Materi Kultum Ramadhan 18
Akhirat Kehidupan Yang Hakiki
Tulisan yang berjudul Akhirat Kehidupan Yang Hakiki ini adalah seri ke-18 dari serial Materi Kultum Ramadhan 1445 H yang ditulis oleh Ustadz Nofriyanto Abu Kayyisa Al-Minangkabawy.
اَلْحَمْدُ لِلهِ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَىى حَبِيْبِنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ الَّذِي لَا نَبِيَّ وَلَا رَسُوْلَ بَعْدَهُ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
Hadirin jamaah shalat Tarawih yang dirahmati Allah,
Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam al-Quran surat al-Ankabut ayat 64,
وَمَا هٰذِهِ الْحَيٰوةُ الدُّنْيَآ اِلَّا لَهْوٌ وَّلَعِبٌۗ وَاِنَّ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُۘ لَوْ كَانُوْا يَعْلَمُوْنَ
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.”
Ayat di atas mengajarkan bahwa hakikat sebenarnya kehidupan dunia dan akhirat adalah saling bertolak belakang. Kehidupan dunia dan semua yang ada di dalamnya hanyalah sementara. Sedangkan kehidupan akhirat ialah kehidupan abadi tiada henti.
Seindah-indahnya ķehidupan dunia beserta segala isinya, ia tetap akan lenyap. Hilang ditelan waktu. Di dalamnya tiada kesenangan yang tiada ada henti. Tiada kebahagiaan yang tiada ujung. Semua terbatas.
Berbeda halnya dengan kehidupan akhirat yang ada hanya berawal dan berpangkal tiada ujung dan akhir. Tiada kesedihan, tiada kegundahan, tiada sekecil apapun ketidaknyamanan.
Setidaknya, ada tiga hal yang akan dilakukan setiap mukmin yang paham akan hakikat makna kehidupan sejati.
Pertama: Tidak Tertipu dengan Kesenangan Sementara
Bagi seorang mukmin, segala pernak-pernik keindahan dunia tak ubahnya hanya senda gurau belaka yang tidak bernilai dibandingkan akhiratnya.
Ia tidak akan pernah mau meninggalkan shalatnya hanya karena alasan tuntutan pekerjaan. Ia tidak akan rela menjual keyakinan dengan kemunafikan dan kekafiran. Sebagaimana ia tidak akan mengganti ketaatan dengan kedurhakaan.
Semua ia lakukan karena diri dan jiwanya selalu tertuju pada kehidupan abadi tidak terlena dengan kesenangan dunia saat ini.
Kedua: Senantiasa Mengingat Pesan Nabi
Di benak dan hati seorang mukmin akan senantiasa terpatri pesan dan nasehat baginda Nabi. Pesan bahwa kesenangan dunia hanya sebatas air pada jari yang dicelupkan ke dalam lautan kemudian diangkat kembali. Nasehat bahwa seorang mukmin hanya sebagai pengembara yang singgah sementara sebelum bertolak ke negeri tujuan hakiki.
Sejatinya seorang pengembara tidak pantas untuk berleha-leha dan terpana hingga membuatnya lalai di tempat peristirahatan sementara. Lalai dari tugasnya sebagai seorang hamba yang mengabdi hanya kepada Tuhannya. Lalai dari kewajiban-kewajiban beragama. Lalai dari dosa-dosa hingga tidak sempat bertaubat memperbaiki diri. Lalai hingga membuatnya lupa bahwa ia tidak diperkenankan membawa beban yang tidak bisa ia tanggung sehingga menyusahkan perjalanan.
Ketiga: Menjadikan Dunia Sebagai Wasilah Kebaikan Akhirat
Kesadaran seorang mukmin bahwa kehidupan hakiki adalah kehidupan akhirat bukan berarti ia meninggalkan kehidupan dunia seluruhnya.
Atau enggan berurusan dengannya sama sekali. Ia tetap berbuat proporsional. Tawazun dan tawasuth dalam istilah islamnya. Ia menyeimbangkan antara keduanya. Ia akan memposisikan diri seperti petani. Ia akan menyemai benih-benih terbaik agar bisa memetik buah dan hasil terbaik.
Ia sadar bahwa segala keletihan dan ketidaknyaman selama ia hidup di dunia hanya sebentar dan sementara. Ia hidup dengan prinsip pepatah berakit-rakit ke Hulu, berenang-renang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu, senang kemudian.
Ia juga bukan tipe hamba yang mengasingkan diri dari hiruk pikuk kehidupan. Menyendiri sibuk hidup dalam kesendirian. Tidak mengenal kiri dan kanan. Sebab, ia tahu kehidupan ini adalah ujian. Ujian kesabaran, kesedihan dan ketidaknyamanan yang semuanya hanya kesementaraan.
Ia tampil sebagai hamba yang menjadikan kematian di bawah pelupuk mata. Senantiasa muhasabah dan berusaha istiqamah. Senantiasa mawas diri. Membayangkan jatah usia dan ajal yang tidak ia ketahui.
Ia hanya sibuk mempersiapkan diri menghadapinya di banding hanya fokus kepada kapan tibanya. Sebab ia selalu ingat bahwa pesan Tuhan dan Nabinya bahwa kematian itu pasti. Pasti datang dan pasti tibanya nanti.
Kesadaran dalam diri bahwa hidup hanya sementara juga lah yang membuatnya senantiasa memperbanyak ketaatan. Taat dalam membaca, mempelajari, mengamalkan dan mengajarkan kalam Ilahi Rabbi.
Tunduk kepada setiap perintah kebaikan dan menjauhi segala larangan. Patuh kepada petunjuk-petunjuk Nabi junjungan Alam. Berserah diri seutuhnya kepada Rabb semesta alam.
Bertawakal sepenuhnya kepada Yang Maha Rahman. Ridha terhadap semua ketentuan Allah.
Demikianlah sedikit ulasan tadabbur surat al-Ankabut ayat 64. Semoga Allah berikan kita segala kekuatan untuk menjalankannya dalam kehidupan dan keseharian. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamiin. (Nofriyanto/dakwah.id)
Baca juga artikel Materi Kultum Ramadhan atau artikel menarik lainnya karya Nofriyanto Abu Kayyisa Al-Minangkabawy.
Materi Kultum Ramadhan Terbaru: