Saat ini kehidupan manusia sulit dipisahkan dari telepon genggam, baik di kamar, di jalan, di kantor, bahkan di masjid. Masalah syar’i yang terjadi hari ini, bolehkah keluar masjid untuk menjawab telepon saat khutbah jumat berlangsung? Apakah itu akan membatalkan ibadah shalat jumat?
Perkara wajib yang harus dilakukan saat shalat jumat berlangsung untuk diam ketika khatib sedang berkutbah. Tidak diperkenankan untuk bicara dengan jamaah lain, kecuali bicara dengan Imam shalat jika itu memang ada keperluan mendesak atau mendatangkan maslahat secara syar’i. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوْءَ ثُمَّ أَتَى الْجُمْعَةَ فَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ، غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمْعَةِ وَزِيَادَةُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ
“Barangsiapa yang berwudhu lalu memperbagus wudhunya kemudian dia mendatangi shalat Jumat, dia mendengarkan khutbah dan diam, maka akan diampuni dosa-dosanya antara Jumat ini dengan Jumat yang akan datang, ditambah tiga hari.” (HR. Muslim)
Demikian pula gerakan-gerakan ringan yang tidak sampai mengganggu konsentrasi mendengarkan khutbah jumat maka itu masih dibolehkan. Termasuk mematikan telepon jika tiba-tiba ada panggilan masuk.
Baca juga: Ketinggalan Shalat Jumat Harus Bagaimana?
Sementara, keluar dari masjid saat khutbah jumat berlangsung adalah tindakan yang tidak diperbolehkan, kecuali karena sebab yang sifatnya darurat seperti menyelamatkan orang yang tenggelam, menyelamatkan anak kecil dari kecelakaan, memadamkan kebakaran, membantu orang yang membutuhkan pertolongan, dan sebab darurat lain hal mana kondisi darurat tersebut menjadi sebab dibolehkannya memutus gerakan shalat.
Meski demikian, sebelum memasuki masjid atau sebelum khatib naik mimbar semua alat komunikasi semisal handphone harus di-off-kan. Jika seandainya benar-benar lupa untuk mematikannya lalu ada yang menelepon, maka harus segera dimatikan. Tidak dibolehkan mengangkat lalu bicara dengan orang yang menelepon tadi. Hukum ini diqiyaskan dengan larangan berbicara dengan jamaah lain yang ada di sampingnya saat khutbah jumat berlangsung. Rasullah bersabda,
إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الْجُمْعَةِ: (أَنْصِتْ) وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ
“Jika kamu berkata kepada temanmu saat hari jumat, ‘Diamlah!’ sementara imam sedang berkhutbah, sungguh ia telah berbuat sia-sia.” (HR. Muttafaq ‘alaihi)
Jika nekat untuk menjawab telepon saat khutbah jumat berlangsung, baik itu di dalam masjid atau keluar dahulu dari masjid, tindakan tersebut termasuk dalam kategori larangan berbicara saat khutbah jumat sedang berlangsung. Sehingga, atas pelanggarannya tersebut dia berdosa dan pahala shalat jumatnya batal, meskipun tidak ada perintah untuk mengulang kembali shalat jumatnya.
Baca juga: Membaca Al-Kahfi Pada Malam Jumat atau Hari Jumat?
Dalilnya, sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Amru bin al-‘Ash, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَمَسَّ مِنْ طِيبِ امْرَأَتِهِ إِنْ كَانَ لَهَا، وَلَبِسَ مِنْ صَالِحِ ثِيَابِهِ ، ثُمَّ لَمْ يَتَخَطَّ رِقَابَ النَّاسِ ، وَلَمْ يَلْغُ عِنْدَ الْمَوْعِظَةِ كَانَتْ كَفَّارَةً لِمَا بَيْنَهُمَا، وَمَنْ لَغَا وَتَخَطَّى رِقَابَ النَّاسِ كَانَتْ لَهُ ظُهْرًا
“Barangsiapa yg mandi untuk melaksanakan shalat Jumat dan mengenakan wewangian istrinya apabila dia mempunyai wewangian, serta memakai pakaian yg paling bagus, kemudian tak melangkahi pundak-pundak orang lain dan tak main-main dalam mendengarkan khutbah, maka dia akan mendapatkan penghapusan dosa di antara dua Jumat, dan barangsiapa yg main-main dalam mendengarkan khutbah maka baginya hanyalah pahala shalat Zhuhur.” (HR. Abu Daud no. 347)
Ibnu Hajar al-Asqalani mengatakan bahwa Ibnu Wahab, salah satu perawi hadits di atas memberikan sedikit penjelasan, “Makna hadits di atas, shalatnya tetap sah. Namun ia tidak mendapatkan pahala keutamaan shalat jumat.” (Fathul Bari, 2/414)
Senada dengan itu, Abdur Razaq meriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
مَنْ لَغَا فَلَا جُمُعَةَ لَهُ
“Barangsiapa berbuat sia-sia, maka tidak ada pahala shalat jumat untuknya.” (hadits ini dihukumi shahih oleh Syaikh al-Albani dalam kiab Al-Ajwibah an-Nafi’ah, 105)
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah menambahkan keterangan, “Maksudnya, dia hanya tidak mendapat pahala Jumat, bukan berarti shalat jumatnya tidak sah.” (Fatawa Nur ‘Alad Darbi, 2/8 versi Maktabah Asy-Syamilah, islamqa.info) wallahu a’lam. [M. Shodiq/dakwah.id]