Daftar Isi
Banyak yang putus asa ketika berdoa. Tersebab doa yang ia panjatkan tidak kunjung dikabulkan. Akhirnya muncul keraguan, sebenarnya, doa mustajab itu ada nggak, sih?
Nah, berikut ini tulisan sederhana yang menjelaskan seluk-beluk doa mustajab. Semoga mencerahkan.
Apa yang Dimaksud dengan Doa Mustajab?
Cara mengetahui arti doa mustajab dalam Islam adalah dengan merujuk kepada bahasa aslinya, yaitu bahasa Arab.
Istilah doa mustajab yang biasa kita dengar, dalam bahasa Arab disebut dengan ad-Du’a al-Mustajab, atau al-Ad’iyyah al-Mustajabah.
Pengertian doa secara bahasa adalah menyeru, memanggil, atau meminta.
Sedangkan pengertian doa secara istilah adalah sebagaimana disebutkan oleh al-Khathabi,
اسْتِدْعَاءُ الْعَبْدِ مِنْ رَبِّهِ الْعِنَايَةَ وَاسْتِمْدَادُهُ إِيَّاهُ الْمَعُونَةَ
“Permintaan seorang hamba kepada Rabbnya agar mendapatkan bantuan dan pertolongan.” (Sya’nu ad-Du’a, Al-Khathabi, 4)
Menurut al-Khathabi, hakikat doa adalah mengekspresikan kefakiran diri di hadapan Allah dan menundukkan diri terhadap daya dan kekuatan milik-Nya. Doa adalah puncak penghambaan dan ekspresi kehinaan insani, mencakup pula makna pujian kepada Allah dan menyandarkan kedermawanan dan kemurahan hati hanya kepada-Nya.” (Sya’nu ad-Du’a, Al-Khathabi, 4)
Sedangkan istilah mustajab adalah isim maf’ul dari kata istajaaba. Artinya, dijawab, diterima, atau dikabulkan.
Berbeda jika merujuk kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia. Dalam kamus ini, mustajab artinya dapat dengan mudah (lekas) menyembuhkan; manjur; mujarab.
Jadi, sederhananya pengertian doa mustajab adalah doa yang terkabul.
ORDER BUKU HISNUL MUSLIM SEKARANG
7 Hadits tentang Doa Mustajab
Ada beberapa hadits tentang doa mustajab.
Pertama, hadits Abu Said al-Khudhri.
Dari sahabat Abu Sa’id al-Khudhri radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ، وَلاَ قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ: إِمَّا أَنْ يُعَجِّلَ لَهُ دَعْوَتَهُ، وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِي الآخِرَةِ، وَإِمَّا أَنْ يَكُفَّ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ بِمِثْلِهَا، قَالُوا: إِذًا نُكْثِرُ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: اللَّهُ أَكْثَرُ.
“Tidaklah seorang muslim yang berdoa, selama tidak berdoa dengan (bertujuan) dosa dan (ingin) merusak hubungan saudaranya, kecuali Allah mengabulkan dengan disegerakan dikabulkan (sesuai permintaannya), atau Allah simpan kebaikan itu dan diberikannya di akhirat atau Allah ganti dengan menghindarkan keburukan yang sebanding dengan doanya. Sahabat bertanya, ‘Bagaimana kalau kita memperbanyak doa?’ Nabi menjawab, ‘Allah akan lebih banyak mengabulkan’. (HR. Ahmad, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih al-Adab al-Mufrad Li al-Imam al-Bukhari, 1/258)
Kedua, hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَنْصُبُ وَجْهَهُ لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فِي مَسْأَلَةٍ إِلاَّ أَعْطَاهَا إِيَّاه، إِمَّا أَنْ يُعَجِّلَهَا لَهُ، وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ.
“Tidaklah seorang muslim meminta suatu permintaan kepada Allah ta’ala kecuali akan Allah kabulkan permintaan itu baik dikabulkan segera atau Allah simpan kebaikan itu dan diberikannya di akhirat.” (HR. Ahmad dalam Musnad-nya, dan dishahihkan oleh Al-Albani)
Ketiga, hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِشَيْءٍ إِلاَّ اسْتَجَابَ اللَّهُ لَهُ، فَإِمَّا أَنْ يُعْطِيَهُ إِيَّاهُ، وَإِمَّا أَنْ يُكَفِّرَ عَنْهُ مَأْثَمًا مَا لَمْ يَدْعُ بِإِثْمٍ، أَوْ قَطِيعَةِ رَحِمٍ
“Tidaklah seorang muslim berdo’a sesuatu kecuali Allah kabulkan, baik akan Allah berikan itu secara langsung atau diganti dengan dihapuskannya dosa yang pernah ia dilakukan, selama tidak berdo’a dengan (perbuatan) dosa atau (perbuatan) yang merusak hubungan saudaranya.” (Muttafaqun ‘alaihi. Lihat Ithaafu al-Khairah al-Mihrah bi zawaid al-Masanid al-‘Asyrah, Ahmad bin Abu Bakr bin Ismail al-Bushairi, 6/441)
Materi Khutbah Jumat: Waspadalah Terhadap Kaum Perusak Agama Islam!(Opens in a new browser tab)
Keempat, hadits Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu.
Dari Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, belau bersabda,
الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ، قَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
“Doa adalah ibadah, Rabb kalian berfirman, ‘Berdoalah kepada-Ku niscaya akan aku ijabahi (QS. Ghafir: 60).’” (HR. Abu Daud No. 1479; HR. Ibnu Majah No. 3828; HR. Ahmad No. 18391; HR. At-Tirmizi No. 3247, hadits shahih)
Kelima, hadits Ummu Darda’ radhiyallahu ‘anha.
Dari Shafwan, ia mendapati Ummu Darda’ radhiyallahu ‘anha berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,
دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لِأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ، عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لِأَخِيهِ بِخَيْرٍ، قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ: آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ
“Doa seorang muslim untuk saudaranya tanpa sepengetahuan dia adalah mustajab. Di dekat kepalanya ada seorang malaikat yang ditugasi untuk mengamini, setiap dia berdoa kebaikan untuk saudaranya. Sang malaikat berkata, ‘Amin. Engkau pun akan mendapat hal yang serupa.’” (HR. Muslim No. 2733)
Keenam, Hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Jika seseorang meninggal, akan terputus seluruh amalannya kecuali tiga saja; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakan orang tuanya.” (HR. Muslim No. 1631)
Ketujuh, Hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَا شَكَّ فِيهِنَّ: دَعْوَةُ الْوَالِدِ، وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ، وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ
“Tiga doa yang tidak diragukan lagi pasti mustajab; doa orang tua, doa musafir, dan doa orang yang dizalimi.” (HR. Abu Daud No. 1536. Hadits ini derajatnya hasan)
13 Tips Agar Doa Segera Terkabul
Ketika seseorang berdoa kepada Allah subhanahu wata’ala, artinya ia sedang mencoba untuk menghadap Allah subhanahu wata’ala. Laiknya seorang hamba yang menghadap rajanya, mana mungkin raja akan memberi perhatian kepadanya jika ia tidak memerhatikan adab dan etika ketika menghadap raja.
Berikut ini beberapa tips agar doa yang diucapkan segera terkabul.
Pertama, Teladani cara berdoa para Nabi.
Para nabi adalah hamba Allah subhanahu wata’ala yang doanya mustajab. Doa mereka selalu dikabulkan oleh Allah subhanahu wata’ala. Sehingga, memelajari dan berteladan kepada mereka dalam hal berdoa adalah suatu keharusan.
Dahulu, ketika para nabi hendak meminta sesuatu kepada Allah subhanahu wata’ala, mereka bersegera untuk berdiri menghadap Allah, merapatkan kaki, menengadahkan tangan, dan mengalirkan bulir air mata ketundukan.
Kemudian mereka mengawali doa dengan banyak-banyak bertobat dari perbuatan maksiat yang pernah dilakukan, menyesali kekeliruan yang pernah diperbuat, berusaha untuk menghadirkan hati yang khusyuk, penuh keyakinan, dan penuh perasaan.
Kemudian melanjutkannya dengan memuji Allah, menyucikan-Nya, mengagungkan-Nya, lalu memuji hamba yang paling dicintai-Nya, bershalawat, setelah itu mulai melangitkan doa.
Itulah gambaran global yang dilakukan oleh para Nabi dalam berdoa.
Sebagai contoh, cara berdoa Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.
Ketika Nabi Ibrahim hendak berdoa kepada Allah subhanahu wata’ala atas kondisi yang menimpanya, beliau memulai doanya dengan memuji Allah subhanahu wata’ala dengan lima pujian; Bahwa Allah adalah al-Khaliq al-Hadi (Mahapencipta dan Maha Memberi Petunjuk), al-Muth’im al-Musqi (Maha Memberi Makan dan Maha Memberi Minum), asy-Syafi min al-Aushab (Maha Penyembuh dari sebagai bentuk musibah), al-Muhyi al-Mumit (Mahamenghidupkan dan Mahamematikan), dan al-Ghafir (Mahapengampun).
Allah subhanahu wata’ala berfirman,
الَّذِيْ خَلَقَنِيْ فَهُوَ يَهْدِيْنِ ۙ
“(yaitu) Yang telah menciptakan aku, maka Dia yang memberi petunjuk kepadaku,” (QS. Asy-Syu’ara’: 78)
وَالَّذِيْ هُوَ يُطْعِمُنِيْ وَيَسْقِيْنِ ۙ
“Dan Yang memberi makan dan minum kepadaku;” (QS. Asy-Syu’ara’: 79)
وَاِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِيْنِ ۙ
“Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku,” (QS. Asy-Syu’ara’: 80)
وَالَّذِيْ يُمِيْتُنِيْ ثُمَّ يُحْيِيْنِ ۙ
“Dan Yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali),” (QS. Asy-Syu’ara’: 81)
وَالَّذِيْٓ اَطْمَعُ اَنْ يَّغْفِرَ لِيْ خَطِيْۤـَٔتِيْ يَوْمَ الدِّيْنِ ۗ
“Dan Yang sangat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari Kiamat.” (QS. Asy-Syu’ara’: 82)
Setelah itu, Nabi Ibrahim mulai memanjatkan permintaannya yang jumlahnya juga lima; ilmu dan hikmah, dikumpulkan bersama orang-orang shalih, menjadi buah tutur yang baik oleh umat generasi berikutnya, ditempatkan di Jannatun Na’im, memohon agar ayahnya diampuni.
Artikel Fikih Ramadhan: Banyak Berdoa di Bulan Ramadhan
Allah subhanahu wata’ala berfirman,
رَبِّ هَبْ لِيْ حُكْمًا وَّاَلْحِقْنِيْ بِالصّٰلِحِيْنَ ۙ
“(Ibrahim berdoa), ‘Wahai Rabbku, berikanlah kepadaku ilmu dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh,’” (QS. Asy-Syu’ara’: 83)
وَاجْعَلْ لِّيْ لِسَانَ صِدْقٍ فِى الْاٰخِرِيْنَ ۙ
“Dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian,” (QS. Asy-Syu’ara’: 84)
وَاجْعَلْنِيْ مِنْ وَّرَثَةِ جَنَّةِ النَّعِيْمِ ۙ
“Dan jadikanlah aku termasuk orang yang mewarisi surga yang penuh kenikmatan,” (QS. Asy-Syu’ara’: 85)
وَاغْفِرْ لِاَبِيْٓ اِنَّهٗ كَانَ مِنَ الضَّاۤلِّيْنَ ۙ
“Dan ampunilah ayahku, sesungguhnya dia termasuk orang yang sesat,” (QS. Asy-Syu’ara’: 86)
وَلَا تُخْزِنِيْ يَوْمَ يُبْعَثُوْنَۙ
“Dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan,” (QS. Asy-Syu’ara’: 87)
Kemudian Allah subhanahu wata’ala mengabulkan seluruh permintaan Nabi Ibrahim, kecuali permintaan yang kelima; memintakan ampunan untuk ayahnya, karena telah tampak pada diri ayahnya bentuk permusuhan kepada Allah.
Allah subhanahu wata’ala berfirman,
وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ اِبْرٰهِيْمَ لِاَبِيْهِ اِلَّا عَنْ مَّوْعِدَةٍ وَّعَدَهَآ اِيَّاهُۚ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهٗٓ اَنَّهٗ عَدُوٌّ لِّلّٰهِ تَبَرَّاَ مِنْهُۗ اِنَّ اِبْرٰهِيْمَ لَاَوَّاهٌ حَلِيْمٌ
“Adapun permohonan ampunan Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya. Maka ketika jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri darinya. Sungguh, Ibrahim itu seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.” (QS. At-Taubah: 114)
Kedua, berdoalah dengan penuh harap, takut, tunduk, dan khusyuk kepada Allah subhanahu wata’ala.
Allah subhanahu wata’ala berfirman,
فَاسْتَجَبْنَا لَهٗ ۖوَوَهَبْنَا لَهٗ يَحْيٰى وَاَصْلَحْنَا لَهٗ زَوْجَهٗۗ اِنَّهُمْ كَانُوْا يُسٰرِعُوْنَ فِى الْخَيْرٰتِ وَيَدْعُوْنَنَا رَغَبًا وَّرَهَبًاۗ وَكَانُوْا لَنَا خٰشِعِيْنَ
“Maka Kami kabulkan (doa)nya, dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya, dan Kami jadikan istrinya (dapat mengandung). Sungguh, mereka selalu bersegera dalam (mengerjakan) kebaikan, dan mereka berdoa kepada Kami dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka orang-orang yang khusyuk kepada Kami.” (QS. Al-Anbiya’: 90)
Ketiga, memperbanyak pujian kepada Allah subhanahu wata’ala.
Keempat, meminta kepada Allah subhanahu wata’ala dengan penuh tekad, kesungguhan, dan keteguhan.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لَا يَقُلْ أَحَدُكُمْ إِذَا دَعَا: اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي إِنْ شِئْتَ. اللَّهُمَّ ارْحَمْنِي إِنْ شِئْتَ. لِيَعْزِمِ الْمَسْأَلَةَ فَإِنَّهُ لَا مُكْرِهَ لَهُ
“Ketika salah seorang dari kalian berdoa, jangan ucapkan, ‘Ya Allah, ampuni hamba jika Engkau berkehendak, Ya Allah, rahmati hamba jika Engkau berkehendak,’ hendaklah ia menguatkan tekad dalam permohonannya itu, karena sesungguhnya Allah tiada sesuatu pun yang memaksa-Nya untuk berbuat sesuatu.” (Muwaththa’ Imam Malik, 28)
Keempat, memperkuat pengharapan kepada Allah subhanahu wata’ala, jangan mudah putus asa dari rahmat-Nya jika doanya belum kunjung diijabahi.
Jangan pesimis terhadap apa yang engkau minta kepada-Nya, karena segala sesuatu itu ada masanya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
سْتَجَابُ لِأَحَدِكُمْ مَا لَمْ يَعْجَلْ، يَقُولُ: دَعَوْتُ فَلَمْ يُسْتَجَبْ لِي
“Doa salah seorang dari kalian akan diijabahi selama tanpa disertai dengan ketergesaan, seperti perkataan, ‘Aku telah berdoa tapi ternyata belum kunjung diijabahi juga.’” (HR. Al-Bukhari No. 6340)
Kelima, Doakan orang-orang beriman yang lain dalam doamu.
Allah subhanahu wata’ala berfirman,
وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْۢبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنٰتِۚ
“Dan mohonlah ampunan atas dosamu dan atas (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan.” (QS. Muhammad: 19)
Keenam, memulai doa dengan mentauhidkan Allah subhanahu wata’ala.
Sebagaimana yang dilakukan oleh Dzun Nun (Nabi Yunus) ketika ia berdoa.
Allah subhanahu wata’ala berfirman,
وَذَا النُّوْنِ اِذْ ذَّهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ اَنْ لَّنْ نَّقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادٰى فِى الظُّلُمٰتِ اَنْ لَّآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنْتَ سُبْحٰنَكَ اِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظّٰلِمِيْنَ ۚ
“Dan (ingatlah kisah) Zun Nun (Yunus), ketika dia pergi dalam keadaan marah, lalu dia menyangka bahwa Kami tidak akan menyulitkannya, maka dia berdoa dalam keadaan yang sangat gelap, ‘Tidak ada Ilah selain Engkau, Mahasuci Engkau. Sungguh, aku termasuk orang-orang yang zalim.’” (QS. Al-Anbiya’: 87)
Dzun Nun (Nabi Yunus mengawali doa dengan tauhid, lalu mengakui kekurangan dan kezaliman diri dengan bertasbih kepada-Nya dengan penuh kesadaran dan keyakinan.
Kemudian Allah subhanahu wata’ala menjawab doanya,
فَاسْتَجَبْنَا لَهٗۙ وَنَجَّيْنٰهُ مِنَ الْغَمِّۗ وَكَذٰلِكَ نُـْۨجِى الْمُؤْمِنِيْنَ
“Maka Kami kabulkan (doa)nya dan Kami selamatkan dia dari kedukaan. Dan demikianlah Kami menyelamatkan orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Anbiyā`: 88)
Ketujuh, menyembunyikan doa hingga tidak didengar orang lain.
Allah subhanahu wata’ala berfirman,
اُدْعُوْا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَّخُفْيَةً
“Berdoalah kepada Rabbmu dengan rendah hati dan suara yang lembut.” (QS. Al-A’rāf: 55)
Kedelapan, ketika berdoa dianjurkan menggunakan kalimat ini: Allahumma inni as-aluka bi asma-ika al-husna, kemudian menyebutkan permintaannya.
Allah subhanahu wata’ala berfirman,
قُلِ ادْعُوا اللّٰهَ اَوِ ادْعُوا الرَّحْمٰنَۗ اَيًّا مَّا تَدْعُوْا فَلَهُ الْاَسْمَاۤءُ الْحُسْنٰىۚ
“Katakanlah (Muhammad), ‘Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu dapat menyeru, karena Dia mempunyai nama-nama yang terbaik (Asma‘ul husna).’” (QS. Al-Isra’: 110)
Dalam ayat lain, Allah subhanahu wata’ala berfirman,
وَلِلّٰهِ الْاَسْمَاۤءُ الْحُسْنٰى فَادْعُوْهُ بِهَاۖ
“Dan Allah memiliki Asma’ul husna (nama-nama yang terbaik), maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebutnya Asma’ul-husna itu.” (QS. Al-A’rāf: 180)
Kesembilan, jika meminta sesuatu kepada Allah subhanahu wata’ala, mintalah yang banyak dan sesering mungkin, angkat telapak tanganmu ketika berdoa.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِذَا سَأَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيُكْثِرْ، فَإِنَّهُ يَسْأَلُ رَبَّهُ
“Jika seorang dari kalian meminta kepada Allah, mintalah yang banyak. Karena ia sedang meminta kepada Rabbnya.” (HR. Ibnu Hibban No. 889. Hadits shahih)
Dalam hadits lain disebutkan, dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِذَا تَمَنَّى أَحَدُكُمْ فَلْيُكْثِرْ، فَإِنَّمَا يَسْأَلُ رَبَّهُ عَزَّ وَجَلَّ
“Jika seorang dari kalian berangan-angan kepada Allah, berangan-anganlah yang banyak. Karena ia sedang menengadahkan angan-angannya kepada Rabbnya.” (HR. Ath-Thabarani No. 2040 dalam kitab al-Mu’jam al-Ausath, 2/301)
Dalam hadits yang lain disebutkan, dari Salman al-Farisi radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda,
إِنَّ رَبَّكُمْ تَبَارَكَ وَتَعَالَى حَيِيٌّ كَرِيمٌ، يَسْتَحْيِي مِنْ عَبْدِهِ إِذَا رَفَعَ يَدَيْهِ إِلَيْهِ، أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا
“Sesungguhnya Rabb kalian tabaraka wata’ala Maha Pemalu, merasa malu terhadap hamba-Nya jika dia mengangkat kedua tangan kepada-Nya, lalu dia mengembalikan kedua tangannya dalam keadaan kosong.” (HR. Ahmad No. 23715; HR. Abu Daud No. 1488; HR. At-Tirmizi No. 3556; HR. Ibnu Majah No. 3865. Hadits hasan gharib)
Kesepuluh, jangan pernah makan makanan yang haram. Karena makanan haram yang masuk ke dalam perut menjadikan doa tertolak.
Suatu ketika, sahabat Saad bin Abi Waqash pernah meminta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
يَا رَسُولَ اللَّهِ، ادْعُ اللَّهَ أَنْ يَجْعَلَنِي مُسْتَجَابَ الدَّعْوَةِ
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
يَا سَعْدُ أَطِبْ مَطْعَمَكَ تَكُنْ مُسْتَجَابَ الدَّعْوَةِ، وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، إِنَّ الْعَبْدَ لَيَقْذِفُ اللُّقْمَةَ الْحَرَامَ فِي جَوْفِهِ مَا يُتَقَبَّلُ مِنْهُ عَمَلَ أَرْبَعِينَ يَوْمًا، وَأَيُّمَا عَبْدٍ نَبَتَ لَحْمُهُ مِنَ السُّحْتِ وَالرِّبَا فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِ
“Wahai Saad, perbaiki makananmu, niscaya doamu menjadi doa mustajab. Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada dalam genggaman-Nya, sungguh seorang hamba yang memasukkan sesuap makanan haram ke dalam perutnya, maka tidak amalnya diterima selama empat puluh hari. Dan siapa pun yang dagingnya tumbuh dari bahan harta haram dan riba, maka neraka lebih layak untuk dia tempati.” (HR. Ath-Thabarani No. 6495 dalam kitab Al-Mu’jam al-Ausath, 6/310)
Kesebelas, jika meminta sesuatu kepada Allah, memohonlah dengan sepenuh hati, hilangkan rasa memiliki kemampuan dan keangkuhan diri.
Sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Yusuf ‘alaihissalam,
قَالَ رَبِّ السِّجْنُ اَحَبُّ اِلَيَّ مِمَّا يَدْعُوْنَنِيْٓ اِلَيْهِ ۚوَاِلَّا تَصْرِفْ عَنِّيْ كَيْدَهُنَّ اَصْبُ اِلَيْهِنَّ وَاَكُنْ مِّنَ الْجٰهِلِيْنَ
“Yusuf berkata, ‘Wahai Rabbku! Penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka. Jika aku tidak Engkau hindarkan dari tipu daya mereka, niscaya aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentu aku termasuk orang yang bodoh.’ (QS. Yusuf: 33)
فَاسْتَجَابَ لَهٗ رَبُّهٗ فَصَرَفَ عَنْهُ كَيْدَهُنَّ ۗاِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
“Maka Rabbnya memperkenankan doa Yusuf, dan Dia menghindarkan Yusuf dari tipu daya mereka. Dialah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS. Yusuf: 34)
Kedua belas, jika ingin meminta sesuatu kepada Allah, mulailah dengan shalawat, lalu ucapkan permintaan, lalu tutup dengan shalawat.
Syariat Islam menganjurkan untuk mengawali doa dengan memuji Allah subhanahu wata’ala dan shalawat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Lalu mengakhirinya dengan shalawat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan pujian kepada Allah subhanahu wata’ala.
Sahabat Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu berkata,
إِنَّ الدُّعَاءَ مَوْقُوفٌ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ لَا يَصْعَدُ مِنْهُ شَيْءٌ، حَتَّى تُصَلِّيَ عَلَى نَبِيِّكَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Sungguh doa akan tertahan di antara langit dan bumi, tidak akan dapat meninggi hingga engkau mengucapkan shalawat atas Nabimu shallallahu ‘alaihi wasallam.” (HR. At-Tirmidzi No. 486. Hadits marfu’ derajatnya hasan)
Imam an-Nawawi rahimahullah menyebutkan,
أَجْمَعَ الْعُلَمَاءُ عَلَى اسْتِحْبَابِ اِبْتِدَاءِ الدُّعَاءِ بِالْحَمْدِ للهِ تَعَالَى وَالثَّنَاءِ عَلَيْهِ، ثُمَّ الصَّلَاةِ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَكَذَلِكَ يَخْتِمُ الدُّعَاءَ بِهِمَا، وَالآثَارُ فِيْ هَذَا الْبَابِ كَثِيْرَةٌ مَعْرُوْفَةٌ
“Para ulama berijmak atas dianjurkannya mengawali doa dengan pujian kepada Allah subhanahu wata’ala, kemudian shalawat atas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Demikian pula dianjurkan juga ketika menutup doa dengan keduanya. Atsar tentang hal ini ada banyak sekali. (Al-Adzkar, Imam an-Nawawi, 209)
Ketiga belas, sebelum berdoa, melaksanakan amal saleh seperti shalat, puasa, sedekah, dan semisalnya.
Sebagaimana dalam syariat istisqa’ atau doa meminta hujan; agar diawali dengan shalat, puasa, sedekah dan amal saleh lainnya, kemudian keluar untuk melaksanakan istisqa’.
Abdullah bin Umar berkata,
إِذَا أَرَدْتَ أَنْ تَدْعُوَ فَقَدِّمْ صَدَقَة أَوْ صَلَاة أَوْ خَيْر ثُمَّ ادْعُ بِمَا شِئْتَ
“Jika kau hendak berdoa, dahuluilah dengan sedekah, atau shalat, atau amal kebaikan lainnya, kemudian berdoalah sesuai keinginanmu.” (Al-Adzakar, Imam an-Nawawi, 12)
5 Penyebab Doa tidak Dikabulkan Allah
Syaikh Muhammad Shalih al-Munajjid menuliskan, ada 5 penyebab doa tidak dikabulkan Allah subhanahu wata’ala.
Sebab pertama:
Doanya lemah dan tidak berkualitas.
Lemah dan tidak berkualitasnya doa dapat dilihat dari cara seseorang dalam berdoa dan konten doa yang ia panjatakan.
Adab yang buruk (su’ul adab) ketika berdoa menjadi penyebab doa tidak dikabulkan Allah subhanahu wata’ala.
Demikian pula, ketika seseorang berdoa dengan doa yang ‘terlarang’ dan menyelisihi wahyu, seperti berdoa meminta agar kekal di dunia, atau berdoa meminta sesuatu yang haram untuk diminta, minta agar perbuatan dosanya dilancarkan, doa memutus silaturahmi, dan semisalnya, tentu konten doa yang seperti ini menjadi penyebab doa tidak dikabulkan Allah subhanahu wata’ala.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لَا يَزَالُ يُسْتَجَابُ لِلْعَبْدِ، مَا لَمْ يَدْعُ بِإِثْمٍ أَوْ قَطِيعَةِ رَحِمٍ، مَا لَمْ يَسْتَعْجِلْ
“Doa seorang hamba akan mustajab selama tidak berdoa tentang suatu dosa, atau memutus tali persaudaraan, selama ia tidak tergesa-gesa.” (HR. Muslim No. 2735)
Sebab kedua:
Berdoa dalam kondisi jiwa yang lemah.
Lemahnya hati seseorang ketika hendak menghadap Allah subhanahu wata’ala menjadi penyebab doa tidak dikabulkan Allah subhanahu wata’ala.
Sebab ketiga:
Adanya penghalang doa.
Keberadaan penghalang doa menjadi penyebab doa tidak dikabulkan Allah subhanahu wata’ala. Seperti, makan dan minum dari harta yang haram, mengenakan pakaian yang didapatkan dengan cara yang haram atau dibeli dengan harta haram, mengendarai kendaraan yang didapat dari harta atau cara yang haram, terlalu banyak melakukan perbuatan maksiat tanpa disertai tobat nasuha, dan sebagainya.
Sebab keempat:
Tergesa-gesa dalam berdoa.
Tergesa-gesa (isti’jal) dalam berdoa menjadi penyebab doa tidak dikabulkan Allah subhanahu wata’ala. Maksud dari isti’jal adalah sikap yang menunjukkan keputusasaan seseorang terhadap doa yang pernah dipanjatkan. Seperti keluh kesah, “Aku sudah berdoa tapi belum dikabulkan juga,” dan kalimat keluh kesah semisalnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
يُسْتَجَابُ لِأَحَدِكُمْ مَا لَمْ يَعْجَلْ، يَقُولُ: دَعَوْتُ فَلَمْ يُسْتَجَبْ لِي
“Akan dikabulkan doa salah seorang dari kalian selama tidak tergesa-gesa; dengan perkataannya, ‘Aku telah berdoa tapi tidak dikabulkan, juga.’” (HR. Al-Bukhari No. 6340)
Sebab kelima:
Menggantungkan doa.
Menggantungkan doa (ta’liq ad-dua’a) menjadi penyebab doa tidak dikabulkan Allah subhanahu wata’ala.
Maksud dari menggantungkan doa adalah menambahkan unsur ketidakpastian dan keraguan dalam doa yang dipanjatkan. Contohnya lafal doa seperti ini: Allahummaghfirli in syi’ta (Ya Allah, ampuni aku, jika Engkau menghendaki).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لَا يَقُولَنَّ أَحَدُكُمْ: اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي إِنْ شِئْتَ، اللَّهُمَّ ارْحَمْنِي إِنْ شِئْتَ، لِيَعْزِمِ المَسْأَلَةَ، فَإِنَّهُ لَا مُكْرِهَ لَهُ
“Janganlah salah seorang dari kalian mengatakan; ‘Ya Allah, ampunilah aku jika Engkau kehendaki, dan rahmatilah aku jika Engkau berkehendak.’ Akan tetapi hendaknya ia bersungguh-sungguh dalam meminta, karena Allah sama sekali tidak ada yang memaksa.” (HR. Al-Bukhari No. 6339)
12 Doa Mustajab Para Nabi dalam Al-Quran
Para nabi dan Rasul memiliki doa masing-masing yang tercatat dalam al-Quran dan as-Sunnah.
Di antara doa-doa nabi yang tercantum di dalam al-Quran antara lain:
Pertama: Doa Nabi Adam ‘alaihissalam
رَبَّنَا ظَلَمْنَآ اَنْفُسَنَا وَاِنْ لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ
“Wahai Rabb kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Al-A’raf: 23)
Kedua: Doa Nabi Nuh ‘alaihissalam
رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَلِمَنْ دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِنًا وَّلِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنٰتِۗ وَلَا تَزِدِ الظّٰلِمِيْنَ اِلَّا تَبَارًا
“Wahai Rabbku, ampunilah aku, ibu bapakku, dan siapa pun yang memasuki rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kehancuran.” (QS. Nūh: 28)
رَبِّ اِنِّيْٓ اَعُوْذُ بِكَ اَنْ اَسْـَٔلَكَ مَا لَيْسَ لِيْ بِهٖ عِلْمٌ ۗوَاِلَّا تَغْفِرْ لِيْ وَتَرْحَمْنِيْٓ اَكُنْ مِّنَ الْخٰسِرِيْنَ
“Wahai Rabbku, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu untuk memohon kepada-Mu sesuatu yang aku tidak mengetahui (hakikatnya). Kalau Engkau tidak mengampuniku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku termasuk orang yang rugi.” (QS. Hūd: 47)
رَّبِّ اَنْزِلْنِيْ مُنْزَلًا مُّبٰرَكًا وَّاَنْتَ خَيْرُ الْمُنْزِلِيْنَ
“Wahai Rabbku, tempatkanlah aku pada tempat yang diberkahi, dan Engkau adalah sebaik-baik pemberi tempat.” (QS. Al-Mu`minūn: 29)
Hadits Puasa: Keutamaan Berdoa di Akhir Malam — Hadits Puasa #24
Ketiga: Doa Nabi Ibrahim ‘alaihissalam
رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۗ اِنَّكَ اَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
“Wahai Rabb kami, terimalah (amal) dari kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 127)
رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَآ اُمَّةً مُّسْلِمَةً لَّكَۖ وَاَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا ۚ اِنَّكَ اَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ
“Wahai Rabb kami, jadikanlah kami orang yang berserah diri kepada-Mu, dan anak cucu kami (juga) umat yang berserah diri kepada-Mu dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara melakukan ibadah (haji) kami, dan terimalah tobat kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah: 128)
رَبِّ اجْعَلْنِيْ مُقِيْمَ الصَّلٰوةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِيْۖ رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاۤءِ
“Wahai Rabbku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang yang tetap melaksanakan salat, ya Rabb kami, perkenankanlah doaku.” (QS. Ibrāhīm: 40)
رَبَّنَا اغْفِرْ لِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ يَوْمَ يَقُوْمُ الْحِسَابُ
“Wahai Rabb kami, ampunilah aku dan kedua ibu bapakku dan semua orang yang beriman pada hari diadakan perhitungan (hari Kiamat).” (QS. Ibrāhīm: 41)
رَبِّ هَبْ لِيْ حُكْمًا وَّاَلْحِقْنِيْ بِالصّٰلِحِيْنَ ۙ
“Wahai Rabbku, berikanlah kepadaku ilmu dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh,” (QS. Asy-Syu’ara’: 83)
وَاجْعَلْ لِّيْ لِسَانَ صِدْقٍ فِى الْاٰخِرِيْنَ ۙ
“dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian,” (QS. Asy-Syu’ara’: 84)
وَاجْعَلْنِيْ مِنْ وَّرَثَةِ جَنَّةِ النَّعِيْمِ ۙ
“dan jadikanlah aku termasuk orang yang mewarisi surga yang penuh kenikmatan,” (QS. Asy-Syu’ara’: 85)
رَبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا وَاِلَيْكَ اَنَبْنَا وَاِلَيْكَ الْمَصِيْرُ
“Wahai Rabb kami, hanya kepada Engkau kami bertawakal dan hanya kepada Engkau kami bertobat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali,” (QS. Al-Mumtahinah: 4)
رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِّلَّذِيْنَ كَفَرُوْا وَاغْفِرْ لَنَا رَبَّنَاۚ اِنَّكَ اَنْتَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ
“Wahai Rabb kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang kafir. Dan ampunilah kami, ya Rabb kami. Sesungguhnya Engkau yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (QS. Al-Mumtahinah: 5)
رَبِّ هَبْ لِيْ مِنَ الصّٰلِحِيْنَ
“Wahai Rabbku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang yang saleh.” (QS. Ash-Shāffāt: 100)
Keempat: Doa Nabi Luth ‘alaihissalam
رَبِّ انْصُرْنِيْ عَلَى الْقَوْمِ الْمُفْسِدِيْنَ
“Wahai Rabbku, tolonglah aku (dengan menimpakan azab) atas golongan yang berbuat kerusakan itu.” (QS. Al-’Ankabūt: 30)
رَبِّ نَجِّنِيْ وَاَهْلِيْ مِمَّا يَعْمَلُوْنَ
“Wahai Rabbku, selamatkanlah aku dan keluargaku dari (akibat) perbuatan yang mereka kerjakan.” (QS. Asy-Syu’ara’: 169)
Kelima: Doa Nabi Yusuf ‘alaihissalam
فَاطِرَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ اَنْتَ وَلِيّٖ فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِۚ تَوَفَّنِيْ مُسْلِمًا وَّاَلْحِقْنِيْ بِالصّٰلِحِيْنَ
“Wahai pencipta langit dan bumi, Engkaulah pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan muslim dan gabungkanlah aku dengan orang yang saleh.” (QS. Yusuf: 101)
Keenam: Doa Nabi Syu’aib ‘alaihissalam
وَسِعَ رَبُّنَا كُلَّ شَيْءٍ عِلْمًاۗ عَلَى اللّٰهِ تَوَكَّلْنَاۗ رَبَّنَا افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِالْحَقِّ وَاَنْتَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ
“Pengetahuan Rabb kami meliputi segala sesuatu. Hanya kepada Allah kami bertawakal. Ya Rabb kami, berilah keputusan antara kami dan kaum kami dengan hak (adil). Engkaulah pemberi keputusan terbaik.” (QS. Al-A’raf: 89)
Ketujuh: Doa Nabi Musa ‘alaihissalam
رَبِّ اِنِّيْ ظَلَمْتُ نَفْسِيْ فَاغْفِرْ لِيْ فَغَفَرَ لَهٗ ۗاِنَّهٗ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
“Wahai rabbku, sesungguhnya aku telah menzalimi diriku sendiri, maka ampunilah aku.” (QS. Al-Qashash: 16)
رَبِّ بِمَآ اَنْعَمْتَ عَلَيَّ فَلَنْ اَكُوْنَ ظَهِيْرًا لِّلْمُجْرِمِيْنَ
“Wahai Rabb! Demi nikmat yang telah Engkau anugerahkan kepadaku, maka aku tidak akan menjadi penolong bagi orang-orang yang berdosa.” (QS. Al-Qashash: 17)
رَبِّ اِنِّيْ لِمَآ اَنْزَلْتَ اِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيْرٌ
“Wahai rabbku, sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan (makanan) yang Engkau turunkan kepadaku.” (QS. Al-Qashash: 24)
رَبِّ اشْرَحْ لِيْ صَدْرِيْ ۙ، وَيَسِّرْ لِيْٓ اَمْرِيْ، وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِّنْ لِّسَانِيْ، يَفْقَهُوْا قَوْلِيْ
“Wahai Rabbku, lapangkanlah dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, agar mereka mengerti perkataanku,” (QS. Thaha: 25-28)
Kedelapan: Doa Nabi Ayyub ‘alaihissalam
اَنِّيْ مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَاَنْتَ اَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ ۚ
“(Wahai Rabb kami), sungguh, aku telah ditimpa penyakit, padahal Engkau Yang Maha Penyayang dari semua yang penyayang.” (QS. Al-Anbiya’: 83)
Kesembilan: Doa Nabi Sulaiman ‘alaihissalam
رَبِّ اَوْزِعْنِيْٓ اَنْ اَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِيْٓ اَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلٰى وَالِدَيَّ وَاَنْ اَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضٰىهُ وَاَدْخِلْنِيْ بِرَحْمَتِكَ فِيْ عِبَادِكَ الصّٰلِحِيْنَ
“Wahai Rabb kami, anugerahkanlah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan agar aku mengerjakan kebajikan yang Engkau ridai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh.” (QS. An-Naml: 19)
Kesepuluh: Doa Nabi Yunus ‘alaihissalam
لَّآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنْتَ سُبْحٰنَكَ اِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظّٰلِمِيْنَ ۚ
“Tidak ada sesembahan selain Engkau, Mahasuci Engkau. Sungguh, aku termasuk orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Anbiya’: 87)
Kesebelas: Doa Nabi Zakaria ‘alaihissalam
رَبِّ هَبْ لِيْ مِنْ لَّدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً ۚ اِنَّكَ سَمِيْعُ الدُّعَاۤءِ
“Wahai Rabb kami, berilah aku keturunan yang baik dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa.” (QS. Ali ’Imran: 38)
رَبِّ لَا تَذَرْنِيْ فَرْدًا وَّاَنْتَ خَيْرُ الْوٰرِثِيْنَ ۚ
“Wahai Rabbku, janganlah Engkau biarkan aku hidup seorang diri (tanpa keturunan) dan Engkaulah ahli waris yang terbaik.” (QS. Al-Anbiya’: 89)
Kedua belas: Doa Nabi Ya’qub ‘alaihissalam
اِنَّمَآ اَشْكُوْا بَثِّيْ وَحُزْنِيْٓ اِلَى اللّٰهِ وَاَعْلَمُ مِنَ اللّٰهِ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ
“Hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku.” (QS. Yusuf: 86)
20 Waktu Doa Mustajab untuk Berdoa agar Keinginan Terkabul
Dalam buku al-Mafahim al-Mustamaddah min Ayat al-Du’a’ fi al-Quran al-Karim wa Dalalatuha at-Tarbawiyah disebutkan, ada 20 waktu mustajab untuk berdoa agar keinginan terkabul.
Pertama: Malam Jumat dan hari Jumat.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda,
إِنَّ فِي الْجُمُعَةِ سَاعَةً لَا يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللَّهَ فِيهَا شَيْئًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ
“Sesungguhnya pada hari Jumat itu terdapat waktu dimana tidak ada seorang muslim pun yang jika ia meminta sesuatu kepada Allah tepat pada waktu tersebut kecuali Allah akan kabulkan permintaannya.” (HR. An-Nasa’i No. 1431. Hadits shahih)
Kedua: Malam dua hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha) dan siang hari keduanya.
Ketiga: Hari Arafah.
Keempat: Bulan Ramadhan dan Lailatul Qadar.
Kelima: Sepertiga akhir waktu malam.
Allah subhanahu wata’ala berfirman,
وَبِالْاَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُوْنَ
“Dan pada akhir malam mereka memohon ampunan (kepada Allah).” (QS. Adz-Dzariyat: 18)
Dari Jabir ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَّ مِنَ اللَّيْلِ سَاعَةً لَا يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ، يَسْأَلُ اللهَ خَيْرًا، إِلَّا أَعْطَاهُ، وَهِيَ كُلَّ لَيْلَةٍ
“Sesungguhnya pada malam hari itu ada satu waktu di mana jika seorang muslim meminta suatu kebaikan tepat pada waktu tersebut kecuali akan Allah subhanahu wata’ala kabulkan, dan waktu tersebut terdapat di setiap malam.” (HR. Ahmad No. 14746)
Keenam: Ketika Adzan dan Iqamat untuk shalat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
سَاعَتَانِ تُفْتَحُ فِيهِما أَبْوَابُ السَّماءِ وَقَلَّمَا تُرَدُّ عَلَى دَاعٍ دَعْوَتُهُ عندَ حضرةِ النداءِ، والصفِّ في سبيلِ اللهِ عزَّ وجلَّ
“Ada dua waktu dibukanya pintu-pintu langit, pada dua waktu tersebut jarang sekali orang yang berdoa tertolak doanya; Ketika datang waktu adzan dan Ketika berada dalam barisan perang fi sabilillah.” (HR. Ibnu Hibban no. 1720)
Ketujuh: Waktu antara adzan dan iqamat
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
الدَّعْوَةُ لَا تُرَدُّ بَيْنَ الْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ، فَادْعُوا
“Sepucuk doa tidak akan tertolak di antara adzan dan iqamat, maka berdoalah.” (HR. Ahmad No. 13357)
Materi Khutbah Jumat: Petunjuk dalam Memilih Pemimpin
Kedelapan: Waktu ketika sedang sujud
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ، وَهُوَ سَاجِدٌ، فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ
“Jarak terdekat seorang hamba dengan Rabbnya adalah ketika ia sujud, maka perbanyaklah berdoa pada saat bersujud.” (HR. Muslim No. 215)
Kesembilan: Waktu ketika seseorang berada dalam kondisi yang sangat terdesak dan sangat membutuhkan pertolongan.
Allah subhanahu wata’ala berfirman,
اَمَّنْ يُّجِيْبُ الْمُضْطَرَّ اِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوْۤءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاۤءَ الْاَرْضِۗ ءَاِلٰهٌ مَّعَ اللّٰهِ ۗقَلِيْلًا مَّا تَذَكَّرُوْنَۗ
“Bukankah Dia (Allah) yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila dia berdoa kepada-Nya, dan menghilangkan kesusahan dan menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah (pemimpin) di bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Sedikit sekali (nikmat Allah) yang kamu ingat.” (QS. An-Naml: 62)
Kesepuluh: Waktu ketika tilawah al-Quran dan ketika khatam al-Quran.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَّ لصاحب القرآن عِنْدَ كُلِّ خَتْمَة دعْوَة مُسْتَجَابَة
“Sungguh bagi pembaca al-Quran, pada tiap khatam bacaannya terdapat waktu berdoa yang mustajab.” (HR. As-Suyuthi No. 6853 dalam kitab Jam’ul Jawami’ karya Imam as-Suyuthi. Hadits dha’if)
Kesebelas: Waktu ketika turun hujan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
اَللَّهُمَّ صَيِّبًا نَافِعًا
“Ya Allah, jadikanlah hujan ini sebagai hujan yang bermanfaat.” (HR. Ibnu Majah No. 518)
Kedua belas: waktu ketika hati sedang luruh dan khusyuk kepada Allah subhanahu wata’ala.
Ketiga belas: Waktu ketika minum air zam-zam.
مَاءُ زَمْزَمَ لِمَا شُرِبَ لَهُ
“(Manfaat) air zam-zam itu sesuai dengan niat peminumnya.” (HR. Ibnu Majah No. 3062. Hadits shahih)
Keempat belas: Ketika berada di dekat orang yang sekarat dan ketika menutupkan mata orang yang meninggal.
Dari Ummu Salamah ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam masuk ke rumah mendekati jenazah Abu Salamah dan mata Abu Salamah masih sedikit terbuka, lalu beliau menutupkan matanya. Kemudian beliau bersabda,
إِنَّ الرُّوحَ إِذَا قُبِضَ تَبِعَهُ الْبَصَرُ، فَضَجَّ نَاسٌ مِنْ أَهْلِهِ، فَقَالَ: لَا تَدْعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ إِلَّا بِخَيْرٍ، فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ يُؤَمِّنُونَ عَلَى مَا تَقُولُونَ
“Apabila ruh telah dicabut, maka penglihatan akan mengikutinya dan keluarganya pun meratap hiteris. Dan janganlah sekali-kali mendoakan atas diri kalian kecuali kebaikan, sebab ketika itu malaikat akan mengaminkan apa yang kalian ucapkan.” (HR. Muslim No. 920)
Kelima belas: Waktu ketika berbuka bagi orang yang puasa.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
الصَّائِمُ لَا تُرَدُّ دَعْوَتُهُ
“Orang yang puasa itu tidak tertolak doanya.” (HR. Ahmad No. 10183. Hadits shahih)
Keenam belas: Waktu ketika sedang safar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
ثَلَاثَةٌ تُسْتَجَابُ دَعْوَتُهُمُ: الْوَالِدُ، وَالْمُسَافِرُ، وَالْمَظْلُومُ
“Tiga golongan yang doanya mustajab: Orang tua, musafir, dan orang yang dizalimi.” (HR. Ahmad No. 17436)
Ketujuh belas: Doa orang tua kepada anaknya dan doa anak saleh kepada orang tuanya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَا شَكَّ فِيهِنَّ: دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ، وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ، وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ
“Tiga doa mustajab yang tidak diragukan lagi: doa orang yang dizalimi, doa musafir, doa orang tua kepada anaknya.” (HR. Ahmad No. 7510)
Kedelapan belas: Doa orang yang dizalimi.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengutus Muadz ke Yaman, beliau berpesan,
اتَّقِ دَعْوَةَ المَظْلُومِ، فَإِنَّهَا لَيْسَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ
“Hati-hati dengan doa orang yang dizalimi, karena sungguh tidak ada penghalang antara dirinya dengan Allah.” (HR. Al-Bukhari No. 2448)
Kesembilan belas: Waktu setelah shalat wajib.
مَنْ كَانَتْ لَهُ إِلَى الله حَاجَةٌ فَلْيَدْعُ بها دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ مَفْرُوضَةٍ
“Barang siapa yang memiliki keinginan kepada Allah, hendaknya ia meminta kepada-Nya tiap usai shalat fardhu.” (HR. Ibnu Asakir dalam kitab Tarikh Damsyiq, 4/51)
Kedua puluh: Doa seorang muslim yang tersembunyi
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لِأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ، عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لِأَخِيهِ بِخَيْرٍ، قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ: آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ
“Doa seorang muslim untuk saudaranya sesama muslim dari kejauhan tanpa diketahui olehnya akan dikabulkan. Di atas kepalanya ada malaikat yang telah diutus, dan setiap kali ia berdoa untuk kebaikan, maka malaikat yang diutus tersebut akan mengucapkan ‘Amin dan kamu juga akan mendapatkan seperti itu.’” (HR. Muslim No. 2733)
5 Tempat Mustajab untuk Berdoa agar Keinginan Tercapai
Doa adalah ibadah. Maka, semestinya doa dilakukan di tempat-tempat yang layak untuk beribadah.
Ada beberapa tempat yang yang diutamakan sebagai tempat untuk berdoa karena keutamaan, kemuliaan, dan kesucian tempat tersebut.
Pertama: Masjid
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda,
مَا تَوَطَّنَ رَجُلٌ مُسْلِمٌ الْمَسَاجِدَ لِلصَّلَاةِ وَالذِّكْرِ، إِلَّا تَبَشْبَشَ اللَّهُ لَهُ، كَمَا يَتَبَشْبَشُ أَهْلُ الْغَائِبِ بِغَائِبِهِمْ إِذَا قَدِمَ عَلَيْهِمْ
“Tidaklah seorang muslim mendiami masjid untuk shalat dan dzikir kecuali Allah berbunga-bunga padanya sebagaimana berbunga-bunganya orang yang hartanya hilang kembali lagi.” (HR. Ibnu Majah No. 700. Hadits shahih)
Artikel Ilmu dan Adab: 5 Doa Rasulullah di Sepuluh Hari Terakhir Bulan Ramadhan
Kedua: Ketika melihat Kakbah (di dekat Kakbah)
Dari Abdullah bin Zaid, ia berkata,
خَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى هَذَا المُصَلَّى يَسْتَسْقِي، فَدَعَا وَاسْتَسْقَى، ثُمَّ اسْتَقْبَلَ القِبْلَةَ وَقَلَبَ رِدَاءَهُ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam keluar menuju tempat shalat ini untuk meminta hujan, lalu beliau berdo’a miminta hujan dengan menghadap ke Kiblat dan membalikkan selendangnya.” (HR. Al-Bukhari No. 6343)
Ketiga: Berdoa di majelis zikir
Majelis zikir adalah tempat mustajab untuk berdoa karena majelis zikir adalah tempat yang sangat disukai oleh para malaikat dan paling dekat dengan rahmat Allah subhanahu wata’ala.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لَا يَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُونَ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا حَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ، وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ، وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمِ السَّكِينَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ
“Tidaklah suatu kaum yang duduk berkumpul untuk mengingat Allah, kecuali dinaungi oleh para malaikat, dilimpahkan kepada mereka rahmat, akan diturunkan kepada mereka ketenangan, dan Allah akan menyebut-nyebut mereka di hadapan para makhluk yang ada di sisi-Nya.” (HR. Muslim No. 2700)
Keempat: waktu ketika menjenguk orang sakit atau jenazah
إِذَا حَضَرْتُمُ الْمَرِيضَ، أَوِ الْمَيِّتَ، فَقُولُوا خَيْرًا، فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ يُؤَمِّنُونَ عَلَى مَا تَقُولُونَ
“Apabila kamu menjenguk orang sakit atau orang yang meninggal, maka ucapkanlah (doa) yang baik, karena malaikat mengaminkan ucapan kalian.” (HR. Muslim no. 919)
Kelima: Mekah
Mekah sebagai tempat mustajab untuk berdoa ini diisyaratkan melalui hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang cukup panjang.
Hadits tersebut mengisahkan ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sedang sujud di dekat Kakbah, lalu orang-orang kafir Qurasy meletakkan kotoran Unta di punggung beliau.
Orang-orang kafir Quraisy pun akhirnya ketakutan ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendoakann kebinasaan bagi mereka. Sebab mereka tahu kalau doa yang dipanjatkan di negeri Mekah adalah mustajab.
Benar saja, orang-orang kafir Quraisy yang meletakkan kotoran di punggung Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika beliau sujud di depan Kakbah akhirnya tewas di medan Badar. Mereka adalah Abu Jahal, Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah, al-Walid bin Utbah, Umayah bin Khalaf, dan Uqbah bin Abi Mu’aith.
Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam Shahih al-Bukhari nomor 240.
5 Buku Kumpulan Doa dan Zikir
Ada banyak sekali buku yang disusun dengan tema kumpulan doa dan zikir. Berikut ini 5 judul buku kumpulan doa dan zikir yang paling populer sepanjang masa.
- Kitab ‘Amal al-Yaum wa al-Lailah. Penulisnya Imam an-Nasa’i. Tahqiq Faruq Hamadah.
- Kitab Al-Azkar karya Imam an-Nawawi. Tahqiq Abdul Qadir al-Arnauth.
- Ash-Shahih al-Musnad min Azkar al-Yaum wa al-Lailah karya Musthafa al-‘Adawi.
- Shahih al-Kalim ath-Thayib. Karya Syaikh Nashiruddin Al-Albani
- Hishnul Muslim. Karya Syaikh Sa’id bin Ali bin Wahf al-Qahthani. Terjemah Hisnul Muslim dapat Anda dapatkan di sini.
Di antara lima buku kumpulan doa dan zikir di atas, Hisnul Muslim adalah buku kumpulan doa dan zikir yang paling populer di masyarakat kita saat ini.
Alhamdulillah, semoga tulisan ini bermenfaat dan memberi pencerahan kepada para pembaca dakwah.id di mana pun berada. Wallahu a’lam. (Syarif & Sodiq Fajar/dakwah.id)
Alhamdulillah…..
Syukron….atas ilmunya