Semua yang keluar dari dua lubang, kemaluan dan dubur, adalah najis. Oleh karena itu, air kencing itu najis: kencing manusia maupun binatang. Air kencing orang dewasa maupun anak-anak sama-sama najis.
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menceritakan bahwa ada seorang Arab Badui yang kencing di salah satu sudut masjid, dan orang-orang ingin mengusir Arab Badui tersebut. Namun, Nabi justru mengatakan,
دَعُوهُ وَأَهْرِيقُوا عَلَى بَوْلِهِ ذَنُوبًا مِنْ مَاءٍ أَوْ سَجْلًا مِنْ مَاءٍ
“Biarkanlah dia, dan guyurlah air kencingnya itu dengan seember air.” (HR. Al-Bukhari No. 5663)
Dalam kisah yang lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan salah seorang sahabat membawakan tiga buah batu untuk beristinja’. Namun, ia hanya mendapatkan dua buah batu dan kotoran hewan yang telah kering.
Artikel Fikih: Berburu dengan Senapan Angin Dagingnya Halal?
Rasulullah hanya menerima dua buah batu, dan membuang kotoran hewan yang telah kering tersebut. Kemudian beliau bersabda,
هَذَا رِكْسٌ
“Ini najis.” (HR. Al-Bukhari No. 152)
Berdasarkan dua hadits tersebut, ulama menyimpulkan bahwa semua yang keluar dari kemaluan dan dubur adalah najis.
Adapun air kencing bayi laki-laki yang masih meminum ASI, dan tidak diberi makanan selainnya, juga najis. Hanya saja itu najis ringan dan mendapat keringanan. Dalam istilah fikih disebut dengan nama najis mukhaffafah.
Jika Air Kencing itu Najis, Apakah Kotoran Juga Najis?
Semua kotoran yang keluar dari dubur adalah najis. Baik kotoran manusia maupun hewan, kotoran hewan yang dimakan maupun yang tidak dimakan, kotoran hewan yang bangkainya dimaafkan maupun yang tidak dimaafkan. Semuanya najis.
Mazhab Syafi’i sangat memperhatikan keberadaan najis pada benda apa pun, termasuk di antaranya adalah makanan.
Misalnya pada telur ayam. Biasanya, masih ada sedikit kotoran ayam yang menempel pada cangkang telur, itu adalah kotoran yang najis. Agar tidak menjatuhkan kotoran saat memecahkan telur, hendaknya telur dicuci terlebih dahulu.
Artikel Fikih: Apakah Menginjak Kotoran Binatang Membatalkan Wudhu?
Kotoran ikan, jika hanya sedikit, sekalipun najis maka termasuk najis yang dimaafkan. Kotoran ikan yang susah dibersihkan, biasanya menghitam di perut ikan, juga termasuk najis yang dimaafkan. Artinya, boleh mengonsumsi bagian perut ikan yang berwarna hitam oleh sebab kotoran.
Semua benda yang keluar dari lubang kemaluan dan dubur adalah najis. Baik berupa kerikil, nanah, darah, atau benda-benda yang lain.
Ada istilah najis ‘aini dan hukmi.
Najis ‘aini adalah benda yang najis secara zatnya. Sehingga tidak mungkin merubah benda najis ‘aini menjadi benda suci. Misalnya air kencing, itu najis ‘aini, tidak bisa disucikan dengan cara apa pun.
Sedangkan najis hukmi adalah benda yang najis bukan dari zatnya. Misalnya kelereng yang tertelan, begitu keluar dari dubur maka itu najis, hanya saja dapat disucikan dengan mencucinya.
Sebagai pengetahuan, dalam mazhab Maliki, Hambali, dan sebagian mazahab Syafii, bahwa kotoran hewan yang boleh dikonsumsi dagingnya tidaklah najis. Wallahu a’lam. (Arif Hidayat/dakwah.id)
Daftar Pustaka:
Al-Bayan wa at-Ta’rif bi Ma’ani Masa’ili wa Ahkam al-Mukhtashar al-Lathif, Syaikh Ahmad Yunus an-Nishf, hal. 121, cet. 2/2014 M, Dar Adh-Dhiya’ Kuwait.
Al-Imta’ bi Syarhi Matan Abi Syuja’, Syaikh Hisyam al-Kamil Hamid, hal. 56, cet. 1/2011, Dar Al-Manar.
Kasyifatu as-Saja Syarhu Safinati an-Naja, Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantani, hal. 120, cet. 1/2018, Dar Al-‘Alamiyah Jakarta.
Al-Wajiz fi al-Fiqhi al-Islami, Syaikh Wahbah Az-Zuhaili, 1/36, cet. 1/2005, Dar Al-Fikr.
Baca juga artikel Serial Ngaji Fikih atau artikel menarik lainnya karya Arif Hidayat.
Penulis: Arif Hidayat
Editor: Ahmad Robith
Serial Ngaji Fikih sebelumnya:
Ngaji Fikih #20: Cara Membedakan Darah Haid Dan Darah Istihadhah