Pada serial sebelumnya, dakwah.id telah mengupas Tempat Buang Hajat Tidak Boleh Sembarangan. Kali ini, pembahasan serial Ngaji Fikih selanjutnya adalah Cara Mandi dan Tayamum Jika Tubuh Terluka Parah.
Untuk membaca serial Ngaji Fikih secara lengkap, silakan klik tautan berikut:
Kulit tubuh yang terluka kerap menjadi ‘masalah’ saat seseorang harus berthaharah dengan air, misalnya saat akan mandi atau wudhu.
Beberapa jenis luka pada kulit ada yang benar-benar tidak boleh tersentuh air, tujuannya untuk mempercepat proses penyembuhan.
Padahal, setiap hari seorang muslim harus mendirikan shalat, dia harus berwudhu atau mandi (untuk hadats besar), karena shalat harus tetap didirikan sekalipun seseorang sedang terbaring sakit.
Sehingga muncul sebuah pertanyaan: bagaimana cara mandi dan tayamum jika tubuh terluka parah?
Untuk menambah wawasan ilmu kita, persoalan ini dibahas dalam pembahasan fikih; yaitu dalam bab wudhu, atau bab tayamum, atau bab mengusap khuf. Misalnya dalam kitab al-Bayan wa at-Ta’rif, syarah kitab Mukhtashar al-Lathif, masalah ini disebutkan dalam bab tayamum. Kata kuncinya adalah al-jabirah atau al-ishabah.
Apa itu Jabirah? Jabirah atau al-jabirah adalah perban atau lainnya yang diikatkan pada bagian tubuh yang tulangnya patah, untuk mengekang posisi tulang sehingga posisi tulang tidak bergeser, atau disebut juga dengan gips.
Sedangkan al-Ishabah adalah kain pembalut luka (perban) yang digunakan untuk menutupi luka agar tidak terkena kotoran.
Baca juga: Mengganti Mandi Janabah dengan Tayamum Karena Air
Setidaknya ada dua jenis atau keadaan yang berkaitan dengan luka pada kulit.
Pertama, luka kulit yang perlu digips atau diperban; misalnya karena patah tulang.
Kedua, luka kulit yang tidak perlu digips dan tidak perlu diperban, atau dibiarkan terbuka begitu saja.
Cara Mandi dan Tayamum Bagi Orang yang Memiliki Luka
Langkah-langkah yang bisa Anda lakukan pada jenis luka pertama adalah:
- Mencuci luka dan anggota tubuh yang ada di sekitarnya sebelum dipasangi gips atau perban, pastikan kesuciaannya.
- Jika tidak dapat dicuci atau diusap dengan air, boleh menggantinya dengan ditayamumi; yaitu jika bagian yang terluka adalah anggota tayamum.
- Menempelkan gips atau perban sesuai dengan kebutuhan saja, tidak boleh berlebih-lebihan.
- Jika hendak mandi atau berwudhu sementara perban telah dipasang, maka cukup mengusap bagian yang digips atau diperban.
Anda tidak perlu membuka gips atau perban, kecuali jika Anda dalam kondisi “darurat najis”, yaitu kondisi yang mengharuskan Anda untuk mengganti gips dan perban baru.
Adapun langkah-langkah bisa Anda lakukan untuk jenis luka kedua adalah:
- Jika luka boleh terkena air, maka cara mandi atau berwudhunya adalah seperti biasa.
- Jika luka tidak boleh terkena air oleh sebab akan memperparah keadaan, maka Anda mencuci bagian yang tidak terluka dengan air dan bertayamum pada bagian yang tidak boleh terkena air; jika bagian tubuh tersebut termasuk anggota tayamum, yaitu kedua tangan dan wajah.
- Wajib mengulangi tayamum pada bagian yang luka setiap ingin mendirikan shalat fardhu, sekalipun belum berhadats.
- Apabila berhadats maka harus mengulanginya dari tahap pertama melakukan thaharah.
Dalil Tayamum pada Luka dan Mengusap Pembalut Luka
Dasar dari bertayamum pada luka yang tidak boleh terkena air dan mengusap gips atau perban dengan air adalah hadits yang dibawakan oleh Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu, dia menceritakan,
“Kami keluar dalam sebuah perjalanan, seorang di antara kami tertimpa batu sehingga ia mengalami luka kepalanya. Lalu orang tersebut mimpi basah, kemudian bertanya kepada para sahabatnya,
‘Menurut kalian, apakah aku mendapat rukhshah untuk bertayamum?’
Orang-orang berkata,
‘Menurut kami, engkau tidak mendapat rukhshah. Engkau memiliki air, maka mandilah.’
Lalu laki-laki itu mati (setelah mandi). Begitu kami sampai kepada Nabi, kami menceritakan peristiwa itu.
Nabi shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda,
قَتَلُوْهُ قَتَلَهُمُ اللهُ، أَلاَّ سَأَلُوْا إِذَا لَمْ يَعْلَمُوْا؟ فَإِنَّمَا شِفَاءُ العَيِّ السُّؤَالُ، إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيْهِ أَنْ يَتَيَمَّمَ وَيَعْصِرَ عَلَى جَرْحِهِ خِرْقَةً، ثُمَّ يَمْسَحُ عَلَيْهَا، وَيَغْسِلُ سَائِرَ جَسَدِهِ
‘Mereka telah membunuhnya, Allah membunuh mereka. Kenapa mereka tidak bertanya jika tidak tahu? Obat bingung (dalam sebuah persoalan) adalah bertanya.
Dia cukup bertayamum,memeras–atau membalut, perawi yang bernama Musa ragu—lukanya dengan kain, mengusap pembalut lukanya, dan mencuci seluruh anggota tubuhnya (yang lain).’” (HR. Abu Dawud no. 336)
Masa pengusapan atau masa tayamum dalam kondisi ini tidak berbatas waktu. Maknanya, boleh terus dilakukan selama masih dibutuhkan untuk kondisi darurat. Dengan begitu, jika sudah sembuh—atau telah hilang illat hukumnya, maka kembali pada hukum asalnya.
Wallahu a’lam. (Arif Hidayat/dakwah.id)
Daftar Pustaka:
- Al-Bayan Wa at-ta’rif bi Ma’ani Masa’ili wa Ahkam al-Mukhtashar al-Lathif, Syaikh Ahmad Yunus An-Nishf, hal. 137—139, cet. 2/2014 M, Dar adh-Dhiya’ Kuwait.
- Al-Bayan fi al-Mazhab al-Imam asy-Syafii, Abu al-Husain Yahya, cet. 1/2000 M, Dar al-Minhaj; Maktabah Syamila.
- Al-Fiqhu al-Manhaji ‘ala Mazhabi asy-Syafii, DR. Mushtafa al-Khan dkk, 1/67—68, cet. 4/1992 M, Dar al-Qalam Damaskus; Makatabah Syamila.
Baca juga artikel Serial Ngaji Fikih atau artikel menarik lainnya karya Arif Hidayat.
Penulis: Arif Hidayat
Editor: Ahmad Robith
Artikel Ngaji Fikih Terbaru: