materi khutbah jumat hakikat rezeki yang sesugguhnya dakwah.id

Khutbah Jumat Singkat: Hakikat Rezeki yang Sesungguhnya

Terakhir diperbarui pada · 7,735 views

Materi Khutbah Jumat
Hakikat Rezeki yang Sesungguhnya

Pemateri: Mubin Amrulloh, Lc., M.S.I.

  • Link download PDF materi khutbah Jumat ada di akhir tulisan.
  • Jika ingin copy paste materi khutbah Jumat ini untuk keperluan repost di media lain, silakan baca dan patuhi ketentuannya di sini: copyright

اَلْحَمْدُ لِلهِ باعِثِ الرُّسُلِ والْأَنْبِياءِ رَحْمَةً لِلنَّاسِ بِالنُّوْرِ الْمُبِيْنِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ أَشْرَفِ الْـمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى آلِهِ الطَّاهِرِيْنَ وصَحَابَتِهِ الْخِيْرَةِ الْمُنْتَجَبِيْنَ.

وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ أَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ، اَلْأَحَدُ الْمُنَزَّهُ عَنْ شَبَهِ الْـمَخْلُوْقِيْنَ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا رَسُوْلُ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَسَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ أَجْمَعِيْنَ، أَمَّا بَعْدُ:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.

Jamaah shalat Jumat yang Dimuliakan Allah Subhanahu Watala

Akhir-akhir ini kita disuguhkan dengan fenomena judi online yang merebak di mana-mana, dengan nominal transaksi yang begitu fantastis dan jumlah pemain juga tidak sedikit. Ia masuk ke setiap kalangan masyarakat, baik kalangan awam maupun terpelajar, bahkan para pejabat.

Tentu fenomena ini sangat mengiris hati kita semua. Dan jika kita telaah lebih dalam, boleh jadi ini terjadi sebagai dampak dari sikap berlebih-lebihannya manusia dalam mengejar kebahagiaan dunia yang sesaat, atau boleh jadi hal ini juga sebagai dampak dari rasa gelisahnya mereka ketika harus berhadapan dengan persoalan perubahan ekonomi yang serba sulit, serta masalah-masalah lainnya yang berkaitan dengan mata pencaharian.

Seolah mereka lupa atau bahkan tidak sadar bahwa yang mengurus persoalan mata pencaharian untuk semua makhluk-Nya adalah Allah subhanahu wataala. Makhluk yang kecil maupun yang besar, yang kuat maupun yang lemah, manusia maupun jin, semua sudah terjamin kadar rezekinya.

Sebagaimana firman Allah subhanahu wataala dalam al-Quran Surat al-‘Ankabut ayat 60,

وَكَاَيِّنْ مِّنْ دَاۤبَّةٍ لَّا تَحْمِلُ رِزْقَهَاۖ اللّٰهُ يَرْزُقُهَا وَاِيَّاكُمْ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ

Dan berapa banyak makhluk bergerak yang bernyawa yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu. Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”

Maasyiral muslimin, ketika kita meninjau ulang masalah mata pencaharian dan ikhtiar seorang hamba untuk mendapatkannya, maka penting untuk kita mengingat beberapa hal, yaitu

Hakikat Rezeki dalam Islam

Pertama: Rezeki tidak hanya berupa harta

Pertama, banyak orang berpandangan dengan pandangan yang sempit dan terbatas tentang rezeki. Mereka beranggapan bahwa rezeki hanyalah berupa uang.

Tentu pandangan dan pemahaman ini adalah pandangan yang lemah dan sangat terbatas terhadap hakikat rezeki.

Padahal, iman adalah rezeki, al-Quran adalah rezeki, cinta dan kerinduan kepada Rasulullah adalah rezeki, ilmu adalah rezeki, kesempatan untuk bekerja adalah rezeki, mampunya kita hadir dan mengupayakan ketaatan di kesempatan yang mulia ini pun adalah rezeki, dan pemberi rezeki dari semua rezeki tersebut adalah Zat ar-Razzaaq Allah subhanahu wataala.

Kedua: Fitrah makhluk menyukai kekayaan

Hakikat rezeki kedua, bahwa kebencian terhadap kemiskinan dan kekurangan, serta kecintaan terhadap kekayaan adalah fitrah makhluk-Nya.

Maasyiral muslimin, syariat Islam tidaklah menghalangi naluri setiap pemeluknya, tetapi pada saat yang bersamaan syariat ini mendorong pemeluknya untuk bersikap moderat dan seimbang dalam segala hal, bahkan dalam perkara rezeki.

Di sisi lain, syariat Islam tidak menganjurkan kemiskinan, karena kemiskinan sering kali mendatangkan kekufuran jika tanpa taufik dari Allah subhanahu wataala.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam terbiasa berlindung kepada Allah dari kefakiran dan kekufuran.

Dan pada saat yang sama, syariat ini melarang seorang muslim untuk membabi buta mengejar harta dan menjadikan dunia sebagai tujuan, sehingga ia tersibukkan dengan apa yang telah Allah jaminkan untuknya dan tidak tersibukkan dengan apa yang telah Allah ciptakan untuknya, yakni apa tujuan Allah menciptakan kita.

Allah subhanahu wataala berfirman, al-Quran Surat adz-Dzariyat ayat 56,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.”

Maka, barang siapa yang membabi buta mengejar harta sehingga lupa kepada tugas yang utama, ia sesungguhnya telah merusak agama dan kehidupan dunianya.

Dalam sebuah hadits riwayat Imam Ibnu Majah, hadits nomor 4.105, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengingatkan kita dengan sabdanya,

مَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ فَرَّقَ اللّٰهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ، وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ، وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ. وَمَنْ كَانَتِ الْآخِرَةُ نِيَّتَهُ جَمَعَ اللّٰهُ لَهُ أَمْرَهُ، وَجَعَلَ غِنَاهُ فِي قَلْبِهِ، وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ.

Barang siapa yang menjadikan dunia sebagai tujuannya, maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya, menjadikan kefakirannya di antara kedua matanya, dan tidak akan mendapatkan dari dunia kecuali apa yang telah ditetapkan baginya.

Dan barang siapa yang menjadikan akhirat sebagai tujuannya, maka Allah akan menghimpunkan urusannya, menjadikan kekayaan (selalu merasa cukup) dalam hatinya, dan (harta benda) duniawi datang kepadanya dalam keadaan rendah (tidak bernilai di hadapannya).

Ketiga: Rezeki itu sudah dijamin, namun diperlukan ikhtiar

Maasyiral muslimin, dalam persoalan kadar rezeki, sesungguhnya setiap makhluk sudah ditetapkan kadar rezekinya dan Allah sudah menjaminkannya.

Namun demikian, bukan berarti seorang hamba tidak boleh berusaha untuk mencarinya, dan tidur di rumahnya menunggu rezeki itu datang kepadanya. Tentu ini adalah pemahaman yang keliru dan pandangan yang tidak rasional.

Dalam al-Quran Allah subhanahu wataala secara tegas memerintahkan hamba-Nya untuk berusaha dan berikhtiar. Hal ini tampak di beberapa ayat Al-Quran.

Salah satu di antaranya al-Quran Surat al-Mulk ayat 15, firman Allah,

هُوَ الَّذِيْ جَعَلَ لَكُمُ الْاَرْضَ ذَلُوْلًا فَامْشُوْا فِيْ مَنَاكِبِهَا وَكُلُوْا مِنْ رِّزْقِهٖۗ وَاِلَيْهِ النُّشُوْرُ

Dialah yang menjadikan bumi untuk kamu yang mudah dijelajahi, maka jelajahilah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.”

Dari sini maka, sesungguhnya yang dibutuhkan seorang mukmin dalam perkara rezeki adalah bagaimana membangun sikap ketergantungan yang baik kepada Zat Yang Mahabaik, disertai dengan ikhtiar yang terbaik.

Sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, hadits riwayat Imam at-Tirmidzi nomor 2.344,

لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللّٰهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا يُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُوْ خِمَاصًا وَتَرُوْحُ بِطَانًا

Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan tawakal yang benar, niscaya Allah akan memberi rezeki kepada kalian sebagaimana Dia memberi rezeki kepada burung. Yaitu ia pergi pada pagi hari dalam keadaan perut kempes dan pulang sore hari dalam keadaan buncit (kenyang).”

Seorang hamba semestinya berusaha untuk selalu meminta, mengambil sebab dan melekatkan diri padanya, serta bersandar kepada Zat ar-Razzaq Allah Yang Mahakuasa.

Keempat: Keberlimpahan dan Kefakiran adalah ujian

Di dalam al-Quran, Allah subhanahu wataala membuat suatu penekanan terhadap persoalan ujian bagi seorang hamba.

Ujian tersebut, baik berupa kenikmatan, kekayaan, keberlimpahan dan kemudahan dalam segala urusan, maupun ujian yang berupa kemiskinan, kekurangan harta, rasa takut dan kekhawatiran akan masa depan.

Misalnya, dalam al-Quran Surat al-Fajr ayat 15—16, Allah subhanahu wataala menggambarkan keadaan orang-orang yang diuji, firman-Nya,

فَاَمَّا الْاِنْسَانُ اِذَا مَا ابْتَلٰىهُ رَبُّهٗ فَاَكْرَمَهٗ وَنَعَّمَهٗۙ فَيَقُوْلُ رَبِّيْٓ اَكْرَمَنِۗ

وَاَمَّآ اِذَا مَا ابْتَلٰىهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهٗ ەۙ فَيَقُوْلُ رَبِّيْٓ اَهَانَنِۚ

Maka adapun manusia, apabila Rabb mengujinya lalu memuliakannya dan memberinya kesenangan, maka dia berkata,‘Rabbku telah memuliakanku.’

Namun apabila Rabb mengujinya lalu membatasi rezekinya, maka dia berkata,‘Rabbku telah menghinaku.’”

Begitu pun dalam Surat an-Naml ayat 40, Allah subhanahu wataala mengabadikan sikap Nabiyyullah Sulaiman ‘alaihissalam ketika ia diberi nikmat sekaligus ujian berupa takhta dan kekayaan.

Nabi Sulaiman katakan sebagaimana yang diabadikan dalam firman-Nya,

هٰذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّيْۗ لِيَبْلُوَنِيْٓ ءَاَشْكُرُ اَمْ اَكْفُرُۗ وَمَنْ شَكَرَ فَاِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهٖۚ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ رَبِّيْ غَنِيٌّ كَرِيْمٌ

Ini termasuk karunia Rabbku untuk mengujiku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (nikmat-Nya). Barang siapa bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri, dan barang siapa ingkar, maka sesungguhnya Rabbku Mahakaya, Mahamulia.”

Kelima: Kebahagiaan tidak hanya terletak pada uang

Maasyiral muslimin, betapa banyak orang kaya, mereka memiliki uang yang tak terhitung jumlahnya, hingga dirasa seluruh dunia ada di tangan mereka.

Akan tetapi, kekayaan tersebut tidak menjadikannya orang yang paling bahagia.

Faktor penyebabnya, boleh jadi karena mereka pelit, kikir, dan berbangga-bangga diri sehingga orang di sekitarnya berharap akan kejatuhannya.

Atau karena mereka sakit sehingga dilarang untuk memakan sebagian besar makanan, dan dilarang untuk melakukan banyak hal yang akan berdampak pada sakitnya.

Karena itu, kemiskinan bisa menjadi berkah, dan di sisi lain ia justru mendatangkan malapetaka.

Begitu pun dengan kekayaan, bisa mendatangkan berkah, bisa juga menjadi kutukan. Manakala kekayaan tersebut membuat diri kita lalai dalam beribadah dan melakukan ketaatan kepada-Nya.

Sebagaimana perkataan sahabat Abdullah bin Mas’ud, sebagaimana termaktub dalam Ihya Ulumiddin, juz 4, halaman 200,

مَا مِنْ يَوْمٍ إِلَّا وَمَلَكٌ يُنَادِيْ مِنْ تَحْتِ العَرْشِ: يَا ابنَ آدَمَ، قَلِيْلٌ يَكْفِيْكَ خَيْرٌ مِنْ كَثِيْرِ يُطْغِيْكَ

Tidak ada hari tanpa ada malaikat yang memanggil dari bawah singgasana,‘Wahai anak Adam, sedikit yang membuatmu merasa cukup itu lebih baik daripada banyak yang membuatmu berbuat aniaya dan melampaui batas.’”

Keenam: Jauhilah perkara yang haram dalam persoalan rezeki

Maasyiral muslimin rahimakumullah

Mari kita tanamkan dalam diri kita perasaan takut terhadap perkara-perkara yang haram dalam urusan rezeki dan dalam upaya mencarinya.

Rezeki haram yang seseorang peroleh hanya akan mengantarkannya ke dalam lembah kehinaan, di dunia maupun di akhirat. Rezeki yang diperoleh dengan cara yang tidak Allah ridhai hanya akan mendatangkan malapetaka yang tiada ujung. Dan kenikmatan yang diperoleh dari cara yang tidak baik adalah kenikmatan semu yang sejatinya murka Allah subhanahu wataala.

Nabi shallallahu alaihi wasallam mengingatkan kita dengan sabdanya, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Naim dalam al-Hilyah, juz 10 halaman 27,

فَأَجْمِلُوا فِي الطَّلَبِ وَلَا يَحْمِلَنَّ أَحَدَكُمُ ‌اسْتِبْطَاءُ ‌الرِّزْقِ ‌أَنْ ‌يَطْلُبَهُ بِمَعْصِيَةٍ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُنَالُ مَا عِنْدَهُ إِلَّا بِطَاعَتِهِ

Bersungguh-sungguhlah dalam mencari rezeki, dan janganlah seorang pun di antara kalian mencari rezeki dengan cara bermaksiat kepada Allah, karena sesungguhnya Allah itu Maha Kaya, dan tidaklah diperoleh rezeki itu kecuali dengan cara taat kepada-Nya.”

Dalam riwayat yang lain, hadits riwayat at-Tirmidzi nomor 614, Nabi pun mengingatkan sahabatnya Ka’ab bin ‘Ujrah, beliau katakan,

يَا كَعْبَ بْنَ عُجْرَةَ، إِنَّهُ لَا يَرْبُوَ لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ إِلَّا كَانَتِ النَّارُ أَوْلَى بِهِ.

Wahai Kaab, sekali-kali tidaklah akan tumbuh berkembang daging yang tumbuh dari suht, melainkan nerakalah yang lebih utama baginya.”

Abu Isa yakni Imam at-Tirmidzi berkata bahwa hadits di atas hasan gharib.

Maasyiral muslimin, para ulama menafsirkan kata suhtun sebagai,

كُلُّ مَالٍ اكْتُسِبَ مِنْ حَرَامٍ.

Setiap harta yang diperoleh dari hasil yang haram.”

Dari hadits tersebut disimpulkan bahwa harta yang diperoleh secara haram sungguh akan merugikan orang lain.

Baik harta tersebut berupa hasil riba, suap, judi online, ketidakadilan, menipu, atau bahkan hasil dari memakan hak orang lain dengan sia-sia.

Maka, jika pemiliknya menginfakkannya dalam kebaikan, ia tidaklah akan diterima. Dan jika ia mempergunakannya dalam sesuatu yang dinilainya bermanfaat, maka tidaklah mendatangkan kesyukuran, tetapi justru menjadi musibah bagi pemiliknya, dan sangat berbahaya bagi orang yang senang mengumpulkannya.

Jamaah shalat Jumat yang Dimuliakan Allah Subhanahu Watala

Demikian materi khutah Jumat tentang hakikat rezeki dalam kacamata syariat.

Di akhir khutbah pertama ini mari kita memohon berdoa kepada Allah Ta’ala agar berkenan memberikan kita rezeki yang halal, berkah, dan berlimpah, serta menjadi bekal kita beribadah kepada-Nya di dunia dan berbuah kebaikan untuk kita saat menghadap-Nya kelak di yaumil jaza wal hisab. Aamiin ya Allah.

بَارَكَ اللّٰهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمٍ، وتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ.

KHUTBAH KEDUA

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ، وَلَا عُدْوَانَ إِلَّا عَلَى الظَّالِمِيْنَ. وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَلِيُّ الصَّالِحِيْنَ. وَنَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ إِمَامُ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، وَأَفْضَلُ خَلْقِ اللّٰهِ أَجْمَعِيْنَ، صَلَوَاتُ اللّٰهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ:

يَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْن، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللّٰهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.

قَالَ تَعَالَى: {يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ}، قَالَ تَعَالَى: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا}، وَقَالَ: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا}.

ثُمَّ اعْلَمُوْا فَإِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى رَسُوْلِهِ فَقَالَ: {إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا}. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

عِبَادَ الله، اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَاِيْتَاۤئِ ذِى الْقُرْبٰى وَيَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، فَاذْكُرُوا اللهَ العَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرُ.

Download PDF Materi Khutbah Jumat dakwah.id
Hakikat Rezeki yang Sesungguhnya
di sini:

Semoga bermanfaat!

Topik Terkait

Mubin Amrullah

Direktur Markaz Tahfidz Daarut Tanziil Bogor Jawa Barat, Alumni LIPIA Jakarta dan Magister Dirasah Islamiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Konsentrasi Syariah Islam (Ilmu Studi Islam).

Discover more from Dakwah.ID

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading