Tulisan yang berjudul Pendidikan Tasawuf dalam Kisah Nabi Yusuf adalah seri ke-13 dari serial Materi Kultum Ramadhan yang ditulis oleh ustadz Muhammad Faishal Fadhli.
Mengapa kisah Nabi Yusuf disebut sebagai Ahsan al-Qashash (sebaik-baik kisah)? Berikut ini beberapa jawaban yang terinspirasi dari berbagai kitab tafsir.
Pertama, ditinjau dari sisi naskah dan narasinya yang sempurna.
Di dalam al-Quran, kisah ini merupakan satu-satunya kisah nabi yang disampaikan secara utuh dalam satu surah, runut, tertib, detail, dari awal sampai akhir, tidak terpisah di surah-surah lain.
Kisah ini juga diungkapkan dengan ketinggian sastra yang menyentuh jiwa; gaya penuturannya, mengaduk-aduk emosi pembaca. Para pembaca bisa dibuat senang, jengkel dan terkadang ikut larut dalam kesedihan.
Kedua, ditinjau dari sisi pesan moral yang disuguhkan: motivasi untuk sabar, optimis, dan percaya bahwa Allah mempunyai skenario terbaik.
Dalam kisah ini juga ditegaskan, bahwa; seorang hamba tidak akan memperoleh tamkin (kejayaan), sebelum ia diuji terlebih dahulu. Seperti kata Imam asy-Syafi’i rahimahullah, “Laa yumakkan hatta yubtalaa.” Dan pesan moral tersebut menjadi tujuan utama diturunkannya surah ini.
Ketiga, ditinjau dari tema-tema penting yang terkandung di dalamnya.
Syaikh Wahbah az-Zuhaili menyebutkan dalam at-Tafsir al-Munir, bahwa kisah ini sarat hikmah dan pelajaran penting bagi kehidupan, mencakup dengan lengkap ilmu dunia-akhirat, mulai dari pembahasan tauhid, fikih, akhlak, sirah, tafsir mimpi, sampai permasalahan sosial, ekonomi, dan politik.
Keempat, ditinjau dari sisi karakter, tokoh-tokoh yang ditampilkan, benda-benda yang dimunculkan, dan dinamika sosial yang diangkat.
Ada nabi, malaikat, jin, dan setan. Ada manusia, binatang, dan tumbuhan. Binatang: srigala, sapi, dan burung. Tumbuhan: gandum. Benda-benda: sumur, timba, baju gamis, pisau, air mata, dan darah. Dinamika sosial: kehidupan raja, pedagang, ulama, dan orang-orang jahil. Dikisahkan juga di sini bagaimana muslihat dan tipu daya wanita penghuni istana.
Kelima, ditinjau dari plot twice dan nasib akhir yang dialami oleh setiap tokoh: ternyata, happy ending bagi semuanya.
Mulai dari Nabi Yusuf yang terbebas dari tuduhan keji, dan mendapat kedudukan tinggi setelah mengalami ujian bertubi-tubi. Begitu juga dengan ayahnya; Ya’qub, kembali bertemu dengan putra kesayangannya setelah terpisah bertahun-tahun lamanya. Pun demikian dengan saudara-saudara Yusuf yang mendapat maaf dan perlindungan darinya.
Adapun nasib istri al-Aziz, menurut sebagian mufasir seperti al-Qurthubi, pada akhirnya ia menikah dengan Nabi Yusuf.
Ibnu Katsir memilih untuk tidak menguatkan pendapat ini karena bersumber dari riwayat Israiliyat. Tetapi, fakta bahwa kemudian ia mengaku salah dan membela Yusuf, sudah lebih dari cukup untuk memberi kesan yang sangat positif sehingga menjadikan kisah ini layak menyandang predikat “Ahsan al-Qashash.”
Sekiranya istri al-Aziz selalu merasa benar, meski sudah jelas-jelas berbuat salah, lalu dengan culasnya, ia berhasil memutarbalikkan fakta, tentu akhir kisah ini tidak happy ending.
Begitulah. Dalam setiap kisah, tokoh antagonis harus berakhir kalah atau mengaku salah. Agar alur cerita, ditutup dengan indah.
Demikian beberapa penjelasan tentang alasan kenapa kisah Nabi Yusuf disebut sebagai kisah terbaik.
Sekarang kita akan mencoba memfokuskan pembahasan pada satu ilmu yang sangat penting dari kisah Nabi Yusuf. Ilmu yang menjadi fondasi utama untuk meraih sukses mulia dunia-akhirat. Yakni ilmu tasawuf.
Sebagaimana telah maklum adanya bahwa inti sari dari ajaran tasawuf adalah menghidupkan gaya hidup zuhud. Selain itu, dalam manhaj tarbawi (metode pendidikan) kaum sufi, dikenal tiga istilah yang menarik; takhalli, tahalli dan tajalli.
Takhalli adalah pengosongan. Maknanya, seseorang membersihkan diri dari kotoran dan penyakit jiwa, serta mengosongkan diri dari akhlak tercela.
Tahalli artinya menghias diri. Tasawuf mengajarkan kita bahwa setelah bersuci selanjutnya adalah berhias. Dan yang terpenting adalah menghias jiwa dengan akhlak mulia.
Selanjutnya, tajalli; kesadaran tingkat tinggi, hati yang senantiasa rindu dan tertuju kepada Allah, selalu merasakan kehadiran-Nya, dalam setiap denyut nadi kehidupan.
Adapun nilai-nilai tasawuf yang terkandung dalam kisah Nabi Yusuf, dimulai dari takhalli. Dalam hal ini, akhlak tercela yang harus dihindari adalah hasad. Susah melihat orang senang. Senang melihat orang susah. Itulah indikasi penyakit hasad yang dapat mengotori hati.
Gegara hasad (iri-dengki), saudara-saudara Yusuf nekat berbuat jahat.
Dalam kitab Mukhtashar Minhaj al-Qashidin, Ibnu Qudamah al-Maqdisi berkata, “Jika amarah tertahan karena ketidakmampuan untuk dilampiaskan, maka ia akan kembali ke dalam batin. Lalu amarah itu mengendap, kemudian menjelma menjadi rasa dendam.”
Mengobati penyakit hasad, bisa diawali dengan keinsyafan bahwa setiap nikmat akan dihisab. Semakin banyak karunia, rezeki, dan kelebihan yang dimiliki oleh seseorang, semakin lama hisabnya.
Kemudian, insaflah bahwa hasad merupakan akar dosa paling tua dalam sejarah umat manusia; menyebabkan Iblis diusir dari Surga. Jangan sampai hasad itu dipelihara.
Nilai tasawuf berikutnya adalah tahalli: memperindah hati dengan akhlak terpuji. Seindah hati Nabi Yusuf yang mampu bersabar di atas ketaatan, sehinga ia terlindung dari dosa besar (zina). Jiwanya juga terlihat begitu memesona, karena lebih memilih untuk memaafkan saudara-saudaranya.
Ketika ia mampu balas dendam kepada mereka,
قَالَ لَا تَثْرِيْبَ عَلَيْكُمُ الْيَوْمَۗ يَغْفِرُ اللّٰهُ لَكُمْ ۖوَهُوَ اَرْحَمُ الرّٰحِمِيْنَ
Qāla lā taṡrība ‘alaikumul-yaụm, yagfirullāhu lakum wa huwa ar-ḥamur-rāḥimīn.
“Dia (Yusuf) berkata: ‘Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni (kamu), dan Dia adalah Maha Penyayang diantara para penyayang.’” (QS. Yusuf: 92)
Kemudian, nilai tasawuf tingkat tinggi dalam kisah ini adalah tajalli. Nabi Yusuf bukan hanya merasa sudah ditolong oleh Allah lalu memuji-Nya, tetapi ia tidak sabar ingin berjumpa dengan Allah.
Artikel Fikih: Haid dan Nifas Membatalkan Puasa — Hadits Puasa #19
Nabi Yusuf benar-benar lelaki saleh yang zuhud. Betapa tidak, justru di puncak karirnya, ia minta diwafatkan. Adakah orang yang ketika sedang sukses dan berjaya, memanjatkan doa agar dicabut nyawanya seperti munajat Nabi Yusuf?
رَبِّ قَدْ اٰتَيْتَنِيْ مِنَ الْمُلْكِ وَعَلَّمْتَنِيْ مِنْ تَأْوِيْلِ الْاَحَادِيْثِۚ فَاطِرَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ اَنْتَ وَلِيّٖ فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِۚ تَوَفَّنِيْ مُسْلِمًا وَّاَلْحِقْنِيْ بِالصّٰلِحِيْنَ
Rabbi qad ātaitanī minal-mulki wa ‘allamtanī min ta`wīlil-aḥādīṡ, fāṭiras-samāwāti wal-arḍ, anta waliyyī fid-dun-yā wal-ākhirah, tawaffanī muslimaw wa al-ḥiqnī biṣ-ṣāliḥīn.
“Wahai Rabbku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebagian kekuasaan dan telah mengajarkan kepadaku sebagian takwil mimpi. (Wahai Rabb) pencipta langit dan bumi, Engkaulah pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan muslim dan gabungkanlah aku dengan orang yang saleh.” (QS. Yusuf: 101)
Alhmadulillah. Cukup sekian pembahasan kali ini. Semoga bermanfaat. Wallahul muwaffiq ilaa aqwamith thariiq. (Muhammad Faishal Fadhli/dakwah.id)
Baca juga artikel Materi Kultum Ramadhan atau artikel menarik lainnya karya Muhammad Faishal Fadhli.
Penulis: Muhammad Faishal Fadhli
Editor: Ahmad Robith
Artikel Materi Kultum Ramadhan sebelumnya: