Tidak ada seorang muslim pun yang hidup di bumi Allah kecuali dia mengaku bahwa dirinya sungguh-sungguh dan jujur dalam mencintai Allah dan Rasul-Nya. Senantiasa mengagungkan syariat-syariat-Nya.
Akan tetapi, Allah ‘Azza wa Jalla hendak meletakkan barometer yang dengannya diketahui seberapa jauh cinta seorang hamba kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan rasul-Nya; apakah kecintaan itu benar-benar jujur sebuah cinta atau justru hanya sebuah pengakuan tanpa bukti.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ. قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ ۖ فَإِن تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ
“Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu’. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah: ‘Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.” (QS. Ali Imran: 31, 32)
Imam Ibnu Katsir menjelaskan tafsir ayat di atas, “Ayat ini enjadi hakim atas siapapun yang mengaku dirinya mencintai Allah ‘Azza wa Jalla tapi tidak berada di atas syariat Muhammad. Maka dia telah berdusta atas pengakuannya itu hingga dia mengikuti syariat Muhammad dalam semua perkataan dan perbuatannya.”
Maka, setiap muslim harus selalu berusaha menggapai ridha Allah ‘Azza wa Jalla meskipun itu terkadang berkonsekuensi membuat seluruh penduduk bumi murka. Namun, tujuan hakiki dari perjalanan hidup ini hanyalah ridha Allah ‘Azza wa Jalla.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى. قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ وَمَنْ يَأْبَى؟ قَالَ: مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى
“Seluruh umatku akan masuk jannah, kecuali yang enggan.” Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, siapa yang enggan?” Beliau menjawab: “Barangsiapa yang menaatiku maka dia pasti masuk jannah, sedangkan barangsiapa yang mendurhakaiku maka sungguh dia telah enggan (masuk jannah).” (HR. Al-Bukhari. Shahih al-Jami’, 4513)
Mencintai Allah dan Rasul-Nya Perlu Diukur Kadarnya
Seorang hamba semestinya selalu melihat keadaannya dengan Allah ‘Azza wa Jalla melalui ayat dan hadits di atas; apakah masih berada di atas syariat Allah ‘Azza wa Jalla dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga layak untuk mengaku cinta kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan rasul-Nya.
Bahkan, seorang hamba harus mengukur kadar cintanya kepada Allah dan rasul-Nya dengan barometer tingkat cinta para sahabat radhiyallahu ‘anhum kepada Allah dan rasul-Nya.
Saat itulah seorang hamba akan melihat hakikat yang terang benderang. Mereka itulah yang disebut Allah dengan, “Allah ‘Azza wa Jalla telah meridhai mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya.”
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
مِّنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ ۖ فَمِنْهُم مَّن قَضَىٰ نَحْبَهُ وَمِنْهُم مَّن يَنتَظِرُ ۖ وَمَا بَدَّلُوا تَبْدِيلًا
“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak merubah (janjinya).” (QS. Al-Ahzab: 23)
Maksud dari ayat di atas, mencintai Allah ‘Azza wa Jalla merupakan tujuan utama dan menjadi kewajiban setiap muslim.
Di antara bukti cinta itu ialah firman Allah ‘Azza wa Jalla, “Dia mencintai mereka dan mereka mencintai-Nya.”
Ayat, “Dan orang-orang yang beriman lebih mencintai Allah ‘Azza wa Jalla,” ini merupakan dalil untuk menetapkan kecintaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
Di antara bentuk kecintaan para sahabat Nabi kepada Rabb mereka adalah, tidak adanya satu perintah pun yang datang dari Allah ‘Azza wa Jalla kecuali mereka mengatakan, “Kami mendengar dan kami taat.” Jika datang larangan dari Allah ‘Azza wa Jalla, mereka mengatakan, “Kami mendengar dan kami berhenti.”
Dalam sebuah hadits disebutkan, bahwa seorang laki-laki datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia berkata,
“Wahai rasulullah, kapan kiamat akan terjadi?”
Rasulullah menjawab, “Apa yang sudah engkau persiapkan?”
Laki-laki tersebut menjawab, “Cinta Allah dan Rasul-Nya.”
Beliau lantas bersabda, “Sesunguhnya engkau bersama pihak yang engkau cintai.”
Anas berkata, “Tidak ada kegembiraan setelah kami masuk Islam yang lebih besar dari sabda Nabi, “Sesungguhnya engkau bersama pihak yang engkau cintai.”
Anas berkata, “Saya mencintai Allah ‘Azza wa Jalla, rasul-Nya, Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, dan Umar bin Khattab radhyallahu ‘anhu. Saya berharap semoga bersama mereka walaupun saya tidak beramal dengan amalan mereka.” (HR. Muslim. Kitab Al-Birr wa ash-Shilah) (disadur dari kitab Rihlah Ma’a ash-Shadiqin karya Mahmud al-Mishri Abu Ammar) wallahu a’lam. [dakwah.id]