Pertanyaan
Ustadz, beberapa waktu yang lalu kami dikagetkan dengan berita haramnya mengonsumsi buah dan biji Pala yang umumnya dijadikan bumbu dalam masakan sop, gulai, dan lain sebagainya. Katanya, keduanya memabukkan. Benarkah kabar yang saya dengar tersebut?
(Sayyidah—Boyolali)
Jawaban
Buah pala yang dalam bahasa Arab disebut dengan jauzah ath-thayyib dan dalam bahwa Inggris disebut dengan nutmeg, memiliki nama latin myristica fragrans. Buah pala, khususnya bijinya sudah dikenal sebagai bumbu sejak abad ke-7 masehi. Oleh karena itu, pembahasan halal-haram biji pala dapat kita jumpai dalam banyak kitab fikih.
Kebanyakan ahli fikih seperti Ibnu Hajar al-Haitami, Ibnu al-‘Imad, Ibnu Daqiq al-‘Id, dan para ahli fikih yang lain dari kalangan madzhab Maliki, Syafi’i, dan Hambali berpendapat bahwa hukum mengonsumsi biji pala adalah haram. Sebab, ia berefek narkotik seperti opium dan bahan-bahan lain sejenis. Zat yang ditengarai membawa efek narkotik adalah myristicin. Menurut penelitian, jika seseorang diberi myristicin sebanyak 400 mg atau setara dengan 1,5 biji pala, ia akan mulai berhalusinasi dan merasakan efek narkotik. Jika sudah berefek demikian, tidak ada yang meragukan keharamannya.
Adapun jika biji pala digunakan sebagai bumbu penyedap bukan dikonsumsi langsung, Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili berkata, “Tidak terlarang menggunakan sedikit pala sebagai bumbu penyedap baik pada makanan, kue, dan sejenisnya. Namun, menjadi terlarang (haram) bila banyak jumlahnya.”
Untuk daging buah pala yang umumnya dibuat manisan, kandungan myristicin-nya lebih sedikit lagi. Untuk mendapatkan 400 mg myristicin seseorang harus mengonsumsi 2 hingga 6 kg manisan buah pala. Kiranya, tidak ada yang sanggup memakannya dalam satu waktu. Sebelum terkena efek narkotik, seseorang akan kekenyangan terlebih dahulu.
Perlu dicatat bahwa myristicin juga ditemukan pada sayur-sayuran dan bumbu dapur seperti wortel, seledri, adas, dan ketumbar. Namun, karena kadarnya yang sedikit, tidak ada ulama yang mengharamkannya. Wallahu a’lam. (Diadaptasi dari Majalah Hujjah/dakwah.id)
Dijawab oleh KH. Imtihan asy-Syafi’i
Artikel Konsultasi Sebelumnya: