Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah memerintahkan seorang sahabat, Ammar bin Yasir radhiyallahu ‘anhuma, untuk mencuci pakaian beliau dari bekas muntahan. Imam at-Thabrani meriwayatkan kisah ini dalam Mu‘jam al-Kabir.
Perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di atas mengindikasikan bahwa muntahan itu hukumnya najis.
Segala apa pun yang dimuntahkan adalah najis. Sedangkan arti daripada muntahan itu sendiri adalah segala sesuatu yang keluar dari lambung.
Sebagian ulama mazhab Syafii menyebutkan bahwa muntahan adalah yang keluar dari jalur mulut, sedangkan sebagian lain menyebutkan yang keluar secara umum dan tidak merinci dari mana keluarnya; segala sesuatu yang keluar dari lambung adalah muntahan.
Hadits Puasa: Muntah tanpa Disengaja Ketika Puasa
Harus benar-benar yakin bahwa sesuatu itu berasal dari lambung. Sekalipun telah dicerna dan hancur, atau masih utuh seperti sebelumnya; misalnya memuntahkan biji-bijian yang masih utuh.
Adapun sesuatu yang keluar bukan dari lambung, misal dari tenggorokan: hidung, mulut, atau dari dada maka tidak disebut sebagai muntahan. Hukumnya suci. Contohnya air ludah, ingus, dan lain sebagainya.
Disebutkan dalam kitab Kasyifatu Saja, seorang mufti bernama Muhammad Shalih ditanya tentang air liur yang keluar dari mulut orang tidur. Apakah najis atau tidak? Jika najis, bagaimana dengan orang yang terkena air liur tersebut?
Ngaji Fikih #26: Asap dari Benda Najis Apakah Juga Najis?
Beliau menjawab,
“Jika tidak ada kepastian bahwa air liur tersebut itu berasal dari lambung maka hukumnya suci. Dan jika ada kepastian bahwa air liur itu dari lambung maka hukumnya najis. Sedangkan orang yang terkena air liur itu dia dimaafkan.” Wallahu a‘lam. (Arif Hidayat/dakwah.id)
Daftar Pustaka:
Syaikh Ahmad Yunus An-Nishf, Al-Bayan Wa At-Ta‘rif bi Ma‘ani wa Masa’ili wa Ahkam Al-Mukhtashar Al-Lathif, hlm. 122, cet. 2/2014 M, Kuwait: Dar Adh-Dhiya’.
Syaikh Hisyam Al-Kamil Hamid, Al-Imta’ bi Syarhi Matan Abi Syuja’, hlm. 57, cet. 1/2011 M, Mesir: Dar Al-Manar.
Syaikh Muhammad Nawawi Al-Bantani, Kasyifatu As-Saja Syarhu Safinati An-Naja, hal. 112-123, cet. 1/2018 M, Jakarta: Dar Al-‘Alamiyah.
Baca juga artikel Serial Ngaji Fikih atau artikel menarik lainnya karya Arif Hidayat.
Penulis: Arif Hidayat
Editor: Ahmad Robith
Serial Ngaji Fikih sebelumnya:
Ngaji Fikih #28 Cara Menghilangkan Najis Mughaladzah