Materi Khutbah Idul Adha
Mencetak Generasi Rabbani
Pemateri: Naufal Masunika
Ketua yayasan Griya Keluarga Sakinah
*) Link download file PDF materi khutbah Idul Adha ini ada di akhir tulisan
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. نَشْهَدُ أَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ونَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا وَرَسُوْلِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى ا للهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ،
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى الله عَزَّ وَجَلَّ والتَّمَسُّكِ بِهَذَا الدِّينِ تَمَسُّكًا قَوِيًّا. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَيْطَانِ الرَجِيْمِ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
اَلله اَكْبَرُ اَلله اَكْبْرُ اَللهُ اَكْبَرُ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهَ وَاللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
Saudaraku, jamaah shalat Idhul Adha rahimakumullah
Alhamdulillah, segala puji hanyalah kepunyaan Allah. Hanya kepada-Nya kita memohon pertolongan, meminta perlindungan serta mengharap pengampunan dan ampunan. Dan hanya kepada-Nya seluruh peribadatan kita peruntukkan dan hanya kepada-Nya kita berserah diri.
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Katakanlah: sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb Semesta Alam.” (QS. Al-An’am: 162)
Pagi ini kaum muslimin berbondong-bondong menuju tanah lapang dan masjid-masjid Allah untuk memperingati satu di antara sekian banyak hari-hari Allahyang kelak akan menjadi saksi tentang jiwa-jiwa suci yang berjuang menggapai ketinggian.
Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam surat Ibrahim ayat 5,
وَذَكِّرْهُمْ بِأَيَّامِ اللَّهِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِكُلِّ صَبَّارٍ شَكُورٍ
“Dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap orang penyabar dan banyak bersyukur.”
Visi dan Misi Keluarga Muslim
اَلله اَكْبَرُ اَلله اَكْبْرُ اَللهُ اَكْبَرُ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهَ وَاللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
Saudaraku, jamaah shalat Idhul Adha rahimakumullah
Dienul Islam yang mulia telah menetapkan visi keluarga muslim, yaitu keridhaan Allah, masuk Surga-Nya, dan terhindar dari Neraka-Nya.
Allah Taala berfirman dalam surat al-An’am ayat 162,
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Katakanlah: sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam.”
Lalu firman Allah subhanahu wata’ala dalam surat Ali Imran 185,
فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ
“Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung.”
Misi utama meraih ridha Allah, masuk Surga, dan terhindar dari Neraka ini tak akan dapat dicapai selain dengan menaati Allah, menjadikan al-Quran sebagai undang-undangnya, serta menjadikan sabda nabi-Nya sebagai perintah. Tidak ada jalan lain melainkan dengannya.
Setiap muslim hendaknya bersungguh-sungguh membangun rumah tangga di atas ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya serta memiliki visi jauh ke depan dalam mewujudkan cita-cita melahirkan generasi yang bertakwa, generasi rabbani yang mengemban misi membangun peradaban, memimpin dunia serta menjadi kebanggaan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Generasi Rabbani Lahir dari Keturunan yang Berkualitas
Allah Ta’ala berfirman dalam surat al-Furqan ayat 74,
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَاماً
“Dan orang-orang yang berkata: “Wahai Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.”
Mari kita sedikit merenungkan dan mentadaburi ayat ini. Bagaimana ayat ini terlebih dahulu berbicara tentang menginginkan pasangan, baru kemudian keturunan. Berbicara tentang qurrata a’yun, baru kemudian tentang pemimpin di kalangan orang-orang yang bertakwa.
اَلله اَكْبَرُ اَلله اَكْبْرُ اَللهُ اَكْبَرُ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهَ وَاللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
Saudaraku, jamaah shalat Idhul Adha rahimakumullah
Prinsip utama dan paling mendasar yang melandasi syariat nikah adalah menjamin keberlangsungan hidup dengan melestarikan keturunan. Sejatinya, menurut Imam Ibnul Jauzi rahimahullah Ta’ala dalam kitab Shaid al-Khatir,
“Jiwa-jiwa mulia manusia enggan untuk membuka aurat dan melakukan persenggamaan, sesuatu yang menurutnya tidak dianggap baik. Maka Allah menciptakan syahwat (yang dirahmati)sebagai pendorong pernikahan, sehingga tujuan mendapatkan keturunan ini bisa diraih.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
اِتَّقُوا اللهَ فِـي النِّسَـاءِ، فَإِنَّكُمْ أَخَذْتُمُوْهُنَّ بِأَمَـانَةِ اللهِ، وَاسْـتَحْلَلْتُمْ فُرُوْجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللهِ،
“Bertakwalah kepada Allah dalam perihal wanita. Karena sesungguhnya kalian mengambil mereka dengan amanah Allah dan dihalalkan atas kalian kemaluan mereka dengan kalimat Allah.” (HR. Muslim no. 1218)
Dalam upaya memperoleh keturunan, terkandung nilai-nilai taqarrub kepada Allah yang bisa ditinjau dari beberapa aspek.
Pertama, Bahwasanya upaya mendapatkan keturunan selaras dengan sunnatullah untuk memelihara keberlangsungan hidup manusia dan taaruf serta berinteraksi membangun hubungan antar sesama manusia.
Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam surat al-Hujurat ayat 13,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.”
Kedua, selain mendapatkan ridha Allah, hal ini sebagai upaya untuk meraih cinta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan menjadi kebanggaan beliau dengan memperbanyak keturunan.
تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ فَإِنِّى مُكَاثِرٌ بِكُمُ الْأُمَمَ
“Nikahilah wanita yang penyayang yang subur punya banyak keturunan karena aku bangga dengan banyaknya umatku pada hari kiamat kelak.” (HR. Abu Daud No. 2050; HR. An-Nasai No. 3229)
Ketiga, dengan menikah seseorang juga bisa meninggalkan anak shalih yang kelak mendoakannya ketika ia telah meninggal.
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Jika anak cucu Adam wafat maka terputuslah amalannya, kecuali dari tiga hal: sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang selalu mendoakannya.”(HR. Muslim no. 3084)
Pernikahan juga dimaksudkan sebagai kaderisasi keimanan untuk membentuk generasi Rabbani di masa depan.
Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam surat ath-Thur ayat 21,
وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ ۚ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ
“Dan orang-orang yang beriman, beserta anak cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, Kami pertemukan mereka dengan anak cucu mereka (di dalam surga), dan Kami tidak mengurangi sedikit pun pahala amal (kebajikan) mereka. Setiap orang terikat dengan apa yang dikerjakannya.”
Kalau ditarik benang merahnya, maka bisa disimpulkan bahwa pemimpin hebat dilahirkan dari rahim sebuah rumah yang telah berhasil memimpin, mengawal, dan membimbing keluarganya hingga menjadi insan bertakwa yang menyejukkan pandangan mata. Anak-anak qurrata a’yun yang dilahirkan dari rahim seorang ibu yang istimewa dan dibesarkan oleh seorang ayah yang hebat.
Role Model Generasi Rabbani
اَلله اَكْبَرُ اَلله اَكْبْرُ اَللهُ اَكْبَرُ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهَ وَاللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
Saudaraku, jamaah shalat Idhul Adha rahimakumullah
Proses mencetak generasi rabbani kebanggan Nabi, tidak bisa dipisahkan dari role model dua keluarga manusia mulia. Yakni sosok ayah hebat abul anbiya’, bapak dari para Nabi, Ibrahim alaihissalam dan Rasulullah Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Dua sosok yang ditunjuk Allah Ta’ala menyandang gelar kebesaran sebagai uswah hasanah. Sebagaimana dimuat setidaknya dalam 3 ayat di al-Quran,
Dalam surat al-Ahzab ayat 21,
قَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.”
Dalam surat al-Mumtahinah ayat 4,
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ
“Sungguh, telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya.”
Dalam surat al-Mumtahinah ayat 6,
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيهِمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ
“Sungguh, pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) terdapat suri teladan yang baik bagimu;(yaitu) bagi orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) hari kemudian.”
Saudaraku, jamaah shalat Idhul Adha rahimakumullah
Setiap memasuki momen Dzulhijjah atau saat menunaikan ibadah haji dan umrah, maka pikiran kita kembali mengembarapada peristiwa beberapa abad silam tentang sosok teladan terbaik sepanjang masa Nabiyullah Ibrahim alaihissalam.
Bahkan di setiap shalat, kita diperintahkan bershalawat kepadanya selain kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Seolah Allah ingin mengabarkan, bahwa inilah hamba-Ku yang saleh dan diri dan keluarganya layak sebagai teladan dan panutan dalam ketaatan sepanjang perjalanan kehidupan.
Satu-satunya manusia yang perilaku dirinya dan keluarganya diabadikan Allah menjadi rangkaian ibadah haji dan umrah. Wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah, melempar Jumrah di Mina, Thawaf dan Sa’i. Begitu seterusnya.
Pada dirinya melekat kuat figur ayah teladan, bahkan karakter kuat keluarganya layak menjadi suri teladan. Ibrahim sebagai ayah, Ismail anaknya, dan Hajar sebagai istri Ibrahim maupun ibunya Ismail.
Saat Nabi Ibrahim meninggalkan Ibunda Hajar dan Ismail putranya di Kakbah, di samping pohon besar, di atas sumur Zam-zam, beliau hanya membekali sekantong kurma dan air dalam geriba. Padahal kala itu di tempat tersebut tidak ada seorang pun penghuni dan tidak ada air.
Sang istri pun mengikutinya dan berkata, “Hai Ibrahim, Anda hendak ke mana, meninggalkan kami di lembah yang tiada sesuatu pun dan manusia seorang pun?”
Berkali-kali dia mengulang pertanyaan itu, tapi Ibrahim sama sekali tidak menoleh.
Setelah tidak mendapatkan jawaban, ia bertanya, “Apakah Allah yang memerintahkanmu?”
Ibrahim menjawab: “Iya.”
Hajar pun berkata, “Kalau begitu Allah tidak akan menyia-nyiakan kami!”
Setiba di Tsaniyyah al-Wada’ Ibrahim pun menghadapkan wajahnya ke Kakbah, seraya berdoa, sebagaimana termaktub dalam surat Ibrahim ayat 37,
رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ
“Ya Rabb, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati.”
Di ayat sebelumnya Ibrahim juga berdoa, sebagaimana termaktub dalam surat Ibrahim ayat 35,
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَٰذَا الْبَلَدَ آمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa,“Ya Rabb, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku agar tidak menyembah berhala.”
Melalui doa yang diabadikan Allah dalam al-Quran ini, Ibrahim mengajarkan kepada kita tentang betapa pentingnya memilihkan lingkungan tempat tumbuh kembang anak-anak kita dan menjauhkan anak keturunan kita dari kemusyrikan.
Bukan masalah di desa atau kota, rumah yang besar atau kecil, bagus atau tidak, namun yang harus dipastikan lingkungan tersebut aman untuk mendidik dan mengawal pertumbuhan anak keturunan kita.
Kemudian Nabi Ibrahim alaihissalam juga berdoa, sebagaimana termaktub dalam surat Ibrahim ayat 37,
رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
“Ya Rabb, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Rabb (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan salat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.”
Sebuah untaian doa yang sungguh luar biasa. Lihatlah bagaimana Ibrahim memilih tempat istimewa untuk istri dan anaknya, yakni di dekat rumah Allah yang mulia. Meskipun ia berada di sebuah lembah yang tandus, tiada pepohonan dan tanam-tanaman. Tujuannya tidak lain agar kelak keluarganya menjadi orang-orang yang senantiasa menegakkan shalat.
Inilah pendidikan keluarga. Begitulah seharusnya kita memilihkan lingkungan untuk istri dan anak-anak kita. Tidak hanya melihat kelengkapan fasilitas fisik, namun prioritas dan fokusnya adalah tidak jauh dari tempat ibadah, agar mereka menegakkan shalat dan termasuk golongan orang-orang yang mendapatkan petunjuk.
Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam surat at-Taubah ayat 18,
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ ۖ فَعَسَىٰ أُولَٰئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ
“Sesungguhnya, yang memakmurkan masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta (tetap) melaksanakan salat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada apa pun) kecuali kepada Allah. Maka mudah-mudahan mereka termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk.”
اَلله اَكْبَرُ اَلله اَكْبْرُ اَللهُ اَكْبَرُ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهَ وَاللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
Saudaraku, jamaah shalat Idhul Adha rahimakumullah
Ibrahim ‘alaihissalam juga berdoa agar Allah Ta’ala menjadikan istri dan anak keturunannya memiliki kemuliaan akhlak sehingga disukai masyarakat serta membuat kebanyakan manusia merasa nyaman saat berinteraksi dengan mereka. Pengakuan sosial dan eksistensi diri dengan akhlak mulia adalah sebuah pendidikan yang luar biasa.
Baru kemudian Ibrahim ‘alaihissalam meminta rezeki berupa materi untuk keturunannya, yakni agar Allah menganugerahkan rezeki yang baik-baik berupa buah-buahan, agar mereka menjadi hamba-hamba Allah yang bersyukur.
Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam surat al-Isra’ ayat 70,
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ
“Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik.”
Maka, begitulah seharusnya. Rezeki yang Allah karuniakan hendaknya membuat kita semakin bertambah rasa syukur. Bukan justru sebaliknya, bertambahnya rezeki dan kemudahan yang Allah berikan, malah membuat semakin kufur. Wal’iyadzubillah.
Ibrahim menyadari bahwa ia tengah berada di padang pasir yang tandus dan diakuinya sendiri tidak ada tanam-tanaman, pohon saja tidak mungkin tumbuh apalagi buah-buahan. Namun beliau berdoa dengan sesuatu yang melampaui batas nalar manusia.
Sebuah pengakuan, bahwa Allah maha kuasa dan kekuasaannya tidak berbatas dan beliau tidak ingin membatasi Allah subhanahu wata’ala dengan logika dirinya.
Semoga Allah subhanahu wata’ala menganugerahi kita kemampuan untuk meneladani sosok panutan ideal keluarga dengan cahaya Ilahiah, sang khalilullah Ibrahim alaihissalam dan Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Wallahul musta’an
أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ: بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ؛ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
KHUTBAH KEDUA
اَلله اَكْبَرُ اَلله اَكْبْرُ اَللهُ اَكْبَرُ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهَ وَاللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. فَيَا عِبَادَ اللهِ اِتَّقُوْا اللهَ فِيْ السِّرِّ وَالْعَلَنِ فَإِنَّهَا تُرْضَى الْمَلِكُ الْخَلَاقِ. إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ.
اَللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَا تَحُوْلُ بِهِ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعَاصِيْكَ، وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَا بِهِ جَنَّتَكَ، وَمِنْ اليَقِيْنِ مَا تُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مَصَائِبَ الدُّنْيَا، اَللَّهُمَّ مَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا، وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا، وَاجْعَلْ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ ظَلَمَنَا، وَانْصُرْنَا عَلَى مَنْ عَادَانَا، وَلاَ تَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِيْ دِيْنِنَا، وَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا، وَلاَ مَبْلَغَ عِلْمِنَا، وَلاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا.
اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَناَ دِينَناَ الَّذِيْ هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِناَ وَأَصْلِحْ لنَاَ دُنْيَاناَ الَّتِيْ فِيْهَا مَعَاشُناَ وَأَصْلِحْ لَناَ آخِرَتَناَ الَّتِيْ فِيْهَا مَعَادُناَ وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَناَ فِيْ كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لُناَ مِنْ كُلَّ شَرٍّ
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِن الخَيْرِ كُلِّهِ عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ مَا عَلِمْناَ مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ، وَنَعُوْذُ بِكَ مِنَ الشَّرِّ كُلِّهِ عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ مَا عَلِمْناَ مِنْهُ وَمَا لَمْ أَعْلَمْ. اللَّهُمَّ إِنّاَ أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ مَا سَأَلَكَ عَبْدُكَ وَنَبِيُّكَ. وَنَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا عَاذَ بِهِ عَبْدُكَ وَنَبِيُّكَ. اللَّهُمَّ إِنّاَ نَسْأَلُكَ الجَنَّةَ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ وَنَعُوْذُ بِكَ مِنَ النَّارِ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ. وَنَسْأَلُكَ أَنْ تَجْعَلَ كُلَّ قَضَاءٍ قَضَيْتَهُ لِناَ خَيْرًا.
اللَّهُمَّ إِناَّ نَسْأَلُكَ النَّعِيْمَ المُقِيْمَ الَّذِيْ لَناَ يَحُوْلُ وَلاَ يَزُوْلُ اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ النَّعِيْمَ يَوْمَ العِيْلَةِ وَالأَمْنَ يَوْمَ الخَوْفِ اللَّهُمَّ إِنَّا عَاِئذٌ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا أَعْطَيْتَنَا وَشَرِّ مَا مَنَعْتَ اللَّهُمَّ حَبِّبْ إِلَيْنَا الإِيْمَانَ وَزَيِّنْهُ فِيْ قُلُوْبِنَا وَكَرِّهْ إِلَيْنَا الكُفْرَ وَالْفُسُوْقَ وَالعِصْيَانَ وَاجْعَلْناَ مِنَ الرَّاشِدِيْنَ.
الَلَّهُمَّ إِناَّ نَسْأَلُكَ الَّذِيْ هُوَ خَيْرٌ لِناَ فِيْ عَاقِبَةِ الأُمْورِ الَلَّهُمَّ اجْعَلْ آخِرَ مَاتُعْطِيْنِاَ مِنَ الخَيْرِ رِضْوَاِنكَ وَالدَّرَجَاتُ العُلىَ مِنْ جَنَّاتِ النَّعِيْمِ.
Download PDF Materi Khutbah Idul Adha di sini:
Semoga bermanfaat!