Pada serial sebelumnya, dakwah.id telah mengupas Hukum Buang Hajat di Air Menggenang. Kali ini, pembahasan serial Ngaji Fikih selanjutnya adalah Hukum Buang Hajat Menghadap ke Arah Kiblat.
Seri adab buang hajat disarikan dari kitab al-Bayan wa at-Ta’rif bi Ma’ani wa Masa’ili wa Ahkam al-Mukhtashar al-Lathif, karya Syaikh Ahmad Yunus an-Nishf, dengan perubahan dan tambahan.
Untuk membaca serial Adab-adab Buang Hajat secara lengkap, silakan klik tautan berikut:
Kiblat adalah arah hadap kaum muslimin dalam menjalankan ibadah shalat. Dahulu, kiblat kaum muslimin adalah Baitul Maqdis, kemudian kiblat diubah ke Baitullah al-Haram, tepatnya mengarah ke Kakbah.
Keutamaan Arah Kiblat Dalam Islam
Dalam pelaksanaan sebagian ibadah, menghadap ke arah kiblat adalah wajib. Misalnya shalat, tidak sah kecuali dilakukan dengan menghadap ke arah kiblat. Sekalipun ada keringanan bagi orang yang tidak mampu melakukannya.
Dan dalam sebagian ibadah lain, menghadap ke arah kiblat dinilai sebuah keutamaan. Misalnya duduk menghadap kiblat saat membaca al-Quran, menghadap kiblat saat berdoa, saat menyembelih binatang, dan lain sebagainya.
Sebab itulah arah kiblat memiliki keutamaan khusus dibanding dengan arah-arah yang lain. Di antara keutamaan tersebut adalah Islam melarang umatnya ketika buang hajat menghadap ke arah kiblat maupun membelakanginya.
Dalilnya hadits yang dibawakan oleh Abu Ayub al-Anshari, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِذَا أَتَيْتُمْ الْغَائِطَ فَلَا تَسْتَقْبِلُوا الْقِبْلَةَ وَلَا تَسْتَدْبِرُوهَا بِبَوْلٍ وَلَا غَائِطٍ وَلَكِنْ شَرِّقُوا أَوْ غَرِّبُوا
“Apabila kalian mendatangi tempat buang hajat, maka janganlah kalian menghadap ke arah kiblat dan jangan pula membelakanginya; saat buang air besar atau buang air kecil, tetapi menghadaplah ke timur atau ke barat.”(HR. Muslim No. 388)
Larangan Tersebut Bersifat Apa?
Larangan yang ada dalam hadits ini dipahami oleh para ulama Syafii dengan hukum makruh, bukan haram. Sebab ada hadits lain dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata:
رَقِيتُ يَوْمًا عَلَى بَيْتِ حَفْصَةَ فَرَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى حَاجَتِهِ مُسْتَقْبِلَ الشَّامِ مُسْتَدْبِرَ الْكَعْبَةِ
“Suatu hari aku naik ke loteng rumah Hafshah, lalu aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sedang membuang hajat sambil menghadap arah Syam dengan membelakangi Kakbah.” (HR. At-Tirmidzi No. 11)
Menurut pendapat yang mu’tamad dalam mazhab Syafi’i, haramnya buang hajat menghadap ke arah kiblat maupun membelakanginya berlaku ketika dilakukan di ruangan terbuka. Sedangkan jika dilakukan di dalam ruangan tertutup seperti di dalam sebuah bangunan, atau di dalam kamar mandi yang tertutup maka hukumnya boleh.
Di Tempat Angin Berhembus Kencang
Bukan hanya menghadap maupun membelakangi kiblat saja yang dilarang, menghadap ke arah angin yang berhembus kencang juga dilarang.
Artinya, siapa pun yang ingin buang hajat di alam terbuka harus memperhatikan ke arah mana angin berhembus kencang. Ia tidak boleh buang hajat ke arah angin tersebut, dikhawatirkan justru najisnya akan mengenai tubuhnya. Larangan ini meliputi buang hajat kecil dan besar; lebih-lebih hajat besar yang cair. Wallahu a’lam. (Arif Hidayat/dakwah.id)
(Disarikan dari kitab al-Bayan wa at-Ta’rif bi Ma’ani wa Masa’ili wa Ahkam al-Mukhtashar al-Lathif, Syaikh Ahmad Yunus an-Nishf, hal. 86, cet. 2/2014 M, Kuwait: Dar Adh-Dhiya’. Al-Wajiz fi al-Fiqhi al-Islami, Wahbah az-Zuhaili, 47–48, cet. 1/2005 M, Lebanon: Dar Al-Fikr, dengan perubahan dan tambahan.)
Baca juga artikel Serial Ngaji Fikih atau artikel menarik lainnya karya Arif Hidayat.
Penulis: Arif Hidayat
Editor: Ahmad Robith
Serial Ngaji Fikih sebelumnya:
Ngaji Fikih #40: Hukum Buang Hajat di Air Menggenang
Sangat bermanfaat,
Smg bisa dilanjut sampe ke masalah wudu tayammum, shalat, puasa dan haji
Alhmadulillah… support terus tim dakwah.id, ya….