada di sisi Musa setiap kali Firaun berniat membunuhnya.
Dikisahkan bahwa suatu ketika, Musa pernah mengusili Firaun dengan mencabuti janggutnya di saat ia tidur. Begitu tersadar, Raja Mesir yang angkuh itu marah bukan kepalang.
Asiyah mencoba menenangkan suaminya dan berkata bahwa Musa masih anak-anak, belum mengerti apa yang ia lakukan. Asiyah menyiasatinya dengan menyuruh pelayan membawakan buah dan bara api untuk disodorkan kepada Musa. Lalu Musa memilih bara api dan hendak menelannya. Hal itu dilakukan untuk mengecoh Firaun.
Salah seorang sejarawan bernama Abdussalam, menyebutkan bahwa Musa sempat mempelajari beberapa ilmi: teologi, sastra, dan olahraga. Asiyah yang menyekolahkannya.
Namun, Musa tidak tertarik pada ritus-ritus dan ilmu agama. Ia tetap berpegang pada ajaran Nabi Ibrahim dan enggan menyembah tuhan-tuhan orang Mesir seperti kucing, sapi, dan matahari.
Ternyata Asiyah istri Firaun sepakat dengan Musa dalam hal ini. Ia pun merasa bangga melihat perkembangan putra angkatnya yang sudah mulai tertarik memerhatikan pola kehidupan masyarakat Mesir.
Waktu terus bergulir. Musa tumbuh menjadi pemuda yang tampan dan tangguh. Namun, sayangnya, justru ketika ia beranjak dewasa, Asiyah harus berpisah dengan Musa.
Anak angkatnya itu, demi membela kaumnya, terlibat dalam sebuah perkelahian dan tanpa sengaja membunuh lawannya dengan sekali pukul. Fatalnya, yang menjadi korban adalah warga Mesir asli.
Materi Khutbah Jumat: Pilih Bersama Musa, atau Bersama Firaun?
Musa menyesal lalu bertaubat. Tapi kabar itu sampai ke telinga Firaun. Maka demi meloloskan diri dari kejaran Firaun dan para pembantunya, Musa pergi ke arah Madyan. Di sana ia menyambung hidup; bekerja, berkeluarga, dan menetap selama beberapa tahun, sesuai dengan kesepakatan yang ia buat dengan mertuanya.
Setelah sekian lama tinggal di Madyan, Musa mulai merindukan Mesir. Ia pun berpamitan kepada bapak mertua untuk kembali ke tempat kelahirannya.
Dalam perjalanan menuju Mesir, Musa mendapatkan wahyu dari Allah. Ia diangkat menjadi Rasul. Tersadarlah ia bahwa perjalanannya akan sangat berat untuk dilalui. Maka Nabi Musa mengirim kembali anak dan istrinya ke Madyan demi keselamatan mereka. Sementara itu, di Mesir, Asiyah sudah semakin menua. Kerinduannya pada Musa semakin menggelora. Sehingga ketika Musa telah datang kembali, hatinya berbunga-bunga dipenuhi rasa gembira.
Asiyah Menjemput Syahid
Perlahan tapi pasti, Nabi Musa mulai mendakwahkan ajarannya. Asiyah beriman kepadanya dengan sepenuh keyakinan. Karena memang selama ini, ia benar-benar menyadari bahwa klaim Firaun yang mengaku dirinya tuhan, hanyalah bualan belaka.
Beberapa orang di lingkungan kerajaan juga menigimani ajaran Nabi Musa meski secara diam-diam. Akal sehat mereka terpulihkan begitu melihat mukjizat sang nabi yang mengalahkan tukang sihir Firaun.
Selain beberapa faktor di atas, Asiyah istri Firaun ini memiliki alasan tersendiri yang dapat memperteguh keimanannya. Ada sebuah kejadian yang sangat berkesan baginya. Yakni, karamah Masyithah; pelayan istana yang tugasnya menyisir rambut putri Firaun. Dalam sebuah hadits disebutkan, bau harum Masyithah, tercium oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallama saat Allah meng-isra’-kan beliau.
Masyithah mengalami penyiksaan yang sangat pedih karena tidak mengakui ketuhanan Firaun. Ia hanya beriman kepada Allah dan rasul-Nya. Sebagai bentuk hukuman, Firaun membunuh satu per satu anak Masyithah tepat di hadapannya.
Begitu anak pertama wafat, ruh anak itu berkata kepada ibunya “Berbahagialah ibu. Engkau telah mendapat pahala…”
Begitu juga dengan ruh dari anak keduanya; bisa berbicara setelah dicabut. Saat ruh itu berbisik kepada sang ibu agar tetap bersabar, Asiyah juga dapat mendengarnya.
Terakhir, ketika ruh pembantunya itu juga dicabut, ia diperlihatkan kedudukan istimewa yang Allah sediakan untuk Masyithah. Keajaiban itulah yang memperteguh keimanan Asiyah.
Kini hatinya semakin mantap; siap menerima segala resiko buruk yang menanti. Tepat di hadapan sang suami, Asiyah menyatakan keimanannya secara terang-terangan.
Firaun pun kalap. Darahnya mendidih. Amarahnya meledak. Betapa tidak, permasiuri yang paling ia cintai, justru mengikuti ajaran musuhnya.
Tubuh Asiyah diikat di tiang istana. Ia harus menerima perihnya sayatan cambuk dengan cemeti setip hari. Meskipun Firaun berusaha sekuat tenaga menggoyahkan hati istrinya, Asiyah justru semakin sabar dan tegar menahan pedih.
Sebab, menurut riwayat dari Ibnu Jarir ath-Thabari, setiap kali Asiyah dijemur di bawah terik matahari, para malaikat datang menaunginya dengan membentangkan sayap-sayap mereka.
Kedurjanaan thagut Mesir itu semakin menjadi-jadi melihat kesabaran Asiyah. Ibnu Katsir mengisahkan, Firaun menyuruh para bawahannya untuk mencari batu paling besar. Jika Asiyah mencabut kembali perkataannya, maka ia selamat dari siksaan dan tetap menjadi istri Firaun. Sebaliknya, Asiyah akan dirajam hingga tewas dengan batu besar tersebut, jika tetap mempertahankan imannya. Dan pilihan inilah yang diambil Asiyah.
Baca juga: Meniti Jalan Perjuangan: Jangan Sedih, Allah Bersamamu
Perjalanannya di dunia, sudah mendekati garis finish. Sebentar lagi, ia akan beristirahat dengan tenang. Meski terlihat mengenaskan saat meninggal, disiksa sedemikian rupa, sejatinya, Asiyah menikmati semua tragedi yang ia alami.
Sesaat sebelum ruhnya dicabut, langit terlihat cerah. Asiyah menyapukan pandangnya ke atas sana. Ia berakhir persis seperti Masyithah. Sekarang, tibalah gilirannya untuk menjadi korban keganasan Firaun. Asiyah beranjak menyusul pembantunya itu. Sebelum memejamkan mata untuk selama-lamanya, ia diperlihatkan istananya di Surga. Asiyah istri Firaun ini pun wafat dalam keadaan tersenyum.
Epilog: Hikmah dan Faidah
Ada beberapa hikmah dan faidah yang sangat menarik dari sosok Asiyah.
Pertama, ia menjadi teladan yang Allah berikan, khususnya bagi istri-istri nabi, dan umumnya untuk seluruh muslimah. Ini satu hal yang sangat istimewa. Lihatlah bagaimana ia rela menukar dunia dan jiwanya, berani menentang kebatilan, demi mendapat ridha Allah Ta’ala.
Kedua, Asiyah tidak mudah terpengaruh oleh kebatilan, kendati hidupnya berada di lingkungan yang membahayakan keimanan.
Ketiga, kedudukan Asiyah sejajar dengan putri ‘Imran, ibunda Nabi Isa ‘alahissalaam, yaitu Maryam, perempuan suci penjaga Baitul Maqdis. Dan nama itu terinspirasi dari nama saudari nabi Musa. Sebab Bani Israel terbiasa menamai anak mereka dengan nama orang-orang saleh terdahulu.
Keempat, Asiyah adalah bidadari dunia akhirat. Di dua alam ini, ia tinggal di dalam istana. Tapi tentu saja, istananya di akhirat jauh lebih indah dan mewah.
Kelima, sebagai tambahan informasi, ada sekurang-kurangnya tujuh hadits yang mengabarkan bahwa Allah akan menikahkan Asiyah dengan Nabi Muhammad di surga. Sayangnya, meskipun tercantum dalam kitab-kitab tafsir dan tarikh yang muktabar, setelah diteliti, semua riwayat itu bermasalah: ada yang status kedha’ifannya sangat parah, munkar, dan bahkan maudhu’.
Namun hal ini tidak mengurangi keistimewaan Asiyah yang kisahnya diabadikan dalam Al-Quran; kitab suci umat Islam yang selalu dibaca berulang-ulang, di seluruh penjuru bumi. Allahu a’lam bish shawab. Wa rahimahallahu rahmatan wasi’atan. (Muhammad Faishal Fadhli/dakwah.id)
Referensi:
Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran Al-‘Adzhim, Mu’assasah Qurthubah Lith Thab’ wan Nasyr wat Tauzi’, 1421 H/2000 M. vol. 3
Ibnul Qayyim, Bada’iut Tafsir, Arab Saudi: Dar Ibnul Jauzi, jil. 3, 1427 H.
Wahbah Az-Zuhaili, At-Tafsir Al-Munir fi Al-Aqidah wa Asy-Syari’ah wa Al-Minhaj, Darul Fikr, Damaskus, cet. Ke-10. 2009, vol. 2.
Akram Ridha, Al-Kamilat Al-Arba’ah wa Afdhal An-Nisa’, Muassasah Iqra.
Mushtafa Murad, Nisa’ Ahlil Jannah, Kairo: Darul Fajr lit Turats. 2005
Fuad Abdurrahman, Bidadari Stories, Jakarta: Zahira, cet. 1. 2015
Baca juga artikel tentang Tadabur atau artikel menarik lainnya karya Muhammad Faishal Fadhli.
Artikel berikutnya:
Maryam, Perempuan Suci Penjaga Baitul Maqdis
Assalamualaikum wr wb