Menyetubuhi Istri di Siang Hari Bulan Ramadhan — Hadits Puasa #15
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
فَقَالَ: هَلَكْتُ، يَا رَسُولَ اللهِ،
قَالَ: وَمَا أَهْلَكَكَ؟
قَالَ: وَقَعْتُ عَلَى امْرَأَتِي فِي رَمَضَانَ،
قَالَ: هَلْ تَجِدُ مَا تُعْتِقُ رَقَبَةً؟
قَالَ: لَا،
قَالَ: فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ؟
قَالَ: لَا،
قَالَ: فَهَلْ تَجِدُ مَا تُطْعِمُ سِتِّينَ مِسْكِينًا؟
قَالَ: لَا،
قَالَ: ثُمَّ جَلَسَ، فَأُتِيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِعَرَقٍ فِيهِ تَمْرٌ،
فَقَالَ: تَصَدَّقْ بِهَذَا
قَالَ: أَفْقَرَ مِنَّا؟ فَمَا بَيْنَ لَابَتَيْهَا أَهْلُ بَيْتٍ أَحْوَجُ إِلَيْهِ مِنَّا،
فَضَحِكَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى بَدَتْ أَنْيَابُهُ، ثُمَّ قَالَ: اذْهَبْ فَأَطْعِمْهُ أَهْلَكَ
Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu, ia berkata, seorang laki-laki datang menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, “Celakalah diriku wahai Rasulullah.”
Beliau bertanya, “Apa yang telah mencelakakanmu?”
Laki-laki itu menjawab, “Saya telah menyetubuhi istri di siang hari bulan Ramadhan.”
Beliau bertanya, “Sanggupkah kamu untuk memerdekakan budak?”
Ia menjawab, “Tidak.”
Beliau bertanya lagi, “Sanggupkah kamu berpuasa dua bulan berturut-turut?”
Ia menjawab, “Tidak.”
Beliau bertanya lagi, “Sanggupkah kamu memberi makan kepada enam puluh orang miskin?”
Ia menjawab, “Tidak.”
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, kemudian laki-laki itu pun duduk, sementara Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam diberi satu keranjang berisi kurma. Maka beliau pun bersabda: “Bersedekahlah dengan kurma ini.”
Laki-laki itu pun berkata, “Adakah orang yang lebih fakir dari kami. Karena tidak ada penduduk di sekitar sini yang lebih membutuhkannya daripada kami.”
Mendengar ucapan itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tertawa hingga gigi taringnya terlihat. Akhirnya beliau bersabda, “Pulanglah, dan berilah makan keluargamu dengannya.” (HR. Al-Bukhari No. 1936; HR. Muslim No. 1111)
Baca juga: 4 Keutamaan Puasa — Hadits Puasa #3
Hukum Menyetubuhi Istri di Siang Hari Bulan Ramadhan
Hadits di atas mengisyaratkan betapa besarnya dosa menyetubuhi istri di siang hari bulan Ramadhan bagi orang yang puasa.
Redaksi hadits di atas yang menggunakan istilah ‘halaktu’ (celakalah diriku) mengarah kepada makna ‘Aku terjatuh pada doa karena melakukan perbuatan yang diharamkan atas diriku ketika sedang puasa’.
Dalam riwayat lain dari jalur Aisyah radhiyallahu ‘anha menggunakan redaksi, ‘Ihtaraqtu’ yang artinya ‘terbakarlah aku’. (HR. Muslim No. 1112)
Hadits di atas juga mengisyaratkan bahwa orang yang menyetubuhi istri di siang hari bulan Ramadhan itu puasanya batal, jika dilakukan dengan sengaja dan penuh kesadaran bahwa dia sedang puasa.
Sehingga, ia terbebani kewajiban qadha’ puasa Ramadhan yang disertai dengan tobat nasuha.
Baca juga: Menghidupkan Malam Bulan Ramadhan — Hadits Puasa #5
Selain itu, ia juga terbebani kewajiban membayar kafarat atas dosa menyetubuhi istri di siang hari bulan Ramadhan yang telah ia lakukan, dengan urutan berdasar kemampuan pelaksanaannya sebagai berikut,
Pertama, membebaskan seorang budak muslim. Jika ia tidak mampu melakukannya, atau tidak mendapati adanya budak, maka;
Kedua, melaksanakan puasa selama dua bulan berturut-turut tanpa terputus. Jika ia tidak mampu melaksanakannya, maka;
Ketiga, memberi makan 60 orang miskin. Dengan takaran setiap orang miskin mendapat porsi satu mud makanan yang layak. 1 mud setara dengan 563 gram. Bisa berbentuk beras atau makanan pokok yang berlaku di masing-masing negeri. (Fath al-Bari, Ibnu Hajar al-Asqalani, 4/69)
Baca juga: Keutamaan Sahur bagi Orang yang Ingin Puasa — Hadits Puasa #10
Jika menyetubuhi istri di siang hari bulan Ramadhan dilakukan karena lupa, maka puasanya tetap sah. Inilah pendapat ulama fikih yang paling mendekati kebenaran. Sehingga, ia terbebas dari kewajiban qadha’ puasa.
Imam al-Bukhari rahimahullah menjelaskan,
وَقَالَ الْحَسَنُ وَمُجَاهِدٌ إِنْ جَامَعَ نَاسِيًا فَلَا شَيْءَ عَلَيْهِ
“Al-Hasan dan Mujahid berpendapat, jika ia (orang yang puasa) menyetubuhi istri (di siang hari bulan Ramadhan) karena lupa, maka tidak ada (kewajiban qadha’) untuk dirinya.” (Fath al-Bari, Ibnu Hajar al-Asqalani, 4/156)
Demikian pula, jika orang yang puasa menyetubuhi istri ketika fajar telah terbit namun ia menyangka waktu itu masih malam, lalu beberapa saat kemudian ia baru tahu kalau ternyata sudah terbit fajar, dalam kasus seperti ini puasanya tetap sah. Ia tidak wajib qadha’ puasa, tidak ada beban kafarat.
Ini adalah pendapat yang rajih di antara pendapat ulama fikih yang ada.
Baca juga: Bersegera untuk Buka Puasa — Hadits Puasa #11
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan,
“Ini adalah pendapat yang paling shahih dan yang paling sesuai dengan ushul syariah, dalil al-Kitab dan as-Sunnah. Ini pula yang menjadi kias dalam ushul mazhab Ahmad dan lainnya; sesungguhnya Allah ‘azza wajalla meniadakan hukuman bagi orang yang lupa dan keliru. Dan (dalam kasus ini) orang tersebut telah keliru, sementara Allah ‘azza wajalla membolehkan makan dan menyetubuhi istri sampai benar-benar terlihat jelas garis putih dari garis hitam pada waktu fajar. Sehingga, orang yang melakukan sesuatu yang dianjurkan atau dibolehkan tanpa berlebihan, maka ini lebih utama untuk mendapat uzur dari orang yang lupa. Wallahu a’lam.” (Majmu’ al-Fatawa, Syaikh Ibnu Taimiyah, 25/264)
Hukum ini berlaku untuk pelaku dari kaum laki-laki atau suami.
Baca juga: Memandikan Jenazah Yang Terbakar, Bagaimana Caranya?
Sedangkan jika pelakunya perempuan atau istri, maka puasanya batal. Sehingga ia wajib melaksanakan qadha’ puasa di hari yang lain. Tentang beban kafarat, jika persetubuhan itu dilakukan atas dasar keinginannya, maka ia terkena beban kafarat. Namun jika dilakukan karena paksaan, tidak ada beban kafarat untuk dirinya.
Karena beban kafarat hanya berlaku khusus bagi orang yang menyetubuhi istri di siang hari bulan Ramadhan, maka tidak ada kafarat bagi orang yang melakukannya ketika sedang melaksanakan qadha’ puasa di luar bulan Ramadhan. Sebab hari-hari di bulan Ramadhan memiliki pemberlakuan hukum khusus yang tidak berlaku di hari-hari selain Ramadhan. Wallahu a’lam [Sodiq Fajar/dakwah.id]
اَللَّهُمَّ أَعِذْنَا مِنْ أَسْبَابِ الْمُخَالَفَةِ وَالْعِصْيَانِ، وَارْزُقْنَا تَحْقِيْقَ الْإِيْمَانِ عَلَى الْوَجْهِ الَّذِي يُرْضِيْكَ عَنَّا، وَاغْفِرْ لَنَا مَا قَدَّمْنَا وَمَا أَخَّرْنَا، وَمَا أَسْرَرْنَا وَمَا أَعْلَنَّا، وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنَّا.
Ya Allah, lindungilah kami dari sebab-sebab penyimpangan dan kemaksiatan, karuniai kami kemampuan mempraktikkan iman dalam wujud yang Engkau ridhai, ampuni dosa kami yang telah lalu dan yang akan datang, dosa yang kami sembunyikan dan kami tampakkan, dan dosa yang Engkau lebih ketahui dari diri kami sendiri.
Diadaptasi dari kitab: Mukhtashar Ahadits ash-Shiyam
Penulis: Syaikh Abdullah bin Shalih al-Fauzan
Penerjemah: Sodiq Fajar