Fardhu wudhu yang pertama adalah niat wudhu. Orang berwudhu harus mengawalinya dengan niat, karena wudhu tidak akan sah kecuali dengan niat. Bagaimana cara niat untuk wudhu yang benar?
Flashback sebentar, jika Anda belum sempat membaca artikel ngaji fikih seri sebelumnya, silakan baca dengan klik tautan berikut ini:
Ngaji Fikih #2: Fardhu Wudhu itu Ada Enam
Lanjut, niat wudhu dapat dilakukan dengan beberapa cara berikut:
Pertama, niat untuk menghilangkan hadats.
Kedua, niat untuk bersuci.
Ketiga, niat untuk berwudhu saja.
Keempat, niat wudhu agar bisa melakukan amalan-amalan yang hanya boleh dilakukan oleh orang yang suci dari hadats, seperti menyentuh al-Quran.
Artikel Fikih Ibadah: Mandi Pagi Sore Belum Tentu Berfungsi Menggantikan Wudhu
Maka dari itu, tidak sah niat berwudhu agar bisa melakukan amalan-amalan yang boleh dilakukan tanpa harus wudhu terlebih dahulu.
Seperti orang yang niat berwudhu agar boleh membaca al-Quran atau membaca kitab-kitab hadits, wudhunya tidak sah.
Kenapa demikian? Karena seseorang boleh membaca al-Quran dan Al-Hadits tanpa harus berwudhu terlebih dahulu.
Bagi orang yang terkena penyakit beser, selain ia berniat untuk mensucikan hadats, maka ia juga harus meniatkan wudhunya untuk membolehkan kewajiban shalat (nawa istibahata fardhi ash-shalati). Bagi orang beser, berniat untuk mensucikan hadats saja dianggap belum cukup.
Niat dilakukan bersamaan dengan membasuh wajah (fardhu pertama). Apabila niat dilakukan setelah mencuci wajah maka wajib mengulangi dari pertama. Akan tetapi, lebih utama jika niat dilakukan saat membasuh kedua tangan dan mengucapkan: “Aku berniat untuk melakukan sunah-sunah wudhu,” kemudian ketika akan mencuci wajah ia berniat untuk melakukan fardhu-fardhu wudhu. (Arif Hidayat/dakwah.id)
(Disarikan dari kitab: Al-Bayan wa At-Ta’arif bi Ma’ani Wasaili Al-Ahkam Al-Mukhtashar Al-Lathif, Ahmad Yusuf An-Nishf, hal. 48-49, Dar Adh-Dhiya’, cet. 2/2014).
Download Kitab Al-Bayan wa At-Ta’arif bi Ma’ani Wasaili Al-Ahkam Al-Mukhtashar Al-Lathif.