Tulisan yang berjudul “Inti dari Ilmu Menurut Imam Al-Ghazali” ini adalah seri ke-28 dari serial Materi Kultum Ramadhan 1446 H yang ditulis oleh Ustadz Yasir Abdull Barr.
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ.
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ إِلَهُ الْأَوَّلِينَ وَالْآخِرِينَ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ خَاتَمُ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِينَ.
أُوصِيْكُمْ وَإِيَّايَ نَفْسِي بِتَقْوَى اللَّهِ فَإِنَّهُ خَيْرُ زَادِ الرَّاحِلِينَ. أَمَّا بَعْدُ.
Jamaah shalat Tarawih yang dirahmati Allah
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah Ta’ala. Berkat limpahan karunia, kekuatan, dan taufik-Nya semata, kita masih mampu menjalankan perintah-perintah-Nya dan meninggalkan larangan-larangan-Nya, terlebih dalam bulan Ramadhan yang sangat mulia ini.
Shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada suri teladan kita, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beserta segenap keluarga dan sahabatnya.
Semoga kita termasuk umatnya yang konsisten menjalankan syariatnya, dan kelak di akhirat beruntung karena mendapatkan limpahan syafaatnya. Amiin.
Inti dari Ilmu Menurut Imam Al-Ghazali
Jamaah shalat Tarawih yang dimuliakan Allah
Dalam risalah Ayyuhal Walad, Imam Abu Hamid al-Ghazali (w. 505 H) mengatakan,
خُلَاصَةُ الْعِلْمِ أَنْ تَعْلَمَ أَنَّ الطَّاعَةَ وَالْعِبَادَةَ مَا هِيَ.
“Inti dari ilmu adalah engkau memahami apa itu ketaatan dan ibadah.”
Memahami hakikat ketaatan dan ibadah adalah inti ilmu. Sebab, Allah Ta’ala menciptakan manusia semata-mata untuk beribadah kepada-Nya semata dan melakukan amalan terbaik untuk menghadap-Nya kelak di akhirat.
Jadi, ilmu yang tidak mengenalkan dan mengantarkan manusia untuk beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala dan menaati-Nya bukanlah ilmu yang bermanfaat.
Allah Ta’ala berfirman, dalam al-Quran Surat adz-Dzariyat ayat 56,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.”
Dan dalam Surat al-Mulk ayat 2,
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
“Yaitu yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.”
Jamaah shalat Tarawih yang dimuliakan Allah
Imam al-Ghazali menjelaskan kepada kita apa itu ibadah dan ketaatan. Beliau mengatakan,
اِعْلَمْ: أَنَّ الطَّاعَةَ وَالْعِبَادَةَ مُتَابَعَةُ الشَّارِعِ فِي الْأَوَامِرِ وَالنَّوَاهِي، بِالْقَوْلِ وَالْفِعْلِ. يَعْنِي كُلُّ مَا تَقُولُ وَتَفْعَلُ وَتَتْرُكُ قَوْلَهُ وَفِعْلَهُ يَكُونُ بِاقْتِدَاءِ الشَّرْعِ،
“Ketahuilah, bahwa ketaatan dan ibadah adalah senantiasa mengikuti perintah-perintah syariat serta menjauhi larangan-larangan syariat dalam semua ucapan dan perbuatan.
Maksudnya adalah setiap ucapanmu dan perbuatanmu, juga segala ucapan dan perbuatan yang engkau tinggalkan, selalu mencontoh ketentuan syariat.”
Jamaah shalat Tarawih yang dimuliakan Allah
Dalam pernyataannya tersebut, Imam al-Ghazali menjelaskan bahwa istilah “ibadah” dan “ketaatan” sebenarnya merupakan sinonim. Kedua kata tersebut memiliki pengertian yang sama, yaitu hendaknya setiap ucapan dan perbuatan seorang hamba senantiasa sesuai dengan tuntunan syariat Allah.
Jika dia berkata, maka perkataannya tersebut sesuai dengan ketentuan syariat. Dia hanya mengucapkan perkataan yang diwajibkan, disunahkan, atau diperbolehkan oleh syariat.
Jika dia diam, maka diamnya sesuai ketentuan syariat. Dia menjaga lisannya dari mengucapkan perkataan yang dibenci, dilarang, dan dimurkai oleh Allah.
Baca juga: Pengertian Syariat Islam yang Perlu Anda Pahami dengan Baik
Jika dia berbuat, maka perbuatannya tersebut sesuai dengan ketentuan syariat. Dia hanya melakukan perbuatan yang diwajibkan, disunahkan, atau diperbolehkan oleh syariat Allah.
Jika dia tidak berbuat, maka dia tidak berbuat sesuai ketentuan syariat. Dia meninggalkan perbuatan yang diharamkan atau dimakruhkan oleh syariat Allah.
Imam al-Ghazali menjelaskan bahwa tashawuf yang benar itu tegak di atas ketaatan dan komitmen seorang muslim kepada syariat Allah. Seorang shufi sejati berupaya agar semua ucapan dan perbuatannya sesuai dengan ketentuan syariat Islam.
Shufi sejati adalah orang yang belajar al-Quran dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu mengamalkannya dengan konsekuen.
Orang yang mengklaim dirinya pengikut shufi, namun tidak mempelajari dan mengamalkan syariat Islam dengan konsekuen, sebenarnya adalah shufi palsu.
Materi Kultum 11: Ciri Wali Allah yang Sesungguhnya
Jamaah shalat Tarawih yang dimuliakan Allah
Lebih lanjut Imam al-Ghazali memberikan contoh-contoh penjelas atas uraian beliau tersebut. Imam al-Ghazali mengatakan,
كَمَا لَوْ صُمْتَ يَوْمَي الْعِيدِ وَأَيَّامَ التَّشْرِيقِ تَكُونُ عَاصِيًا، أَوْ صَلَّيْتَ فِي ثَوْبٍ مَغْصُوبٍ وَإِنْ كَانَتْ صُورَتُهُ عِبَادَةً تَأْثَمُ.
“Contohnya, jika engkau melakukan shaum pada dua hari Id dan hari-hari tasyriq, maka engkau telah bermaksiat.
Atau engkau melaksanakan shalat dengan memakai pakaian hasil merampok, maka engkau telah berdosa, meskipun secara lahiriah shalat yang engkau lakukan itu adalah ibadah.”
Dalam contoh-contoh tersebut, Imam al-Ghazali menjelaskan bahwa syarat diterimanya ibadah dan ketaatan bukanlah niat ikhlas semata. Ibadah dan ketaatan harus memenuhi syarat lainnya, yaitu dilaksanakan dengan cara yang ditentukan oleh syariat Allah.
Seseorang boleh jadi melakukan shaum dengan niat ikhlas demi mencari ridha Allah semata. Namun, jika pelaksanaannya melanggar ketentuan syariat, niscaya shaum tersebut tidak sah secara fikih, dan tidak mendapatkan pahala di sisi Allah. Bahkan pelakunya berdosa di sisi-Nya.
Misalnya, ia melakukan shaum pada hari-hari yang diharamkan shaum: hari Idul Fitri (1 Syawal), hari Idul Adha (10 Zulhijjah), dan hari-hari tasyriq (tanggal 11, 12, dan 13 Zulhijjah).
Seseorang boleh jadi melakukan shalat dengan niat ikhlas demi mencari ridha Allah semata. Namun, apabila pakaian yang dipakainya dalam shalat tersebut hasil dari mencuri atau merampok, niscaya dia berdosa.
Shalatnya secara hukum fikih sah, namun sangat mungkin shalatnya di sisi Allah tidak diterima, karena dia mencampurinya dengan dosa kezaliman terhadap sesama manusia.
Jamaah shalat Tarawih yang dimuliakan Allah
Imam al-Ghazali mengakhiri penjelasannya dengan menyampaikan sebuah nasIhat penting. Beliau berkata,
يَنْبَغِي لَكَ أَنْ يَكُونَ قَوْلُكَ وَفِعْلُكَ مُوَافِقًا لِلشَّرْعِ إِذِ الْعِلْمُ وَالْعَمَلُ بِلَا اقْتِدَاءِ الشَّرْعِ ضَلاَلَةٌ.
“Semua ucapanmu dan perbuatanmu hendaklah sesuai dengan ketentuan syariat. Sebab ilmu dan amal tanpa mengikuti syariat adalah sebuah kesesatan.”
Demikian materi kultum Ramadhan dengan judul “Inti dari Ilmu Menurut Imam Al-Ghazali”. Semoga kita termasuk golongan umat Islam yang mempelajari dan mengamalkan syariat Allah dengan penuh keikhlasan, kedisiplinan, kesabaran, dan konsekuen. Amiin. (Yasir Abdull Barr/dakwah.id)