Khutbah Jumat: Meninggal dalam Keadaan Islam, Harapan Kita Semua
Ust. Abdullah Manaf Amin
اَلْحَمْدُ لِلّهِ، اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ هَدَانَا صِرَاطَهُ الْمُسْتَقِيْمَ، صِرَاطَ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَالصِّدِيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ وَحَسُنَ أُوْلٓـئِكَ رَفِيْقاً.
- Link download PDF materi khutbah Jumat ada di akhir tulisan.
- Jika ingin copy paste materi khutbah Jumat ini untuk keperluan repost di media lain, silakan baca dan patuhi ketentuannya di sini: copyright
أشْهَدُ أنْ لاَ إِلٰه إلاَّ اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.
Ikhwan fiddin Arsyadakumullah
Marilah bersama-sama kita meningkatkan ketakwaan kepada Allah ‘azza wajalla dengan senantiasa berusaha agar di saat Allah ‘azza wajalla memanggil kita ke haribaan-Nya, Allah memanggil kita dengan panggilan yang sangat indah dan merindukan,
“Hai jiwa-jiwa yang tenang, jiwa orang-orang yang beriman. Kembalilah kehariban Rabb-Mu dalam keadaan ridha dan diridhai Allah. Masuklah kalian ke dalam golongan hamba-hambaku yang Aku cintai dan masuklah kalian ke dalam jannah-Ku.”
Allah ‘azza wajalla berfirman dalam surat Ali Imran ayat 91,
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَمَاتُوا وَهُمْ كُفَّارٌ فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْ أَحَدِهِمْ مِلْءُ الْأَرْضِ ذَهَبًا وَلَوِ افْتَدَى بِهِ أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ وَمَا لَهُمْ مِنْ نَاصِرِينَ
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan meninggal sedang mereka tetap dalam kekafirannya, maka tidaklah akan diterima dari seseorang diantara mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus diri dengan emas (yang sebanyak) itu. Bagi mereka itulah siksa yang pedih dan sekali-kali mereka tidak memperoleh penolong.” (QS. Ali Imran: 91)
Sesungguhnya orang kafir yang meninggal dalam keadaan kafir. Berarti ada orang kafir yang meninggal dalam keadaan iman. Ada orang iman meninggal dalam keadaan kafir dan ada orang yang beriman meninggal dalam keadaan beriman. Islam mengelompokkan manusia di dalam mengambil kehidupannya menjadi empat kelompok:
Pertama: seseorang yang dilahirkan dalam keadaan iman, hidup dan meninggal dalam keadaan iman.
Kedua: seseorang yang lahir dalam keadaan kafir, hidup dalam keadaan kafir dan meninggal dalam keadaan kafir.
Tiga: Seseorang yang lahir dalam keadaan kafir, hidup dalam keadaan kafir dan meninggal dalam keadaan iman.
Empat: Seseorang yang lahir dalam keadaan iman, hidup dalam keadaan iman dan meninggal dalam keadaan kafir.
Dari keempat-empatnya yang paling berbahagia, tentu saja orang yang dilahirkan dalam keadaan iman, hidup dan meninggal dalam keadaan iman. Dan seseorang yang lahir dalam keadaan kafir, hidup dalam keadaan kafir tapi meninggal dalam keadaan iman. Dan akan sangat merugi dan akan menyesali kehidupanya adalah orang yang lahir dalam keadaan kafir, hidup dan meninggal dalam keadaan kafir, khasira khusranan mubina, rugi dengan kerugian yang amat sangat.
Tetapi yang paling rugi dari empat kelompok tadi adalah orang yang lahir dalam keadaan iman, hidup dalam keadaan iman dan meninggal dalam keadaan kafir, waiyyadzubillah, kita berlindung kepada Allah ‘azza wajalla dari hal demikian.
Ikhwan fiddin Arsyadakumullah
Berangkat dari obyektifitas kebenaran Islam yang haq, telah diakui oleh orang-orang beriman, bahkan orang-orang Ahlul Kitab, Yahudi, maupun Nasrani. Seperti yang telah Allah terangkan di dalam Surat al-Baqarah 146.
الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمْ وَإِنَّ فَرِيقًا مِنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
“Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al–Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian diantara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 146)
Jadi, pada hakikatnya hati mereka mengakui kebenaran Islam. Nilai-nilai dunia saja yang menyebabkan kebenaran itu mereka tinggalkan.
Ikhwan fiddin Arsyadakumullah
Dari sanalah keyakinan Islam seseorang yang dahulunya Yahudi, ataupun Nasrani, apalagi seseorang yang menganut agama ardhi; Hindu, Budha, Konghucu, dan lain-lain, itu bisa muncul kembali disebabkan karena di dalam sanubari mereka masih ada getaran kebenaran walaupun hanya sedikit. Akhirnya mereka menerima Islam, lisan mereka mengucapkan syahadat, dan mereka wujudkan penerimaan Islam dan bacaan syahadat tadi dalam amaliyah sehari-hari.
Sebaliknya, seseorang yang sudah menyatakan dirinya sebagai seorang muslim, yakin dengan kebenarannya, mengamalkan ajaran-ajarannya, sempurna rukun Islamnya, syahadatnya, shalatnya, shiyamnya, zakatnya, hajinya. Kemudian dia tinggalkan agama Islam, dan mengikuti agama lain. Permasalahannya bisa dipastikan yang menyebabkan mereka murtad adalah nilai-nilai dunia yang menggiurkan mereka. Padahal dunia yang diagung-agungkan pasti akan berakhir dan tidak ada nilainya sama sekali di mata Allah ‘azza wajalla.
Sebesar apapun nilai dunia tidak akan bisa menebus nilai akhirat yang paling kecil. Sebagaimana yang telah Allah ‘azza wajalla terangkan di dalam Surat al-Imran ayat 91 yang artinya kalau dengan bahasa saya, “Ya Allah, Pindah saya dari neraka, dan masukkan saya ke dalam Surga, uang pelicinnya, salam tempelnya ya Allah, bumi seisinya yang terbuat dari emas.”
Ikkwan fiddin arsyadakumullah
Peristiwa ini barangkali bisa menimpa orang-orang yang masih awam. Karena mereka tidak mengetahui secara detail nilai akhirat di sisi lain dan nilai dunia di sisi yang lain. Ketika nilai dunia dihadapkan kepadanya, ia terima nilai dunia dan ia campakkan nilai akhirat. Ia tinggalkan Islam dan ia masuk agama lain.
Tetapi penyakit kemurtadan ini, penyakit menolak nilai-nilai yang ada di dalam agama Islam, itu bisa saja terjadi pada orang yang telah dianggap sebagai alim, orang-orang terdekat mereka seperti ayah, saudara, dan lain sebagainnya.
Allah ‘azza wajalla berfirman di dalam Al-Qur’an, surat ke 58 ayat 22
لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung.” (QS. Al-Mujadilah: 22)
Ikhwan fiddin Arsyadakumullah
Kalau ada orang yang beriman dan berperilaku seperti itu, maka muncul tanda tanya besar, sebenarnya apa status keagamaannya? Di satu sisi dia memakai pakaian yang sangat sarat bernuansa Islami; memakai jubah, peci, surban yang besar, akan tetapi dengan berani ia menyatakan, “Yang dilarang oleh Allah ‘azza wajalla itu menjadikan orang kafir sebagai kekasih, teman karib. Tetapi apabila menjadikan orang kafir sebagai pemimpin itu tidak apa-apa.”
Logika yang paling dangkal, kalau sekedar kekasih saja tidak diperbolehkan, kalau teman karib saja tidak diperbolehkan, apalagi mengangkat mereka sebagai pemimpin yang akan menentukan nasib mereka. Bukan satu hari dua hari, satu tahun dua tahun atau minimal Lima tahun, tetapi sampai di akhirat kelak.
Ikhwan fiddin arsyadakumullah
Mengapa mereka seperti ini? Keberadaannya tetap sebagai seorang muslim, penampilannya sebagai seorang muslim. Tetapi dengan jelas ia menolak ayat-ayat yang melarang orang-orang beriman mengangkat orang kafir sebagai pemimpin. Sebenarnya Apa yag ada di balik itu? Kalau orang awam meninggalkan Islam, itu mungkin karena calon istrinya adalah seorang non-muslim atau karena diiming-imingi pekerjaan dengan gaji sekian juta perbulan.
Tetapi kalau seorang yang ditokohkan, bahkan dianggap alim, berani menolak nilai-nilai yang ada di dalam ajaran Islam. Mungkin saja salah satu penyebabnya adalah ia telah kepincut dengan iming-iming dunia yang sangat besar, bisa jadi harta, jabatan, dan wanita.
Hatinya telah tertutup, sehingga tidak bisa memahami, bahwa dunia seisinya tidak ada nilainya sama sekali. Sementara secara sadar ia jual Jannah yang harganya lebih mahal dari emas sebesar bumi dengan beberapa nilai dunia yang pada hakikatnya amat sangat murah.
Dua rakaat sebelum shubuh lebih aku cintai dari pada dunia dan seisinya
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
KHUTBAH KEDUA
إِنّ الْحَمْدَ لِلّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللّهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ؛
Saya ingatkan sekali lagi. Kalau ada non-muslim masuk Islam, kita yakin karena hidayah Allah ‘azza wajalla. Kalau ada orang Islam meninggakan Islam masuk agama lain, bisa jadi masuk agama Katolik, Hindu, Budha, Konghuchu, dan bisa jadi ‘agama’ Syi’ah.
Syi’ah bukan Islam, istiqamahlah dengan faham ahlusunnah wal jamaah. Di awal-awal mengakui kebenaran Islam, mengakui kebenaran para sahabat, mengakui kesucian istri-istri mereka. Kemudian berbalik arah 180 derajat dan berbalik menjadi Syi’ah yang mengatakan mushaf Utsmani itu palsu, Abu bakar itu adalah berhala-berhala Quraisy, istri-istri Rasululah terlebih Aisyah dan Hafshah, itu dituduh pelacur yang telah menjual agama mereka.
Mereka bisa vokal berkata tentang kebenaran Syiah, tetapi kata-kata mereka bertolak belakang dengan hati nurani mereka. Saya yakin nilai-nilai dunia menjadi penyebab utama, sehingga mereka berani menolak kebenaran yang sebenarnya telah terpatri di dalam benak mereka, yang telah mereka ucapkan dengan lisan mereka, dan telah mereka amalkan dengan anggota tubuh mereka sejak bertahun-tahun sampai dia dewasa.
Nila-nilai dunia yang pada hekikatnya adalah semu itu telah meyebabkan mereka berani membohongi hati nurani dan membohongi agama yang telah mereka yakini.
Mudah-mudahan Allah ‘azza wajalla menjaga kita dari paham-paham yang sesat dari iming-iming dunia yang sesaat. Menjadikan kita tetap istiqomah dengan paham Ahlu Sunnah Wal Jamaah yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sahabat, tabi’in, dan tabi’uttabai’in.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ.
رَبَّنا لا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنا، وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمة، إِنّكَ أنتَ الوَّهابُ
رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. وَالْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
*) Ustadz Abdullah Manaf Amin adalah salah seorang tokoh dan Ulama di Solo, Jawa Tengah.
**) Materi Khutbah ini pernah diterbitkan oleh Majalah Fikih Islam Hujjah.