Daftar Isi
Pertanyaan:
Kejadian berikut ini terjadi di masjid tempat kami menjalankan shalat lima waktu. Imam rawatib di masjid kami memang biasa tidak menjamak shalat karena hujan meskipun hujan turun dengan deras. Suatu ketika, hujan lebat turun pada waktu shalat maghrib, seperti biasa imam tidak menjamak shalat.
Kemudian saya lihat-kalau tidak salah-ada 3 orang yang mundur ke belakang shaf lalu shalat jamak sendiri. Salah satunya menjadi imam. Kami bisa memastikan ketiganya shalat jamak karena saya sudah mengkonfirmasi hal tersebut kepada pihak yang bersangkutan. Apakah shalat jamak karena hujan ditentukan oleh imam rawatib? Apakah jika imam tidak menjamak shalat karena hujan kita dibolehkan menjamaknya sendirian atau bersama beberapa orang jamaah lain? Atas jawabannya saya ucapkan terima kasih.
(Saifuddin-Pekanbaru, Riau)
Jawaban:
Saat terjadi hujan deras, seyogyanya jamaah shalat mendengar pendapat imam rawatib. Jika imam mengetahui ilmu tentang hal-ihwal menjamak shalat karena hujan, yang dijadikan patokan adalah jamak yang dilakukannya. Jika ia menjamak shalat, hendaklah makmum menjamak bersamanya. Jika imam tidak menjamak, hendaklah makmum tidak menjamaknya juga.
Dalil Menjamak Shalat Karena Hujan
Ada banyak dalil yang dibawakan oleh para ulama mengenai menjamak shalat karena hujan. Yang paling shahih adalah riwayat yang menyebutkan bahwa ‘Abdullah bin ‘Umar biasa menjamak shalat bersama para gubernur Madinah manakala mereka menjamak dua shalat karena hujan.
Syaikh ‘Abdullah Al-Bassam berkata, “Menjamak shalat karena hujan adalah mazhab jumhur ulama salaf dan khalaf. Mereka membolehkan jamak antara maghrib dan isya’ untuk udzur hujan.
Dasarnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ibnu Abbas, “Nabi shalallahu alaihi wasallam pernah menjamak antara Zhuhur dengan Ashar dan Maghrib dengan Isya’ bukan karena khauf dan hujan.” (Al-Ikhtiyarat al-Jalilah, 1/252-253)
Praktik jamak karena hujan diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, Ibnu ‘Umar, Aban bin ‘Utsman, Fuqaha yang tujuh, dan madzhab para imam: Malik, Ahmad, al-Awza’i, Ishaq, dan Syafi’i. Madzhab Hanafi tidak membolehkan sama sekali.
Kadar Hujan Untuk Boleh Menjamak Shalat Karena Hujan
Hujan yang membolehkan jamak adalah hujan deras yang membuat baju basah kuyup. Hujan yang ringan atau gerimis yang tidak membuat baju basah kuyup tidak membolehkan jamak kecuali jika keadaan pada waktu itu jalanan berlumpur, banjir, dan lain sebagainya.
Ibnu Qudamah berkata, “Hujan yang membolehkan jamak adalah hujan yang membuat pakaian basah dan karenanya ada keberatan untuk keluar. Adapun gerimis dan hujan rintik-rintik yang tidak membuat basah baju, maka tidak boleh dijadikan alasan untuk jamak. Salju dan kabut tebal dihukumi sama dengan hujan.” (Al-Mughni, 3/133)
Ibnu Syas al-Maliki berkata, “Apabila berkumpul hujan, lumpur, dan gelap atau dua dari ketiganya, atau hujan saja, maka boleh menjamak shalat. Adapun jika hanya gelap saja, maka tidak boleh menjamak shalat. (‘Aqdul Jawahir ats-Tsaminah, 1/219).
Para ulama menyatakan, shalat jamak karena hujan boleh dilaksanakan apabila hujan turun pada saat iqamat shalat yang pertama. Apabila hujan baru turun di tengah-tengah shalat, sebagian ulama’ membolehkan jamak.
Apabila hujan baru turun setelah shalat pertama selesai, para ulama sepakat, tidak boleh jamak. Demikian pula halnya apabila hujan telah reda sebelum shalat yang pertama selesai, maka rukhsah jamak pun tidak ada lagi.
Shalat Apa Saja yang Dibolehkan Untuk Menjamak Shalat Karena Hujan
Penulis kitab Naylul Ma’rab menyatakan, “Boleh menjamak antara Maghrib dan ‘Isya’, tetapi tidak boleh antara Zhuhur dan ‘Ashar ketika hujan membasahkan baju dan didapati adanya kesulitan. Sebab berdasarkan as-Sunnah, hanya ada keterangan jamak shalat antara Maghrib dan ‘Isya’ saja. Jika hujan hanya membasahi sandal atau badan dan tidak didapati kesulitan, maka tidak boleh menjamak.” (Naylul Ma’arib Syarhu ‘Umdatuth Thalib, Syaikh ‘Utsman an-Najdiy, 1/152)
Untuk Zhuhur dan ‘Ashar para ulama berbeda pendapat. Abul Qasim al-Katib dan al-Qadhi Abdul Walid dari kalangan ulama madzhab Maliki membolehkannya. Demikian pula pendapat Imam Malik sendiri. Imam an-Nawawi termasuk yang membolehkan. Sedangkan menurut Abu Tsaur, al-Muzanni, dan–sebagaimana diriwayatkan Ibnu Mundzir dari Ibnu ‘Umar, Aban bin ‘Utsman, ‘Urwah bin Zubair, Sa’id bin Musayyib, Abu Bakar bin ‘Abdurrahman, Abu Salamah bin ‘Abdurrahman dan Umar bin Abdul aziz, mereka melarangnya.
Kriteria Masjid yang Dibolehkan Untuk Menjamak Shalat Karena Hujan
Para ulama berpendapat, masjid yang dibolehkan bagi jamaah untuk mengerjakan shalat saat hujan deras adalah masjid yang untuk menuju ke sana jamaah terhalangi oleh hujan. Sedangkan masjid yang untuk ke sana jamaah tidak terhalangi hujan, tidak boleh emenjamak shalat karena huja di masjid tersebut menurut sebagian ulama, dan boleh menurut sebagian yang lain.
Tidak boleh menjamak shalat di rumah atau di masjid tetapi imam tidak menjamaknya. Ada sebagian ulama yang membolehkan, yakni sebagian ulama madzhab Maliki.
Jika imam menjamak seyogianya makmum juga menjamaknya. Kecuali jika hujan hanya gerimis, maka seyogyannya tetap berjamaah dengan niat shalat sunnah mutlak, lalu nanti di rumah shalat Isya’ jika sudah tiba waktunya. Ini untuk menghindari terjadinya fitnah. Wallahu a’lam. [dakwah.id]
Dijawab oleh KH. Imtihan asy-Syafi’i
Direktur Ma’had ‘Aly An-Nuur Liddirasat al-Islamiyah, Solo
Pengasuh Majalah Fikih Islam Hujjah
Artikel Konsultasi Sebelumnya:
Hadiah Untuk Guru Dari Wali Murid Apakah Boleh Diterima?
Sisa Donasi Dana Acara Tabligh Akbar Harus Dikemanakan?