Ketika orang tua pernah melakukan nadzar namun sebelum terlaksana qadarullah beliau wafat, apakah wajib bagi anaknya untuk melaksanakannya sebagai ganti? Mari simak uraian berikut ini.
Nadzar: Mutlak dan Muallaq
Nadzar dibagi menjadi dua; mutlaq dan muallaq/muqayyad. Nadzar mutlaq adalah semacam janji seorang pada diri sendiri untuk melakukan sesuatu tanpa dikaitkan dengan apapun. Misalnya, “Saya akan bersedekah dengan sepertiga uang saya.” Sedangkan nadzar muallaq adalah bernadzar yang dikaitkan denga sesuatu. Misalnya, “Saya akan memberi makan fakir miskin jika saya disembuhkan dari penyakit ini.”
Jika yang dinadzarkan baik muallaq maupun mutlaq, adalah sesuatu yang baik, maka wajib dilaksanakan, tapi jika berupa maksiat maka harus ditinggalkan.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim disebutkan,
مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيْعَ اللهَ فَلْيُطِعْهُ وَمَنْ نَذَرَ أَنْ يَعْصِيَهُ فَلاَ يَعْصِهِ.
“Barangsiapa bernadzar untuk mentaati Allah, maka hendaklah ia mentaati-Nya, dan barangsiapa bernadzar untuk bermaksiat kepada-Nya, maka janganlah ia berbuat maksiat kepada-Nya.”
Baca juga: Barang Belum Dimiliki kok Dijual, Apa Boleh?
Hanya Wajib Pada Nadzar Mutlak
Apabila yang bernadzar meninggal sebelum melaksanakannya, ahli waris wajib melaksanakan nadzarnya. Jika nadzarnya terkait dengan harta, diambilkan dari harta si mayit. Jika nadzarnya berkaitan dengan ibadah, seperti haji atau puasa, maka keluarganya harus melaksanakannya. Dalam sebuah hadits dijelaskan:
“Dari Abdullah bin Abbas mengabarkan bahwa Sa’ad bin Ubadah Al-Anshari meminta fatwa kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang nadzar yang ditanggung ibunya, kemudian ibunya meninggal sebelum melaksanakannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi fatwa agar ia melaksanakan nadzarnya, kemudian hal itu menjadi sunnah.” (HR. Al-Bukhari&Muslim)
Dalam hadits lain yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma, ia berkata,
“Seorang laki-laki menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu ia berkata “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal dan ia memiliki kewajiban (hutang) berupa puasa selama satu bulan, apakah aku boleh menunaikannya?” Beliau menjawab “ya”, Beliau melanjutkan “hutang kepada Allah lebih berhak untuk dibayar.” (HR.Bukhari & Muslim) (Shahih Fikih Sunnah, 2/325-327)
Jadi, kewajiban bernadzar yang belum terlaksana karena sebab tertentu seperti kematian, hanya berlaku pada nadzar mutlak. Selain jenis itu, ahli waris tidak perlu melaksanakannya. (Disadur dari Majalah Ar-Risalah No.108 /Vol.9/ 12 Jumadal Ukhra-Rajab 1431 H/ Juni 2010) Wallahu a’lam. [dakwah.id]
Artikel Fikih terbaru: