إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالإفْكِ عُصْبَةٌ مِنْكُمْ لا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَكُمْ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَكُمْ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ مَا اكْتَسَبَ مِنَ الإثْمِ وَالَّذِي تَوَلَّى كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar.” (QS. An-Nuur: 11)
SEBAB TURUN AYAT/ASBABUN NUZUL
Ayat ini turun pada bulan Sya’ban 5 H. saat Rasulullah kembali dari perang melawan Kabilah Bani Musthaliq. Bani Musthaliq adalah bagian dari suku Khuza’ah yang bermukim di dekat Abwa’, antara Makkah dan Madinah.
Ketika itu, jarak tempuh kafilah Rasulullah dengan kota Madinah tersisa satu marhalah lagi. Ketika Aisyah menyadari waktu malam akan segera berakhir, ia meminta izin turun dari haudaj (haudaj adalah tempat tertutup untuk duduk diatas punggung unta) ingin memenuhi hajatnya.
Setelah selesai, ia segera memasuki haudaj-nya. Kafilah pun kembali berlalu. Namun ia baru sadar ternyata kalung yang ia kenakan tertinggal. Ia meminta kafilah untuk berhenti, lalu kembali ke tempat semula untuk mencari kalungnya yang tertinggal.
Aisyah berhasil menemukan kalung tersebut setelah beberapa saat pencarian.
‘AISYAH TERTINGGAL
Dalam waktu yang bersamaan, datanglah kafilah yang berjalan dibelakangnya. Tanpa pikir panjang, mereka membawa serta haudaj milik Aisyah. Mereka mengira istri Rasulullah itu ada di dalamnya, lalu mereka berjalan kembali.
Melihat haudaj-nya telah dibawa pergi, Aisyah memutuskan untuk kembali kepada kafilah yang menemaninya sejak awal. Namun ternyata mereka juga telah meninggalkan tempat itu. Tinggallah Aisyah dalam kesendirian.
Baca juga: Langkanya Kejujuran di Tahun-tahun Kebohongan
Satu cara yang Aisyah lakukan saat itu, ia menutupi seluruh tubuhnya dengan kain jilbab yang ia kenakan. Ia yakin, ketika kafilah tadi menyadari bahwa istri Rasulullah tertinggal, mereka pasti akan kembali ke tempat ini.
Aisyah masih duduk saja. Sampai lewatlah Safwan bin al-Mu’aththal as-Sulami. Safwan terkejut melihat istri Rasulullah duduk sendirian di tengah padang pasir. Tanpa pikir panjang, Safwan langsung memberi isyarat kepada istri Rasulullah untuk menaiki untanya.
Akhirnya, mereka berdua melalui padang yang luas tanpa satu patah kata pun sampai bergabung dengan kafilah.
Baca juga: Langkanya Kejujuran di Tahun-tahun Kebohongan
ABDULLAH BIN UBAY BIN SALUL, SUMBER FITNAH
Setelah beberapa saat, kaum muslimin memerhatikan kejadian yang nantinya akan dapat membuat keragu-raguan. Termasuk didalamnya Abdullah bin Ubay bin Salul. Ia satu-satunya bagian dari kafilah yang sangat bersemangat untuk menyebarkan berita dusta tentang Aisyah dan Safwan. Sampai tersebarlah berita dusta itu ke dalam pendengaran seluruh kaum muslimin.
Menyaksikan fenomena kemunafikan ini, Aisyah hanya bisa menahan kesedihan dan kepedihan yang begitu mendalam. Bahkan sampai Rasulullah enggan untuk bertutur kata kepada istri tercintanya itu. Lalu Allah menurunkan ayat innalladziina jaa uu…. (An Nuur: 11)
Setelah peristiwa itu, Rasulullah menegakkan had qadzaf kepada beberapa orang yang terlibat dalam penyebaran berita dusta tersebut; Hissan bin tsabit, Misthah bin Utsatsah, Hamnah bintu Jahsy. (Dzahiratu An-Nifaq, Abdurrahman Hasan Habanakah Al-Maidany, 2/8)
ANALISA DAN TADABBUR
Objek ayat ini ditujukan kepada seluruh kaum muslimin. Baik yang jujur atau yang munafik. Kemudian menegaskan bahwa pihak yang menyebarkan berita dusta tersebut adalah bagian dari kaum muslimin itu sendiri.
Ayat ini menjelaskan sebuah peringatan kepada orang-orang mukmin, bahwa isu berita dusta yang tampak di internal kalangan mereka meskipun Rasulullah berada di dalamnya, tidak akan berdampak buruk bagi mereka dan memecah barisan mereka.
Namun justru isu berita dusta yang menyebar dikalangan mereka itu akan memberikan kebaikan bagi mereka seluruhnya.
Merupakan karakter para munafikin adalah menyebarkan berita dusta di tengah kaum muslimin. Harapan mereka, barisan kaum muslimin kaca-balau, rusak, dan terpecah.
Oleh karena itu, selayaknya seluruh kaum muslimin untuk tidak menelan mentah-mentah desus berita yang ditiupkan oleh orang-orang munafik di tengah-tengah mereka. (Dzahiratu An-Nifaq, Abdurrahman Hasan Habanakah Al-Maidany, 2/11)
Dalam kehidupan sosial kaum muslimin, meskipun tarbiyah Islam telah membumi dan karakter masyarakat muslim telah terbentuk, hal itu tidak menutup kemungkinan adanya benih munafik di dalamnya. Jika benih itu terus dibiarkan tumbuh, maka kemunafikan akan merajalela. (Dzahiratu An-Nifaq, Abdurrahman Hasan Habanakah Al-Maidany, 2/11)
Merupakan intisari dari ayat diatas, Allah menetapkan tegaknya had bagi orang yang terbukti memberikan kesaksian palsu. Hukuman bagi mereka adalah jilid sebanyak 80 kali. Bagi mereka laknat di dunia dan adzab yang besar di akhirat.
Namun, Rasulullah tidak menegakkan had kepada Abdullah bin Ubay bin Salul. Abdurrahman Hasan Habanakah Al Maidany berpendapat, faktor yang mendasari sikap beliau adalah karena Abdullah bin Ubay bin Salul menyebarkan isu dusta itu dengan sembunyi-sembunyi, sehingga tidak diketahui oleh kebanyakan kaum muslimin saat itu. (Dzahiratu An-Nifaq, Abdurrahman Hasan Habanakah Al-Maidany) Wallahu a’lam. [Shodiq/dakwah.id]