Daftar Isi
Kitab at-Tibyan fi adabi Ḥamalatil Quran merupakan salah satu kitab representatif dan otoritatif yang mengulas problematika seputar al-Quran.
Mulai dari hukum mengambil upah dari jasa mengajar baca tulis al-Quran, hukum menangis ketika membacanya, tradisi khataman al-Quran, dan interaksi seputar al-Quran tak luput dikaji di dalamnya.
Arti At-Tibyan fi Adabi Hamalatil Quran
At-Tibyan fi Adabi Hamalatil Quran artinya penjelasan seputar adab pengemban al-Quran. Kalangan santri biasa menyebutnya Kitab Tibyan.
Sesuai dengan judulnya, diskursus yang dikaji lebih dominan kepada etika atau akhlak yang harus dijaga saat berinteraksi dengan al-Quran.
Adapun pembahasan seputar ilmu-ilmu al-Quran, seperti ‘ulum at-tafsir, nasikh wal mansukh, dan asbabun nuzul tidak dibahas di dalamnya. Hal ini penulis maksudkan agar bisa memudahkan kalangan awam yang memiliki semangat dan keinginan kuat mempelajari al-Quran.
Artinya, secara umum fokus kitab ini lebih kepada bagaimana seharusnya adab seorang muslim terhadap al-Quran sebagai kitab sucinya tersebut.
Penulis Kitab At-Tibyan fi Adabi Hamalatil Quran
Penulis kitab at-Tibyan merupakan salah satu ulama tersohor, Imam Abi Zakariya Yahya ibn Syarafuddin an-Nawawi, atau lebih dikenal dengan sebutan Imam an-Nawawi. Imam an-Nawawi yang berasal dari Damaskus bukan Imam Nawawi dari Banten, Jawa Barat.
Beliau merupakan ulama pengarang kitab-kitab yang sering menjadi rujukan dan sangat populer di kalangan para penuntut ilmu khususnya para santri.
Di antara sebagian karangan beliau ialah al-Majmu’ Syarhu Muhadzzab, Syarah Shahiḥ Muslim, al-Arba’in an-Nawawiyah, al-Adzkar, Riyadhuṣ Shalihin,dan Minhajuth Thalibin.
Karakteristik Serta Sistematika Kitab At-Tibyan Fi Adab Hamalatil Quran
Salah satu kekhasan Imam an-Nawawi rahimahullah dalam menulis kitab ialah gemar menulis kitab yang ringkas dalam disiplin ilmu tertentu dan mencakup inti sari di bidang ilmu tersebut.
Selain itu, kitab-kitab hasil karya beliau dikenal terbilang cukup mudah untuk dipelajari, sebab memiliki sistematika pembahasan yang memudahkan pembacanya, dan ini pula yang ditampilkan dalam kitab at-Tibyan.
Alasan Imam an-Nawawi menulis at-Tibyan secara ringkas karena di masanya ia menyaksikan banyak orang yang memiliki perhatian besar terhadap al-Quran dan adab atau akhlak-akhlak yang penting dilakukan saat berinteraksi dengan al-Quran.
Meskipun telah ada karya-karya para ulama tentang itu, tetapi menurutnya kitab-kitab tersebut sulit untuk dihafal dan juga sukar dipelajari.
Oleh karena itu, Imam an-Nawawi berinisiatif menyusun karya baru yang mudah dihafal dan dipelajari. Hal ini sebagaimana pengakuan yang beliau tulis di pendahuluan kitab.
Maka tak heran, kitab at-Tibyan disusun Imam an-Nawawi dengan menyinggung banyak hal, tapi secara ringkas saja. Tidak panjang lebar serta mendetail. Meski ringkas, at-Tibyan tetap sarat dalil dan hujah. Di dalamnya beliau sertakan sumber-sumber dari al-Quran, hadits, dan atsar para ulama.
Hanya saja hadits-hadits yang beliau kutip tanpa rangkaian sanad yang panjang, dan hanya disebutkan mukharrij-nya saja. Kitab ini juga beliau perkaya dengan penjelasan di akhir terkait istilah-istilah yang dipakai dalam at-Tibyan.
Ulasan tersebut mencakup cara baca serta definisi. Harapannya, dengan model seperti ini, menjadikan at-Tibyan lebih mudah dihafal, dipelajari, dan juga mudah tersebar. Sebab tradisi menghafal kitab memang menjadi tradisi penting pada zaman peradaban Islam tak terkecuali di masa beliau.
Kandungan Umum Isi Kitab At-Tibyan fi Adabi Hamalatil Quran
Secara umum, kitab at-Tibyan mengulas tentang bagaimana seorang muslim dalam memuliakan al-Quran.
Adapun tema-temanya antara lain keutamaan membaca dan mempelajari al-Quran, keutamaan orang yang membaca al-Quran, dan menghormati serta memuliakan golongan al-Quran.
Selain itu, kitab ini memuat panduan mengajar dan belajar al-Quran, panduan menghafal al-Quran, adab dan etika membaca al-Quran, adab berinteraksi dengan al-Quran, dan lain-lain.
Di antara keutamaan menghafalkan al-Quran adalah kedua orang tua para penghafal al-Quran akan dianugerahi mahkota yang sangat berharga di akhirat kelak.
Sebagaimana diriwayatkan dari Muadz bin Anas radliallahu anhu ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ قَرَأَ القُرْآنَ وَعَمِلَ بِمَا فِيْهِ أَلْبَسَ اللهُ وَالِدَيْهِ تَاجًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ ضَوْؤُهُ أَحْسَنُ مِنْ ضَوْءِ الشَّمْسِ فِي بُيُوْتِ الدُّنْيَا
“Siapa yang menghafalkan al-Quran dan mengamalkan isinya, Allah akan mengenakan mahkota kepada kedua orang tuanya pada hari Kiamat, yang cahayanya lebih baik daripada cahaya mentari yang menerpa rumah-rumah dunia.” (At-Tibyan,Imam an-Nawawi, 20)
Di dalam kitab ini, Imam an-Nawawi juga mengulas beberapa adab dalam menghafalkan al-Quran, seperti ikhlas, berada dalam kondisi terbaik dan akhlak paling luhur, dan menjauhi semua larangan Allah dan Rasul-Nya.
Selanjutnya, beliau menjelaskan tentang karakter-karakter ahli Quran, seperti menjaga kehormatan diri dari berbuat hal-hal hina dan memiliki pekerjaan yang rendah; berjiwa mulia; tinggi derajatnya dari para penguasa yang sombong, pencinta dunia, dan para pelaku kemaksiatan dan kejahatan; bersikap tawadu kepada orang-orang saleh dan ahli kebaikan serta kaum fakir miskin; dan pribadi yang khusyuk penuh ketenangan dan kewibawaan.
Hal ini sesuai dengan tuntunan Rasulullah dalam haditsnya yang diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
يَنْبَغِيْ لِحَامِلِ القُرْآنِ أَنْ يُعْرَفَ بِلَيْلِهِ إِذَا النَّاسُ نَائِمُوْنَ وَبِنَهَارِهِ إِذَا النَّاسُ مُفْطِرُوْنَ وَبِحُزْنِهِ إِذَا النَّاسُ يَفْرَحُوْنَ وَبِبُكَائِهِ إِذَا النَّاسُ يَضْحَكُوْنَ وَبِصَمْتِهِ إِذَا النَّاسُ يَخُوْضُوْنَ، وَبِخُشُوْعِهِ إِذَا النَّاسُ يَخْتَالُوْنَ
“Hendaklah penghafal al-Quran menghidupkan malamnya dengan membaca al-Quran ketika orang lain sedang tidur dan siang harinya ketika orang lain sedang berbuka. Hendaklah dia bersedih ketika orang lain bergembira dan menangis ketika orang lain tertawa, berdiam diri ketika orang lain bercakap dan menunjukkan kekhusyukan ketika orang lain membanggakan diri.” (At-Tibyan,Imam an-Nawawi, 54)
Setelah itu, Imam an-Nawawi juga menganjurkan untuk memuliakan dan membaca al-Quran dengan sebenar-benarnya dan sebaik-baiknya serta bersikap khusyuk ketika membacanya, seperti memperhatikan hukum tajwid dan makharijul huruf; membantah tuduhan dan penyelewengan serta takwil batil; beriman kepada keseluruhan isinya; menjalankan hukum-hukumnya; memahami ilmu-ilmu seputar al-Quran, seperti amtsalul Quran (perumpamaan-perumpamaannya), khash wal ‘am,dan nasikh wal mansukh;memperhatikan nasihat-nasihatnya; memikirkan keajaiban-keajaiban; dan mengamalkan ayat- ayatnya yang muhkamat (jelas) dan menerima ayat-ayatnya yang mutasyabih (samar).
Selain itu, beliau juga menyebutkan hal-hal yang tidak diperkenankan dan seharusnya dijauhi ketika sedang membaca al-Quran, antara lain tertawa terbahak-bahak, membuat keributan dan kegaduhan, bermain-main dengan tangan atau benda-benda lain, berbincang-berbincang saat membaca al-Quran, dan melihat kepada sesuatu yang bisa mengalihkan perhatian dan menghilangkan konsentrasi saat membacanya.
Secara keseluruhan kitab at-Tibyan karangan Imam an-Nawawi ini cukup representatif bagi setiap muslim yang ingin mempelajari adab seputar al-Quran. Selain bahasanya yang mudah dipahami dan sistematikanya yang rapi, ia juga merupakan kitab yang insyaallah mudah untuk dihafal. Di Indonesia, sudah banyak penerbit yang menerbitkan terjemah kitab At-Tibyan fi Adabi Hamalatil Quran dengan ukuran buku yang bervariasi. Wallahu a’lam. (Nofriyanto/dakwah.id)
Ingin beli kitab At-Tibyan fi Adab Hamalatil Quran Terjemah Indonesia?
Judul:
At-Tibyān fī Ādābi Ḥamalatil Qurān
Penulis:
Abu Zakaria Muhyiddin Yahya bin Syarf an-Nawawi asy-Syafii
Penerbit:
Darul Minhaj, Jeddah, cet. II, 1432 H/2011 M
Tebal:
270 halaman