Daftar Isi
Tulisan ini adalah bagian kedua dari artikel berjudul Dzulqarnain, Penguasa Dunia yang Melegenda.
Untuk membaca bagian pertama dari kisah ini, silakan baca di sini:
Dzulqarnain, Penguasa Dunia yang Melegenda [1]
Hikmah dan Ibrah dari Kisah Dzulqarnain
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,
“Sungguh aku menyukai karakter Dzulqarnain dan menyukai kisahnya. Karena merupakan cerita terbaik di antara para penguasa.” (Ibnu Taimiyyah, Majmu’ al-Fatawa, 17/22).
Ungkapan Syaikhul Islam di atas, hanyalah salah satu eksperesi kekaguman terhadap Dzulqarnain.
Masih banyak sekali ulama yang memujinya dan begitu tertarik mengkaji kepribadainnya. Karena memang, kisah penguasa yang legendaris ini, sangat layak mendapat perhatian besar dalam sejarah umat manusia.
Betapa tidak, ia merupakan seorang pemimpin yang melakukan ekspedisi besar (fa atba’a sababaa). Bersama para tentaranya, ia menempuh perjalanan ke barat, tempat matahari terbenam (balagha maghriba asy-syamsi). Kemudian berjalan ke timur, tempat matahari terbit (balagha mathli’a asy-syamsi).
Bahkan, menurut sebagian ahli tafsir, perjalanannya tidak berhenti sampai di situ. Setelah berjalan ke timur, ia terus berjalan ke arah utara. Jarang ada raja yang melakukan perjalanan sepanjang itu.
Mengingat betapa pentingnya arti sebuah perjalanan, karena sesingkat apapun itu, selalu ada hikmah bagi yang tekun mencari pelajaran, maka, pada bagian ini, akan diterangkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam kisah Dzulqarnain.
Nilai-nilai itu, menjadi pesan-pesan penting untuk disimak setiap muslim, terutama bagi para pendamba bangkitnya peradaban Islam.
Berikut ini akan dikupas satu per satu point-point penting yang sangat inspiratif saat menyusuri lembaran sejarahnya. Selamat menyimak.
Pertama: Pemimpin dengan Iman yang Berkualitas
Ada satu pertanyaan yang sangat menarik untuk dikaji saat menyelami kisah Dzulqranain, “Seperti apa proses yang ditempuhnya untuk mendapatkan singgasana kerajaan?”. Meski tidak disebutkan secara detail dan terperinci, al-Qur’an telah memberikan jawaban untuk pertanyaan di atas. Tepatnya dalam surat al-Kahfi: 84.
اِنَّا مَكَّنَّا لَهٗ فِى الْاَرْضِ وَاٰتَيْنٰهُ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ سَبَبًا ۙ
“Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di (muka) bumi, dan Kami telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu.”
Berkaitan dengan ayat tersebut, karena dahsyatnya pesona Dzulqarnain, para ulama ahli tashawuf pun tidak mau ketinggalan dalam membahas profil pemimpin idaman ini.
Seperti misalnya, Hujjatul Islam, Imam al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumiddin (4/305), berkata bahwa,
“Seorang hamba tidak memiliki kemampuan kecuali bila tuannya menjadikan dia berkuasa, sebagaimana Allah menceritakan penguasa terbesar bumi yang pernah ada, Dzulqarnanin. Semua kerajaan dan kekuasaannya tiada lain karena Allah menjadikan dia berkuasa di sebagian bumi.”
Komentar senada juga disebutkan oleh Imam al-Qusyairi dalam ar-Risalah al-Qusyairiyyah fi Ilmi ath-Tashawwhuf (hlm. 161),
“Allah mempermudah jalan-jalan untuk Dzulqarnain agar dia berkuasa dan itu tidak diberikan Allah kepada raja-raja yang lain.”
Jika memang kekuasaan itu diberikan langsung oleh Allah kepada Dzulqarnain, pertanyaan berikutnya, “Amalan rahasia apa yang ia kerjakan sehingga dengannya ia mendapatkan keistimewaan tersebut?”
Dalam Ihya’ Ulumiddin, (3/184), disebutkan bahwa seorang rahib datang kepada Hisyam bin Abdul Malik.
Rahib itu ditanya, “Menurutmu, siapakah Dzulqarnain, apakah dia Nabi?”
Ia menjawab, “Bukan. Tetapi telah diberikan kepadanya empat hal. Jika mampu membalas (kezaliman orang lain), dia justru memaafkan. Jika dia berjanji, pasti menepati janji. Jika ia berbicara, jujur kata-katanya. Dan dia tidak menunda pekerjaan hari ini untuk dikerjakan esok hari.”
Empat point yang disebutkan oleh sang rahib, yang melekat pada diri Dzulqarnain, merupakan ciri-ciri orang yang sempurna imannya.
Maka tidak diragukan lagi, bahwa alasan terbesar Allah menganugerahkan kerajaan kepadanya adalah karena ia memiliki kualitas keimanan yang tinggi, sehingga ia berhak mendapatkan tamkin (kejayaan).
Lafal “Innaa makkanna…” dalam ayat di atas, erat kaitannya dengan ayat-ayat lainnya yang berbicara tentang syarat memperoleh tamkin, seperti surat al-Hajj: 41 dan surat an-Nur: 55.
Tamkin itu sendiri bisa dimaknai kedudukan yang tinggi atau kekuasaan.
Kesimpulannya, Dzulqarnain memenuhi syarat-syarat tamkin yang diterangkan dalam dua ayat tersebut, di antaranya adalah: beriman, beramal saleh, mendirikan shalat, membayar zakat, mengajak berbuat makruf dan mencegah dari yang munkar.
Artikel Tsaqafah: Ulama Umat yang Diam Terhadap Kesesatan: Sebuah Pelajaran dari Syaikh Al-Ibrahimi
Kedua: Menegakkan Keadilan tanpa Tebang Pilih
Keteladanan paling berharga dari sang Raja Agung yang menjadi objek utama dalam kajian ini adalah keteguhan hati untuk menegakkan keadilan di antara semua orang.
Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wan Nihayah (2/103), menyebutkan bahwa Allah menyebut sosok Dzulqarnain dan memujinya. Ia menjadi raja yang kekuasannya meliputi penjuru bumi. Dia memimpin dengan penuh keadilan, dan kekuasaannya tidak tergoyahkan.
Adapun salah satu bentuk keadilannya, nampak ketika ia diberi pilihan oleh Allah, apakah ia akan membiarkan orang yang berbuat zalim atau menghukumnya, dengan tegas ia menjawab akan memberi pelajaran kepada pelaku kezaliman.
Singkat kata, ia lebih memilih menjadi raja yang adil. Allah berfirman,
قَالَ اَمَّا مَنْ ظَلَمَ فَسَوْفَ نُعَذِّبُهٗ ثُمَّ يُرَدُّ اِلٰى رَبِّهٖ فَيُعَذِّبُهٗ عَذَابًا نُّكْرًا
“Dzulqarnain berkata, ‘Adapun orang yang menganiaya, maka kelak kami akan mengazabnya, kemudian dia dikembalikan kepada Tuhannya, lalu Tuhan mengazabnya dengan azab yang tiada taranya.’” (QS. Al-Kahfi: 87)
Ketiga: Responsif Terhadap Aduan Rakyat
Seorang raja atau pemimpin, apabila mendapatkan pengaduan dari warga yang hidup berdampingan, hendaknya memberi tanggapan dengan cepat dan tepat.
Ia juga berkewajiban mengerahkan segenap potensi dan kemampuan untuk menjaga stabilitas keamanan dan kenyamanan demi membela tanah air, menjaga kemerdekaan dari cengkaraman para predator; dan menghalau para penyerang.
Hal ini sebagaimana dicontohkan oleh Dzulqarnain Agung, yang begitu cepat dan tanggap dalam merespon aduan warganya dengan membangun benteng untuk melindungi mereka dari ancaman Ya’juj dan Ma’juj.
Hebatnya lagi, bangunan itu masih berfungsi hingga akhir zaman.
Keempat: Sangat Memerhatikan Ilmu Pengetahuan
Bahwa dalam membangun mega infrastruktur, yang dibutuhkan bukan hanya sumber daya manusia dan perlengkapan pendukung, tetapi juga yang terpenting adalah ilmu pengetahuan.
Dzulqarnain menguasai ilmu arsitektur, konstruksi, sekaligus ilmu tentang metalurgi. Dalil untuk poin ini dan poin sebelumnya, tertera di dalam surat al-Kahfi: 93-96.
حَتّٰىٓ اِذَا بَلَغَ بَيْنَ السَّدَّيْنِ وَجَدَ مِنْ دُوْنِهِمَا قَوْمًاۙ لَّا يَكَادُوْنَ يَفْقَهُوْنَ قَوْلًا
“Hingga apabila dia telah sampai di antara dua buah gunung, dia mendapati di hadapan kedua bukit itu suatu kaum yang hampir tidak mengerti pembicaraan.” (QS. Al-Kahfi: 93)
قَالُوْا يٰذَا الْقَرْنَيْنِ اِنَّ يَأْجُوْجَ وَمَأْجُوْجَ مُفْسِدُوْنَ فِى الْاَرْضِ فَهَلْ نَجْعَلُ لَكَ خَرْجًا عَلٰٓى اَنْ تَجْعَلَ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ سَدًّا
“Mereka berkata: ‘Hai Dzulqarnain, sesungguhnya Ya’juj dan Ma’juj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, maka dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu, supaya kamu membuat dinding antara kami dan mereka?’” (QS. Al-Kahfi: 94)
قَالَ مَا مَكَّنِّيْ فِيْهِ رَبِّيْ خَيْرٌ فَاَعِيْنُوْنِيْ بِقُوَّةٍ اَجْعَلْ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ رَدْمًا ۙ
“Dzulqarnain berkata: ‘Apa yang telah dikuasakan oleh Tuhanku kepadaku terhadapnya adalah lebih baik, maka tolonglah aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat), agar aku membuatkan dinding antara kamu dan mereka. (QS. Al-Kahfi: 95)
اٰتُوْنِيْ زُبَرَ الْحَدِيْدِۗ حَتّٰىٓ اِذَا سَاوٰى بَيْنَ الصَّدَفَيْنِ قَالَ انْفُخُوْا ۗحَتّٰىٓ اِذَا جَعَلَهٗ نَارًاۙ قَالَ اٰتُوْنِيْٓ اُفْرِغْ عَلَيْهِ قِطْرًا ۗ
“’Berilah aku potongan-potongan besi!’ Hingga apabila besi itu telah sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, berkatalah Dzulqarnain: “Tiuplah (api itu)”. Hingga apabila besi itu sudah menjadi (merah seperti) api, diapun berkata: ‘Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar aku kutuangkan ke atas besi panas itu.’” (QS. Al-Kahfi: 96)
Kelima: Spirit Membangun Peradaban
Keberhasilan Dzulqarnain dalam membangun mega infrastruktur, menunjukkan bahwa peradaban di masa lalu tidak seprimitif yang dikesankan.
Begitu juga dengan peradaban kuno lainnya yang menyisakan peninggalan-peninggalan supercanggih.
Bahkan, para ilmuwan hari ini, masih kebingungan saat hendak memecahkan misteri kecanggihan teknologi yang tersembunyi di balik hasil temuan para arkeolog.
Artikel Sejarah: 5 Langkah Rasulullah dalam Membangun Masyarakat Islam di Madinah
Hal ini menjadi salah satu bukti yang melemahkan teori evolusi. Sebab, jika flashback ke belakang, mengikuti proses gradual evolusi, semakin jauh ke zaman dahulu, maka, semakin primitiflah keadaan umat manusia.
Namun, asumsi itu terbantahkan dengan banyaknya situs-situs purbakala yang menunjukkan bahwa sejak dahulu, umat manusia sudah memiliki peradaban yang maju.
Firman Allah dalam surat Qaf: 36 semakin memperjelas keterangan ini. Berikut tafsiran sederhana dari ayat tersebut,
“Mengapa orang-orang kafir Quraisy yang mendustakan Nabi tidak berpikir; berapa banyak umat-umat terdahulu yang Allah binasakan sebelum mereka.”
“Sedangkan umat terdahulu itu, jauh lebih besar kekuatannya daripada mereka. Dan bukankah umat yang dibinasakan itu telah mengembara ke berbagai penjuru bumi, dapatkah mereka melarikan diri dari kematian yang menghampiri?”
Keenam: Tetap Tawadhu’ di Puncak Kesuksesan
Pada umumnya, raja-raja dunia yang menyandang gelar superpower dan menorehkan prestasi yang hebat, akan menyombongkan diri. Bahkan ada yang sampai mengaku-ngaku sebagai Tuhan, seperti halnya Fir’aun.
Namun, tidak demikian dengan Dzulqarnain. Justru pelajaran berharga yang bisa dipetik dari kisahnya adalah sifat tawadhu’ yang ia tunjukkan. Ia menisbatkan hasil karyanya kepada Allah, tidak jumawa dengan mengklaimnya sebagai suatu pencapaian pribadi.
Materi Khutbah Jumat: Ulama Pewaris Nabi & Ulama Pewaris Nafsu
Allah Ta’ala berfirman:
قَالَ هٰذَا رَحْمَةٌ مِّنْ رَّبِّيْۚ فَاِذَا جَاۤءَ وَعْدُ رَبِّيْ جَعَلَهٗ دَكَّاۤءَۚ وَكَانَ وَعْدُ رَبِّيْ حَقًّا ۗ
“Dzulqarnain berkata, ‘Ini (bendungan atau benteng) adalah suatu rahmat dari Tuhanku, maka apabila sudah tiba janji Tuhanku, Dia pun menjadikannya rata dengan bumi (hancur lebur); dan janji Tuhanku itu adalah benar.” (QS Al-Kahfi: 98)
Teruslah Menggali Hikmah
Selain keenam point yang sudah dibahas, masih banyak lagi hikmah yang bisa digali lebih dalam lagi.
Misalnya, keteladanan Dzulqarnain yang terlibat langsung dalam proses pembangunan; membaur bersama warga, mengawasi dan ikut merasakan lelahnya pekerjaan besar itu, yang terrekam dalam ayat 95 dan 96 di atas.
Alaa kulli hal, harapannya, artikel sederhana memberi manfaat, baik untuk penulis sendiri dan umumnya bagi para pembaca sekalian. Ammiin. Wallahul muwaffiq ilaa aqwamith thariiq. (Muhammad Faishal Fadhli/dakwah.id)
Referensi:
Al-Quran dan terjemahannya
Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Adzhim,
Tafsir Ath-Thabari, Jami’ al-Bayan fi Ta’wil Ayy al-Qur’an, Jilid 15. Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin at-Turki (Kairo: Hijr Lin Nasyr 2001)
Tafsir al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkami al-Qur’an, Jil. 13, Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin at-Turki, (Muassasah ar-Risalah),
Tafsir al-Bagahwi, Ma’alim at-Tanzil, Jilid 5. (Riyadh: Dar Thaybah)
Tafsir al-Alusi, Ruh al-Ma’ani fi Tafsir al-Qur’an al-Adzhim wa as-Sab’ al-Matsani
Ibnu Katsir, Al-Bidayah wan Nihayah, Jilid 2. Tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin at-Turki
Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari
Imam al-Ghazali, Ihya Ulumiddin,
Muhammad Khair Ramadhan Yusuf, Dzulqarnain: al-Qa’id al-Fatih wa al-Hakim ash-Shalih, (Dar al-Qalam ad-Dar asy-Syamiyah)
Wisnu Tanngap Prabowo, Zulkarnain Agung: Antara Alexander dan Cyrus, (Alvabet: 2020)