Kesalahan Orang Tua dalam Mendidik Anak dakwah.id

20 Kesalahan Orang Tua dalam Mendidik Anak

Terakhir diperbarui pada · 2,079 views

Islam memberikan porsi yang cukup besar akan pentingnya mendidik anak. Oleh karena itu, ada banyak hal yang semestinya dipahami dengan baik oleh para orang tua terkait dengan proses pendidikan anak.

Sikap orang tua yang kurang begitu peduli terhadap pendidikan anaknya adalah sikap yang berbahaya.

Kesalahan orang tua dalam mendidik anak akan melahirkan generasi yang tidak berkualitas atau bahkan cenderung buruk. Peradaban pun akan menjadi hancur berkeping. Sebab, pendidikan adalah faktor terpenting dalam membangun dan menjaga eksistensi sebuah peradaban.

Ada banyak kesalahan yang justru sering dipraktikkan oleh para orang tua dalam proses mendidik anak.

Seorang Qadhi yang bergelar doktor di bidang metode pendidikan anak, Jasim Muhammad al-Muthawwi’ dalam tulisannya yang berjudul ‘Isyruna Khata-an Tarbawiyyan Nartakibuha Ma’a Abna-ina menyebutkan setidaknya ada 20 kesalahan yang sering dilakukan oleh orang tua dalam mendidik anak.

Berikut ini penjelasan singkatnya.

 

20 Kesalahan Orang Tua dalam Mendidik Anak

Kesalahan Pertama: Al-Ghadhab

Al-Ghadhab artinya marah. Dalam banyak kasus, rata-rata orang tua meluapkan kemarahan kepada anaknya pada hal-hal yang sebenarnya tak butuh luapan kemarahan tersebut.

Kemarahan yang timbul karena, sebenarnya, akibat dari kalkulasi tekanan-tekanan dalam kehidupan, diluapkan kepada anak ketika ia melakukan kesalahan ringan yang sebenarnya tak perlu dimarahi. Ini keliru.

Maka, dalam konteks mendidik anak, orang tua harus bisa memisahkan sikap antara permasalahan kehidupan yang memicu emosi dengan permasalahan yang diperbuat anak yang masih dalam koridor dapat ditoleransi.

Jangan sampai anak menjadi objek pelampiasan kemarahan, karena justru ini akan berdampak buruk pada diri anak.

Kesalahan Kedua: Al-Istihar

Al-Istihar dalam konteks ini maksudnya adalah mengumbar aib anak.

Banyak orang tua yang mengumbar aib anak di depan orang lain. Seperti menceritakan tentang kondisi anaknya yang masih suka ngompol, kondisi anaknya yang masih juga belum bisa berbicara lancar, kondisi anak yang suka rewel, dan semisalnya.

Perilaku orang tua yang seperti itu sangat kontradiktif dengan proses mendidik anak yang baik. Akibat dari sikap seperti ini, akan meninggalkan pengaruh negatif pada diri anak tanpa disadari oleh orang tua.

Apalagi perbuatan itu dilakukan di depan anak-anaknya. Bisa jadi, perilaku bandel, nakal, suka membantah orang tua yang ada pada diri anak muncul karena sebab ini.

Kesalahan Ketiga: At-Tajassus

At-Tajassus artinya memata-matai.

Sebaiknya orang tua jangan membiasakan diri memata-matai anaknya. Seperti menggeledah saku pakaian atau tas milik anak.

Bukan seperti ini cara mendidik anak.

Kebiasaan ini dapat menumbuhkan rasa ketidakpercayaan anak terhadap orang tuanya, sehingga hubungan antara orang tua dengan anak yang semestinya menguat, justru malah memudar dan menjauh.

Jika ingin mengetahui isi saku pakaian atau tas anak, sebaiknya dilakukan dengan meminta izin terlebih dahulu kepada si anak.

Kesalahan Keempat: Al-Muraqabah

Al-Muraqabah artinya pengawasan.

Banyak orang tua, karena besarnya kewaspadaan terhadap anak, akhirnya melakukan pengawasan yang sangat ketat kepada anak. Seolah-olah orang tua adalah lensa kamera CCTV yang siap mengawasi anak 24 jam non-stop.

Sikap tersebut ternyata kurang baik dalam proses mendidik anak terkait pengawasan.

Sikap orang tua yang bijaksana adalah memberikan sebagian hak kebebasan anak. Anak harus diberi ruang kesempatan untuk berekspresi dan mengaktualisasi diri agar rasa kepercayaan diri pada anak tumbuh dengan baik dan sempurna.

Kesalahan Kelima: Adh-Dharbu

Adh-Dharbu artinya pukulan.

Melayangkan pukulan pada fisik anak, menampar, dan semisalnya, bukanlah cara mendidik anak yang benar.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sama sekali tidak pernah memberikan teladan kepada para orang tua untuk memukul anak karena kesalahannya.

Istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Aisyah radhiyallahu ‘anha, mengabarkan,

مَا ضَرَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا قَطُّ بِيَدِهِ وَلَا امْرَأَةً وَلَا خَادِمًا إِلَّا أَنْ يُجَاهِدَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ

Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa sallam sama sekali tidak pernah memukul dengan tangannya pelayan beliau atau pun seorang wanita pun, kecuali saat berjihad di jalan Allah.” (HR. Muslim No. 4296)

Kesalahan Keenam: At-Tadakhul

At-Tadakhul maksudnya adalah mencampuri urusan pribadi anak.

Banyak orang tua yang mengintervensi hak-hak pribadi yang itu menjadi ruang bagi anak untuk menunjukkan pilihannya.

Seperti persoalan pemilihan pakaian, pilihan makanan kesukaan, pilihan jenis permainan, dan semisalnya. Orang tua tidak bisa memaksakan kehendaknya pada hal-hal tersebut.

Kenapa?

Karena sikap orang tua yang seperti itu justru akan melemahkan kepribadian dan prinsip pada diri anak.

Bijaknya, orang tua memberikan ruang bagi anak untuk menentukan pilihannya. Orang tua cukup mengambil peran menjaga dan mengendalikan agar pilihan-pilihan anak dalam urusan pribadinya tidak keluar dari koridor syar’i dan melampaui batas.

Kesalahan Ketujuh: Al-Mubalaghah bil Ihtimam

Al-Mubalaghah bil Ihtimam artinya berlebihan dalam mengkhawatirkan kondisi anak. Tercakup di dalamnya makna terlalu memanjakan anak.

Misal, memberikan segala keinginan anak di atas batas kewajaran. Atau, terlalu berlebihan dalam mengkhawatirkan anak ketika anak sedang sakit, padahal bukan sakit yang terlalu berat.

Sikap orang tua seperti ini kepada anaknya dapat menumbuhkan sifat pemberontakan dan keberanian anak untuk menentang orang tua. Dalam bahasa jawa disebut nglunjak.

Kesalahan Kedelapan: At-Ta’widh

At-Ta’widh artinya perbaikan. Maksudnya, terlalu berlebihan dalam menuntut anak harus lebih baik dari orang tuanya.

Banyak orang tua yang memaksakan kehendaknya agar anak menjadi sosok manusia yang lebih baik dari dirinya.

Banyak orang tua yang merasa memiliki kekurangan pada beberapa hal lalu menuntut dan memaksa anak agar bisa menutupi kekurangan pada diri orang tuanya tersebut.

Banyak orang tua yang belum berhasil mencapai suatu hal pada masa lalunya kemudian memaksa anak untuk bisa mewujudkannya.

Ini adalah sikap yang keliru. Sikap ini justru akan menjebak anak pada kekurangan atau kegagalan pada hal lain yang semestinya ia mampu dan dapat meraihnya.

Kesalahan Kesembilan: Al-Himayah

Al-Himayah artinya penjagaan.

Penjagaan yang berlebih (over protektif) pada diri anak ternyata dapat menumbuhkan sikap negatif pada mental anak. Anak akan menjadi penakut dalam banyak hal. Takut terhadap ancaman, takut ketika diberi suatu tugas, dan semisalnya.

Mental anak menjadi lemah. Karena ia selalu bergantung pada perlindungan orang tuanya, sehingga kurang berani menghadapi tantangan.

Kesalahan Kesepuluh: Al-Ittiham

Al-Ittiham artinya tuduhan.

Masih banyak orang tua yang melemparkan tuduhan kepada anaknya tanpa alasan dan argumen yang jelas dan dapat dipahami oleh anak.

Ini cara mendidik anak yang tidak dibenarkan sama sekali.

Sikap ini dapat menimbulkan ketakutan berlebih pada diri anak. Anak menjadi selalu merasa bersalah tanpa tahu dengan jelas letak kesalahannya.

Kesalahan Kesebelas: Katsratul Intiqad

Katsratul Intiqad artinya berlebihan dalam mengkritik.

Orang tua yang terlalu berlebihan dalam mengkritik tindakan dan sikap anak dapat melemahkan mental anak. Anak menjadi sulit untuk yakin dalam berbuat atau menentukan pilihannya. Anak akan selalu merasa digelayuti keraguan dan kebimbangan. Ini cara mendidik yang keliru.

Sikap yang benar, ketika orang tua tidak sependapat dengan sikap atau pilihan anak, orang tua hadir berdiskusi dengan cara yang baik sesuai dengan kemampuan logika anak.

Kesalahan Kedua belas: Al-Intiqad ad-Daim

Al-Intiqad ad-Daim artinya selalu memberi komentar atau kritikan.

Hampir mirip dengan kekeliruan nomor sebelas. Masih banyak dijumpai orang tua yang mengomentari atau menceramahi anak setiap kali ia berbuat kekeliruan, baik itu kekeliruan besar atau kekeliruan yang skalanya kecil.

Cara ini kurang tepat. Alangkah baiknya jika proses perbaikan atas kesalahan anak dilakukan ketika, misalnya, anak melakukan dua atau tiga macam kekeliruan, ia luruskan dalam satu waktu.

Cara ini dapat menghindarkan rasa bosan anak dalam mendengarkan nasehat dan petuah orang tua. Sebab, jika anak sudah merasa bosan mendengar nasehat orang tua, proses perbaikan tidak akan pernah tercapai.

Kesalahan Ketiga belas: Tarku Ad-Du’a

Tarku ad-Du’a artinya tidak mendoakan.

Orang tua yang memberikan banyak pengarahan kepada anak belum cukup jika tidak dilengkapi dengan banyak-banyak mendoakan anak. Sebab, hanya Allah ‘azza wajalla yang mampu membentuk dan mengubah karakter kepribadian anak.

Oleh sebab itu, sudah selayaknya proses mendidik anak selalu diiringi dengan doa.

Bahkan, sebelum Allah ‘azza wajalla mengaruniakan anak pun para orang tua sudah diperintahkan untuk berdoa, ketika hendak berjimak.

Kesalahan Keempat belas: Faudha Al-La’bi

Faudha al-La’bi artinya membiarkan dalam permainan.

Masih banyak dijumpai orang tua yang terlalu membiarkan anak dalam urusan permainan. Terutama permainan elektronik atau gadget.

Pembiaran ini akan menumbuhkan beberapa penyakit mental pada diri anak seperti kecanduan gadget, gangguan terlambat bicara (speech delay), atau lainnya.

Maka, orang tua harus mengatur sedemikian rupa waktu yang diberikan kepada anak untuk bermain gadget.

Kesalahan Kelima belas: Al-Istihza’ bil Ashdiqa’

Al-Istihza’ bil Ashdiqa’ artinya menjelek-jelekkan teman. Masih dijumpai orang tua yang suka menjelek-jelekkan teman anak di kisaran umurnya yang masih 10-14 tahun, karena anak lebih sering bersama temannya daripada bersama orang tuanya.

Ini adalah sikap yang keliru. Sikap ini justru akan semakin melemahkan hubungan anak dengan orang tuanya.

Materi Khutbah Jumat: Muhasabah Diri Setiap Hari

Dengan demikian, jiwa sosial anak akan tetap tumbuh dan kedekatannya dengan orang tua juga tetap kuat.

Kesalahan Keenam belas: At-Tabarru’ bil Hulul

At-Tabarru’ bil Hulul artinya menyerahkan penyelesaian masalah kepada pihak lain.

Masih dijumpai orang tua yang masa bodoh terhadap masalah yang sedang menimpa anaknya, lalu memilih untuk menyerahkan penyelesaiannya kepada pihak lain seperti konsultan, dan semisalnya. Padahal, orang tua sebenarnya mampu membantu menyelesaikan permasalahan anaknya.

Ini adalah sikap yang kurang baik bagi perkembangan anak.

Anak akhirnya berpikir bahwa orang tuanya tidak mampu membantunya menyelesaikan masalah.

Ia akan selalu bergantung kepada pihak lain ketika ada masalah, tidak ada harapan akan kehadiran orang tua dalam penyelesaiannya.

Kesalahan Ketujuh belas: La lil Qanun

La lil qanun artinya anti terhadap aturan.

Orang tua sama sekali tidak memerhatikan proses pendidikan anak dalam tumbuh kembangnya. Tidak mengajarinya bagaimana tata tertib makan, tidur, adab terhadap orang tua, dan sebagainya.

Walhasil, anak tumbuh tanpa mengerti aturan hidup. Anak menjadi liar.

Kesalahan Kedelapan belas: Kalimat Jarihah

Kalimat Jarihah artinya kata-kata sadis.

Masih banyak orang tua yang mengajarkan kata-kata sadis, kasar, menyakiti hati, dan jorok kepada anaknya baik secara sengaja atau tidak disengaja.

Sikap ini sama sekali bertentangan dengan adab yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kesalahan Kesembilan belas: At-Tanaqudh

At-Tanaqudh artinya inkonsistensi.

Orang tua yang menunjukkan sikap inkonsistensi di hadapan anaknya, dapat menumbuhkan mental labil pada diri anak.

Kesalahan Kedua puluh: Insyighal Al-Walidain

Insyighal al-Walidain artinya kesibukan orang tua.

Kebanyakan orang tua lebih sibuk pada urusannya masing-masing di sepanjang hari hingga lupa memberikan waktu yang cukup untuk bercengkerama dengan anaknya. Akhirnya, pada diri anak tumbuh sikap ketidakpedulian terhadap orang tuanya.

Lebih parah lagi, anak akan mencari pelarian pada hal-hal yang sifatnya negatif.

Inilah dua puluh kekeliruan yang sering dilakukan para orang tua ketika proses mendidik anak.

Jika orang tua tidak segera mengubah pola sikap yang keliru ini, mustahil ia akan mendapatkan hasil yang baik dalam proses mendidik anaknya. Wallahu a’alm (Sodiq Fajar/dakwah.id)

 

 

Bacaan selanjutnya:
Apakah Boleh Menjadikan Anak Angkat Sebagai Ahli Waris?

Topik Terkait

Sodiq Fajar

Bibliofil. Pemred dakwah.id

2 Tanggapan

Alhamdulillah…inspiratif sekali

Alhamdulillah. Semoga manfaatnya dirasakan oleh seluruh kaum muslimin hingga ke pelosok negeri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *