Materi Khutbah Idul Fitri Kaderisasi Ulama Tanggung Jawab Kita dakwah id

Materi Khutbah Idul Fitri: Kaderisasi Ulama Tanggung Jawab Kita

Terakhir diperbarui pada · 3,458 views

Materi Khutbah Idul Fitri
Kaderisasi Ulama Tanggung Jawab Kita

Oleh: Ustadz Abdul Halim Tri Hantoro, S.Pd.I

 

 

*) Link download PDF Materi Khutbah Idul Fitri ada di akhir tulisan

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَاإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ.

إِنَّ الْحَمْدَ لِلهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ . اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. أَمَّا بَعْدُ.

عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ حَيْثُ قَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

وَقَالَ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ. أَمَّا بَعْد

Saudaraku, Jamaah shalat Idul Fitri rahimakumullah

Segenap pujian dan rasa syukur yang sedalam-dalamnya, dengan dipenuhi rasa gembira berbalut ketawadhuan, kita panjatkan ke hadirat Allah subhanahu wataala. Rabb yang kita sembah, kita agungkan dan kita pintakan dari-Nya pertolongan. Rabb Yang telah memanjangkan usia kita, sehingga di pagi yang cerah nan indah ini kita dapat berkumpul dalam barisan atau shaf yang rapi di tempat yang penuh berkah.

Sungguh, suasana hari ini adalah suasana yang dirindukan seluruh kaum muslimin. Semua kaum muslimin berpakaian rapi dan bersih, berduyun-duyun keluar dari rumah untuk menuju tempat shalat Idul Fitri. Sebagian mengikuti shalat Idul Fitri yang diselenggarakan di masjid, sebagian lain di tanah lapang.

Sembari menggemakan takbir, tahlil, dan tahmid yang merupakan realisasi rasa syukur, sebagai ungkapan kesadaran, kalimat keyakinan, serta merupakan panji-panji kemenangan dan kejayaan umat Islam.

Tak lupa khatib menasehatkan untuk kita semua, marilah kita tingkatkan takwa kepada Allah subhanahu wataala dengan cara menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.

Allah berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Ali Imran: 102)

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وللهِ اَلْحَمْدُ

Saudaraku, Jamaah shalat Idul Fitri rahimakumullah

Kalbu siapakah di pagi hari ini yang tidak bergetar mendengar keagungan dan kebesaran Allah subhanahu wataala yang terus-menerus dilantunkan oleh lebih dari 1,8 miliar umat Islam di seluruh dunia?

Takbir itu terus bergema dengan indahnya, sambung-menyambung dari satu negeri ke negeri lain. Hanya kalbu yang telah mengeras bagai batu sajalah yang tidak merespons positif salah satu syiar kebesaran Allah subhanahu wataala ini.

Allah subhanahu wataala berfirman,

أَفَمَنْ شَرَحَ اللَّهُ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ فَهُوَ عَلَىٰ نُورٍ مِنْ رَبِّهِ ۚ فَوَيْلٌ لِلْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمْ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ ۚ أُولَٰئِكَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ

Maka apakah orang-orang yang dibukakan oleh Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Rabb-nya (sama dengan orang yang hatinya keras)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang hatinya keras untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Az-Zumar: 22)

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ وللهِ اَلْحَمْدُ

Saudaraku, Jamaah shalat Idul Fitri rahimakumullah

Bulan Ramadhan yang baru saja berlalu meninggalkan kita adalah madrasah untuk menempa ketaatan dan berlomba dalam kebaikan. Ia akan menjadi saksi di hadapan Allah atas semua yang telah kita perbuat di dalamnya. Tidak ada yang tersisa melainkan catatan amal yang kelak akan diperlihatkan kepada kita.

Oleh sebab itu, Sebagian ulama menganjurkan untuk selalu berdoa,

اَللَّهُمَّ سَلِّمْنـِيْ إِلَى رَمَضَانَ وَسَلِّمْ لِـيْ رَمَضَانَ وَتَسَلَّمْهُ مِنِّيْ مُتَقَبَّلاً

Ya Allah, antarkanlah aku hingga sampai Ramadhan, dan antarkanlah Ramadhan kepadaku, dan terimalah amal-amalku di bulan Ramadhan.” (HR. Ath-Thabrani. Dinukil dari kitab Lathaif al-Maarif, Ibnu Rajab Al-Hanbali, 264)

Mu’alla bin Fadhl berkata,

وَالصَّحَابَةُ كَانُوا يَدْعُونَ اللهَ سِتَّةَ أَشْهُرٍ أَنْ يُبَلِّغَهُمْ رَمَضَانَ، ثُمَّ يَدْعُوْنَهُ سِتَّةَ أَشْهُرٍ أَنْ يَتَقَبَّلَهُ مِنْهُمْ

Adalah para sahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam, mereka berdoa kepada Allah subhanahu wataala agar bertemu dengan bulan Ramadhan enam bulan sebelum kedatangannya dan mereka berdoa kepada Allah supaya amalan Ramadhan mereka diterima selama enam bulan setelah Ramadhan berlalu.”

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ وللهِ اَلْحَمْدُ

Saudaraku, Jamaah shalat Idul Fitri rahimakumullah

Urgensi Keberadaan Ulama di tengah umat

Ulama merupakan pewaris para nabi (Al-Ulama Waratsatul Anbiya’). Dan warisan di sini bukanlah berupa harta benda, jabatan, dan istana megah, akan tetapi warisan ilmu dan keteladanan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam.

Warisan ini mesti dijaga, dipelihara, disebarkan, diajarkan, diamalkan dan dikembangkan untuk kepentingan dan kemaslahatan umat manusia.

Terlebih lagi kondisi di zaman sekarang ini yang banyak sekali fitnah dan ujian, keberadaan ulama di tengah-tengah umat sangatlah penting. Merekalah yang akan menuntun umat menuju jalan keselamatan, baik di dunia maupun di akhirat.

Allah subhanahu wataala berfirman,

وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ اَىِٕمَّةً يَّهْدُوْنَ بِاَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوْاۗ وَكَانُوْا بِاٰيٰتِنَا يُوْقِنُوْنَ

Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami selama mereka sabar. Mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (QS. As-Sajdah: 24)

Para ulama juga menjadi rujukan atau tempat bertanya umat di saat menghadapi problematika kehidupan yang terus bergulir seakan tak ada habisnya. Semakin bertambah populasi manusia, semakin luas persebaran keberadaan kaum muslimin, dan semakin maju perkembangan teknologi, akan menyisakan banyak permasalahan baru. Baik terkait masalah akidah, ibadah, muamalah, dan akhlak.

Allah berfirman sebagaimana terdapat dalam dua surat yakni An-Nahl ayat 43 dan Al-Anbiya’ ayat 7,

فَاسْـَٔلُوْٓا اَهْلَ الذِّكْرِ اِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَۙ

Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.”

Keberadaan ulama sangatlah penting mereka adalah benteng umat dari kehancuran. Ulama yang akan membimbing umat ke jalan yang benar. Ulama yang akan menasihati umat ketika umat berbuat kekeliruan, dosa, dan maksiat.

Ulama yang akan mengajak umat ke jalan yang makruf dan mencegah kita dari jalan yang mungkar. Tanpa keberadaan ulama di tengah-tengah umat, hancurlah kita. Tiada lagi orang yang akan menasihati dan mengingatkan kita.

Imam Abu Hamid al-Ghazali menyebutkan perkataan al-Hasan dalam kitabnya Ihya Ulumid Din,

‌لَوْلَا ‌الْعُلَمَاءُ ‌لَصَارَ ‌النَّاسُ ‌مِثْلَ ‌الْبَهَائِمِ.

Jika bukan karena keberadaan ulama, sungguh manusia akan menjadi seperti binatang.” (Ihya Ulumid Din, Abu Hamid al-Ghazali, 1/11)

Imam Ibnul Mubarak jauh-jauh hari telah memperingatkan,

‌مَنِ ‌اسْتَخَفَّ ‌بِالعُلَمَاءِ ذَهَبتْ آخِرَتُهُ

Barang siapa meremehkan keberadaan ulama, lenyaplah kebahagiaannya di akhirat kelak.” (Siyar Alam an-Nubala’, Imam Adz-Dzahabi, 8/408)

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ وللهِ اَلْحَمْدُ

Saudaraku, Jamaah shalat Idul Fitri rahimakumullah

Malapetaka Ketiadaan Ulama

Ketiadaan para ulama menjadi sumber malapetaka dan kerusakan yang akan menimpa sebuah tatanan masyarakat. Sebagaimana firman Allah subhanahu wataala,

اَوَلَمْ يَرَوْا اَنَّا نَأْتِى الْاَرْضَ نَنْقُصُهَا مِنْ اَطْرَافِهَاۗ وَاللّٰهُ يَحْكُمُ لَا مُعَقِّبَ لِحُكْمِهٖۗ وَهُوَ سَرِيْعُ الْحِسَابِ

Dan apakah mereka tidak melihat bahwa Kami mendatangi daerah-daerah (orang yang ingkar kepada Allah), lalu Kami kurangi (daerah-daerah) itu (sedikit demi sedikit) dari tepi-tepinya?” (QS. Ar-Ra’du: 41)

Ibnu Abbas, sebagaimana dikutip oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya Al-Quran Al-Azhim berkata, hancurnya bumi adalah dengan wafatnya para ulama, fuqaha’ (ahli fikih) dan orang-orang shalih di dalamnya.

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ وللهِ اَلْحَمْدُ

Saudaraku, Jamaah shalat Idul Fitri rahimakumullah

Di antara bentuk malapetaka yang akan menimpa manusia dengan tiadanya ulama di tengah umat adalah hilangnya sosok penuntun jalan menuju Surga, karena memang sudah menjadi tugas ulama menuntun umat ke jalan yang akan menghantarkan menuju surga.

Kemudian hilangnya pengendali urusan umat, karena hanya ulama lah yang pantas mengendalikan urusan umat manusia secara umum dan orang-orang beriman secara khusus.

Wafatnya ulama sama artinya dengan runtuhnya benteng terkuat yang biasa melindungi umat dan agama ini dari berbagai macam bentuk kerusakan akibat kebodohan dan kemungkaran yang bebas merajalela. Inilah tanda kiamat sudah dekat.

Materi Khutbah Idul Fitri: Membangun Keluarga Surgawi di Era Disrupsi

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ أَنْ يُرْفَعَ الْعِلْمُ، وَيَظْهَرَ الْجَهْلُ، وَيَفْشُوَ الزِّنَا، وَيُشْرَبَ الْخَمْرُ

Sesungguhnya di antara tanda dekatnya hari kiamat adalah diangkatnya ilmu, (sehingga) eksislah kebodohan, merebaknya perbuatan zina dan khamr diminum di mana-mana.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

 

Kaderisasi Ulama Tugas Berat Umat Islam Zaman Ini

Saudaraku, Jamaah shalat Idul Fitri rahimakumullah

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ وللهِ اَلْحَمْدُ

Beberapa tahun terakhir, umat Islam di Indonesia, bahkan di seluruh dunia banyak kehilangan Ulama. Allah subhanahu wata’ala mewafatkan mereka dengan berbagai sebab.

Akhirnya, banyak kalangan yang mengaitkan wafatnya para ulama dengan tanda bahwa hari kiamat telah dekat. Mirip sekali dengan kabar shahih yang pernah disampaikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: kiamat akan terjadi saat ilmu hilang dari bumi dan hilangnya ilmu terjadi ketika para ulama diwafatkan.

Artinya, dunia Islam saat ini sedang berada pada masa krisis keberadaan ulama. Ini menjadi PR besar umat Islam. Bagian dari ujian keimanan bagi umat Islam yang hidup di zaman ini. Umat Islam harus segera bersatu mengupayakan kaderisasi ulama.

Di zaman ketika tidak ada pemerintahan Islam yang tegak dengan perannya sebagai penjaga tegaknya agama Islam dan pengelola bumi dengan tuntunan Islam, tanggung jawab kaderisasi ulama ini akhirnya menjadi beban kita bersama.

Ada banyak sekali langkah yang dapat kita tempuh sebagai andil kita dalam upaya kaderisasi ulama. Masing-masing kita dapat memilih mana upaya yang paling mungkin untuk kita lakukan sebagaimana berikut ini:

 

Pertama: Mendoakan kebaikan dan keselamatan para Ulama yang masih hidup

Saudaraku, Jamaah shalat Idul Fitri rahimakumullah

Merupakan sebuah kewajiban besar atas kaum muslimin adalah mendoakan para ulama saat ia hadir maupun tidak hadir dan saat masih hidup ataupun sudah meninggal dunia.

Disebutkan dalam Shahih Muslim, dari Abu ad-Darda’ radhiyallahu anhu bahwasanya dia mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,

مَا مِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ يَدْعُو لأَخِيْهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ، إِلاَّ قَالَ الْمَلَكُ: وَلَكَ بِمِثْلٍ.

Tidaklah seorang hamba Muslim berdoa untuk saudaranya dalam keadaan ghaib (tidak ada bersamanya) melainkan malaikat akan berkata, Dan kamu mendapatkan (kebaikan) semisalnya’.”

Dalam riwayat lain dalam Shahih Muslim, dari Abu ad-Darda’ radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda,

دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لأَخِيْهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ، عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ، كُلَّمَا دَعَا لأَخِيْهِ بِخَيْرٍ، قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ: آمِيْنَ، وَلَكَ بِمِثْلٍ.

Doa seorang Muslim untuk saudaranya dalam keadaan ghaib (tidak ada bersamanya) adalah mustajab (dikabulkan), di samping kepalanya terdapat seorang malaikat yang ditugaskan, setiap dia mendoakan saudaranya dengan kebaikan, maka malaikat yang ditugaskan terhadapnya tersebut mengucapkan, Amin (ya Allah kabulkanlah) dan kamu mendapatkan (kebaikan) semisalnya’.”

Yang demikian karena tidaklah kita ini mendapatkan kebaikan dalam kehidupan dunia kecuali karena kebaikan dari para ulama yang telah mengerahkan waktu dan upayanya mengajak manusia kepada Allah subhanahu wataala agar menaati-Nya dan menyelamatkan manusia dari murka dengan menjauhi maksiat kepada-Nya.

Imam Abu Hanifah berkata,

Tidaklah aku shalat setelah Hammad Abu Sulaiman meninggal kecuali aku memohon ampunan untuknya dan untuk orang tuaku, dan aku memohonkan ampunan untuk yang mengajariku ilmu juga untuk yang aku ajarkan.”

Dan Abu Yusuf Al-Qadhi, salah seorang murid Abu Hanifah berkata,

Sesungguhnya aku mendoakan Abu Hanifah sebelum kedua orang tuaku, dan aku mendengar Abu Hanifah mendoakan Hamad bersama kedua orang tuaku.”

Marilah kita semuanya doakan para ulama di nusantara ini agar Allah memberikan mereka keteguhan di dalam mengemban amanah dakwah dan menyampaikan kebenaran meskipun terasa pahit.

Kita doakan juga mereka agar dipanjangkan umurnya sehingga manfaat ilmunya semakin meluas, semoga mereka juga dijaga kesehatan dan terhindar dari berbagai macam penyakit.

 

Kedua: Membangun kaderisasi ulama sebagai visi keluarga

Saudaraku, Jamaah shalat Idul Fitri rahimakumullah

Fenomena banyaknya ulama yang wafat, menuntut kaum muslimin untuk mencari pengganti mereka. Jangan biarkan umat dalam kebingungan untuk mencari rujukan dikarenakan minimnya para ulama.

Maka kepada para orang tua, hendaklah mengambil peran dalam hal ini. suami istri harus memiliki visi keluarga melahirkan generasi penerus yang alim, bertakwa, dan berilmu.

Didiklah anak-anak kalian agar menjadi ulama yang dapat menyelamatkan manusia dari kesesatan dan kehancuran.

Mari arahkan anak-anak kita sebagai generasi penerus para ulama. Diawali dengan mengarahkan pendidikan anak-anak mulai dari tingkat paling dasar, hingga tingkat pendidikan tinggi.

Jika Anda memiliki putra yang secara kemampuan dasar memiliki kelebihan dan kecerdasan, sekolahkan mereka ke sekolah-sekolah Islam, atau pondok pesantren. Kirim mereka ke negeri-negeri tempat para ulama berada; Mekah, Madinah, Yaman, Sudan, Mauritania, dan lainnya, agar mereka dapat belajar langsung dengan para ulama yang pakar dalam ilmu Islam.

Allah berfirman,

فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَاۤىِٕفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوْا فِى الدِّيْنِ وَلِيُنْذِرُوْا قَوْمَهُمْ اِذَا رَجَعُوْٓا اِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُوْنَ

Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya.” (QS. At-Taubah: 122)

Jika tak mampu membiayai sendiri, ajak lembaga pendidikan atau lembaga dakwah untuk kerja sama pembiayaan selama tafaqquh fiddin.

 

Ketiga: Menyelenggarakan program kaderisasi ulama

Saudaraku, Jamaah shalat Idul Fitri rahimakumullah

Pondok pesantren dan madrasah ilmu Islam memiliki peran yang sangat penting dalam proses lahirnya para ulama.

Maka, pihak penyelenggara pendidikan pesantren harus terus berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikannya agar pesantren benar-benar mampu melahirkan kader-kader ulama sesuai dengan visi dan misi yang telah ditetapkan.

Para ulama salaf telah memberikan contoh bagaimana mengelola sebuah lembaga keilmuan dengan metode mulazamah yang begitu khas. Meskipun terkesan tradisional, namun terbukti majelis-majelis ilmu dan madrasah mulazamah zaman dahulu berhasil melahirkan banyak ulama.

 

Saudaraku, Jamaah shalat Idul Fitri rahimakumullah

Dalam Islam, pendidikan bukanlah proses yang harus ‘tersandera’ oleh sekumpulan megahnya bangunan.

Pendidikan adalah proses transfer ilmu dan etika yang dilakukan oleh pemilik ilmu kepada pencari ilmu dengan menggunakan metodologi yang efektif.

Maka dari itu, keberadaan seorang Syaikhun Fattaah (pengajar yang siap membersamai santri sepanjang waktu) adalah sesuatu yang lazim dan tidak bisa ditawar.

Bayangkan kalau ada sebuah lembaga pendidikan yang bangunannya megah, semua fasilitas fisik terpenuhi, tapi tidak ada guru yang mencukupi baik secara kuantitas ataupun kualitas, bukankah akan banyak sekali energi, waktu, dan harta yang terbuang tanpa hasil yang maksimal?

 

Saudaraku, Jamaah shalat Idul Fitri rahimakumullah

Bagi pihak penyelenggara pendidikan, hendaknya tidak menyulitkan para santri penuntut ilmu dalam hal pembiayaan. Mari lakukan sesuatu agar, jika perlu, para santri penuntut ilmu sama sekali tidak dibebani dengan biaya Pendidikan, dengan tetap menjaga kesejahteraan pengajarnya.

Imam Abu Yusuf, salah seorang ulama besar mazhab Hanafi, ketika awal belajar beliau kurang begitu tekun. Bukan karena sibuk main game online, bukan karena sibuk main dengan temannya, akan tetapi karena harus membagi waktu dan tenaga untuk membantu orang tua mencari rezeki. Akhirnya beliau sering bolos dari majelis ilmu yang dikelola oleh Imam Abu Hanifah.

Artikel Refleksi: Ulama Umat yang Diam Terhadap Kesesatan: Sebuah Pelajaran dari Syaikh Al-Ibrahimi

Imam Abu Hanifah bertanya, “Apa yang membuatmu tak bisa aktif hadir di majelis ilmu ini?”

Abu Yusuf menjawab, “Karena kesibukan mencari rezeki dan berbakti kepada orang tua saya.”

Sesaat setelah majelis usai, Imam Abu Hanifah memanggil Abu Yusuf sembari menyodorkan kantong berisi uang. Beliau berpesan,

Gunakan ini untuk memenuhi kebutuhanmu.” Abu Yusuf amati kantong itu, ternyata ada uang 100 dirham di dalamnya.

Pesan lanjutan beliau, “Hadirilah selalu halaqah ini. Jika sewaktu-waktu uang itu habis, bilang saja kepadaku.”

Sebagai seorang guru, Imam Abu Hanifah berusaha untuk memastikan kondisi muridnya agar bisa maksimal fokus dalam belajar. Sampai urusan kebutuhan orang tuanya juga beliau cukupi.

Ini adalah contoh luar biasa yang perlu menjadi renungan setiap pengelola lembaga pendidikan kaderisasi ulama.

 

Keempat: Bersatu menjamin keberlangsungan kaderisasi ulama

Saudaraku, Jamaah shalat Idul Fitri rahimakumullah

Dalam sejarah Islam, puncak kejayaan dunia pendidikan terjadi pada masa Daulah Abbasiyah dan Daulah Umayyah. Ini tidak terlepas dari keberhasilan para pakar pendidikan di masa tersebut. Bukti dari keberhasilan tersebut telah dapat dirasakan oleh umat Islam dalam berbagai bidang.

Pelaksanaan pendidikan Islam pada masa tersebut menjadi perkara prioritas, dari mulai tingkatan pendidikan paling rendah hingga paling tinggi.

Meskipun dinasti Abbasiyah mengalami kemunduran di Baghdad karena pergolakan kekuasaan akan tetapi masalah pendidikan tetap menjadi perhatian para khalifah dan orang-orang kaya, sehingga masih terus dapat melahirkan para sarjana yang mumpuni di berbagai bidang ilmu.

Ini menunjukkan bahwa keberhasilan pendidikan itu dikarenakan selalu mendapat perhatian dari pemerintah, orang-orang kaya, dan para dermawan, dan para pemangku kepentingan.

Proses kaderisasi ulama menjadi terasa berat karena sedikit sekali pemerintahan saat ini yang peduli dengan pentingnya keberadaan ulama di tengah umat. Kalau pun ada, belum ada tanda-tanda totalitas dalam pelaksanaannya.

Akhirnya, umat Islam harus bekerja sendiri-sendiri tanpa hadirnya uluran tangan pemerintahan Islam.

Namun, umat Islam tak boleh putus asa. Umat Islam harus bahu membahu memikirkan pekerjaan besar ini. Kita masih punya Allah, Dzat Yang Maha Kuasa dan Maha Berkehendak Atas Segala Sesuatu.

Kerja sama yang kompak dan lillahi ta’ala antar bidang dan antar elemen umat Islam harus segera diwujudkan.

Betapa indahnya ketika kita menyaksikan seluruh ormas Islam, lembaga pendidikan Islam, lembaga dakwah Islam, perusahaan-perusahaan milik umat Islam, orang-orang kaya muslim, dan semua elemen Islam yang ada di sekeliling kita, mereka bersatu bekerja sama dalam urusan kadersisasi ulama ini, mendidik, mengirim, dan membiayai putra-putra terbaiknya untuk menjadi ulama Rabbani.

Apakah ini hanya ada di alam mimpi? Tidak. Selama kita betul-betul jujur komitmen peduli dengan urusan umat Islam. Insyaallah.

Saudaraku, Jamaah shalat Idul Fitri rahimakumullah

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ وللهِ اَلْحَمْدُ

Demikian materi khutbah Idul Fitri tentang pentingnya kaderisasi ulama yang dapat kami sampaikan.

Di hari Idul Fitri ini, dengan khidmat kita berdoa semoga Allah Ta’ala senantiasa meneguhkan para ulama-ulama kita di bumi Nusantara ini. Semoga Allah ridhai dan Allah mudahkan upaya umat Islam dalam melahirkan para generasi ulama Rabbani di bumi Nusantara ini. Amin.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

 

KHUTBAH KEDUA 

أَحْمَدُ رَبِّي وَأَشْكُرُهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَةِ

اللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ، وَنَجِّنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ، وَجَنِّبْنَا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، وَبَارِكْ لَنَا فِي أَسْمَاعِنَا، وَأَبْصَارِنَا، وَقُلُوبِنَا، وَأَزْوَاجِنَا، وَذُرِّيَّاتِنَا، وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ، وَاجْعَلْنَا شَاكِرِينَ لِنِعَمِكَ مُثْنِيْنَ بِهَا عَلَيْكَ، قَابِلِينَ لَهَا، وَأَتِمِمْهَا عَلَيْنَا

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى، والتُّقَى، والعَفَافَ، والغِنَى

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن

وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ صَالِحَ الْأَعْمَالِ

 

 

 

Download PDF Materi Khutbah Idul Fitri dakwah.id
Kaderisasi Ulama Tanggung Jawab Kita
di sini:

DOWNLOAD PDF

Semoga bermanfaat!

Pilihan materi khutbah Idul Fitri lannya dapat Anda temukan di sini:

MATERI KHUTBAH IDUL FITRI

Topik Terkait

Abdul Halim Tri Hantoro, S.Pd.I

Mahasiswa pascasarjana Manajemen Pendidikan Islam di IAIN Surakarta. Konsentrasi di bidang Tafsir, Hadits dan Tazkiyah. Penikmat kitab Taisirul Karimirrahman fi Tafsiri Kalamil Mannan karya Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, Kitab hadits Shahih Fadhailul A'mal karya Syaikh Ali Bin Nayif Asy-Syahud, kitab Madarijus Salikin Manazil Iyyaka Na'budu wa Iyyaka Nasta'in karya Ibnu Qayyim al-Jauziyah. Aktif mengajar di beberapa kajian tafsir, hadits, dan kajian umum.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *