Artikel berjudul “Ikhlas Syarat Amal Shalih Diterima” ini merupakan artikel ke-01 dari serial Tazkiyatun Nafsi yang disarikan dari kitab Tazkiyatun Nufus karya Syaikh Ahmad Farid.
***
Ikhlas artinya memurnikan tujuan taqarub kepada Allah subhanahu wata’ala dari hal-hal yang mengotorinya.
Arti lainnya adalah menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan dalam segala bentuk ketaatan.
Arti lainnya, mengabaikan pandangan makhluk dengan cara selalu berkonsentrasi kepada Al-Khaliq.
Syarat Diterimanya Amal Shalih
Ikhlas adalah syarat diterimanya amal shalih yang dilaksanakan sesuai dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Allah telah memerintahkan kita untuk itu dalam firman-Nya,
وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ ەۙ حُنَفَاۤءَ
“Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama.” (QS. Al-Bayyinah: 5)
Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan, seseorang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan bertanya,
“Bagaimana pendapatmu tentang seseorang yang berperang untuk mendapatkan upah dan pujian? Apakah ia mendapatkan pahala?”
Rasulullah menjawab, “Ia tidak mendapatkan apa-apa.”
Orang tadi mengulangi pertanyaannya tiga kali, dan Rasulullah pun tetap menjawab,
“Ia tidak mendapatkan apa-apa.”
Lalu beliau bersabda,
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَا يَقْبَلُ مِنَ الْعَمَلِ، إِلَّا مَا كَانَ لَهُ خَالِصًا وَابْتَغَى بِهِ وَجْهَهُ.
“Sesungguhnya Allah tidak menerima suatu amal, kecuali jika dikerjakan murni karena-Nya dan mengharap wajah-Nya.” (HR. Abu Dawud & An-Nasa’i dengan sanad yang baik)
Abu Sa’id Al-Khudriy radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa pada waktu Haji Wada’, Rasulullah bersabda,
نَضَّرَ اللَّهُ امْرَعًا سَمِعَ مَقَالَتِي فَوَعَاهَا فَرُبَّ حَامِلِ فِقْهِ لَيْسَ بِفَقِيْهِ. ثَلَاثُ لَا يَغِلُّ عَلَيْهِنَّ قَلْبُ امْرِءٍ مُؤْمِنٍ إِخْلَاصُ الْعَمَلِ اللَّهِ، وَالْمُنَاصَحَةُ الأئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ، وَلُزُومُ جَمَاعَتِهِمْ.
“Semoga Allah mencerahkan orang yang mendengar kata-kataku, lalu menjaganya. Betapa banyak orang yang membawa pemahaman, tetapi ia sendiri tidak paham. Tiga hal yang seorang mukmin tidak akan dengki terhadapnya; mengikhlaskan amal kepada Allah, memberikan loyalitas kepada para pemimpin kaum muslimin, dan selalu bergabung dengan jamaah mereka.” (HR. Al-Bazzar, dengan sanad yang hasan; HR. Ibnu Hibban)
Maksudnya, ketiga hal di atas dapat memperbaiki hati.
Barang siapa menjadikan ketiganya sebagai akhlak, pasti hatinya akan bersih dari khianat, kerusakan, dan kejahatan.
Seorang hamba hanya akan selamat dari godaan setan dengan keikhlasan. Allah subhanahu wata’ala berfirman, mengungkapkan pernyataan Iblis,
إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ
“Kecuali hamba-hamba-Mu yang selalu ikhlas.” (QS. Shad: 83)
Diriwayatkan, seseorang yang shalih berkata kepada dirinya sendiri, “Wahai diri, ikhlaslah, maka kamu akan selamat!”
Apabila suatu amal telah tercampuri oleh harapan-harapan duniawi yang disenangi oleh diri dan hati manusia—sedikit ataupun banyak, maka, sungguh, kejernihan amal itu telah tercemari. Hilang pulalah keikhlasan.
Padahal kebanyakan manusia terlena dalam harapan-harapannya dan juga syahwatnya. Hampir tidak ada suatu amalan atau ibadah yang dilakukan oleh seseorang, bisa benar-benar bersih dari harapan-harapan yang sebenarnya tidak berharga ini. Itulah sebabnya ada pepatah,
“Barang siapa yang sesaat dari umurnya telah dengan ikhlas, hanya mengharap wajah Allah, pastilah ia akan selamat. Itu karena begitu mulianya keikhlasan dan begitu beratnya memurnikan hati dari noktah cela.”
Menjadi Orang yang Ikhlas
Ikhlas adalah membersihkan hati dari segala kotoran—sedikit ataupun banyak—sehingga tujuan dari taqarub benar-benar murni karena Allah subhanahu wata’ala, bukan yang lain.
Hal ini hanya akan datang dari seseorang yang mencintai Allah dan menggantungkan seluruh harapannya di akhirat. Tidak tersisa tempat di hatinya untuk mencintai dunia.
Bila ia makan, minum, ataupun membuang hajat, semuanya dikerjakan dengan ikhlas dan dengan niat yang benar. Sedangkan yang tidak bisa berbuat demikian, sesungguhnya pintu ikhlas tertutup rapat baginya, kecuali sedikit saja.
Seseorang yang dipenuhi oleh kecintaan kepada Allah dan akhirat pasti seluruh aktivitas hariannya merupakan cerminan dari cita-citanya, sehingga keseluruhannya dilakukan dengan ikhlas.
Begitu juga dengan orang yang telah dikalahkan oleh gemerlap dunia, derajat, pangkat dan segala sesuatu selain Allah, seluruh aktivitasnya pun merupakan cerminan dari harapan-harapannya. Tidak ada shalat, puasa, atau ibadah lain yang dikerjakan dengan ikhlas, kecuali hanya sedikit saja.
Resep untuk ikhlas adalah memupus kesenangan-kesenangan hawa nafsu dan ketamakan terhadap dunia, serta mengusahakan agar hati selalu fokus kepada akhirat. Hal ini akan sangat memudahkan seseorang untuk menggapai keikhlasan. Banyak orang yang telah berpayah-payah untuk beramal, menyangka bahwa ia melakukannya ikhlas karena Allah. Padahal sesungguhnya ia telah tertipu. Hal ini terjadi, karena ia tidak memperhatikan perkara-perkara yang merusak keikhlasan.
Materi Khutbah Jumat: Menghadapi Kematian Berbekal Iman dan Amal
Sebagaimana dikisahkan, ada seseorang yang selalu menunaikan shalat di shaf pertama. Suatu ketika ia terlambat, dan ia shalat di shaf kedua. Lalu ia diliputi rasa malu karena dilihat oleh orang banyak.
Dari sini, ia tahu, bahwa ketenangan hatinya dalam melaksanakan shalat di shaf pertama selama ini disebabkan oleh pandangan orang-orang kepadanya. Itulah satu contoh, betapa sedikit amal yang dikerjakan dengan ikhlas. Betapa sedikit orang yang menyadarinya, kecuali orang-orang yang mendapatkan taufiq dari Allah.
Adapun orang-orang yang lalai darinya, kelak pada hari kiamat, mereka akan mendapati kebaikan-kebaikan mereka telah berubah jadi keburukan. Tentang mereka, Allah subhanahu wata’ala berfirman,
وَبَدَا لَهُمْ مِّنَ اللّٰهِ مَا لَمْ يَكُوْنُوْا يَحْتَسِبُوْنَ. وَبَدَا لَهُمْ سَيِّاٰتُ مَا كَسَبُوْا
“Dan (pada hari kiamat) jelaslah bagi mereka dari Allah apa-apa yang belum pernah mereka perkirakan. Dan jelaslah bagi mereka keburukan dari apa-apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Az-Zumar: 47-48)
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْاَخْسَرِيْنَ اَعْمَالًا. اَلَّذِيْنَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُوْنَ اَنَّهُمْ يُحْسِنُوْنَ صُنْعًا
“Katakanlah, ‘Maukah kalian kami kabarkan tentang orang- orang yang paling merugi amalan mereka? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia usaha mereka di dunia, sedangkan mereka menyangka telah mengerjakannya dengan sebaik-baiknya.” (QS. Al-Kahfi: 103-104). Wallahu a’lam (Tazkiyatun Nufus, Syaikh Ahmad Farid/dakwah.id)
Serial Tazkiyatun Nafsi terbaru: