Gambar Panduan Amalan Bulan Syakban 6 Hal Ini Jangan Dilewatkan Dakwah.id

Panduan Amalan Bulan Syakban yang Perlu Kamu Pelajari

Terakhir diperbarui pada · 133 views

Kita telah memasuki bulan Syakban tahun 1446 hijriah. Dengan demikian, perlu kita tahu bersama panduan amalan bulan Syakban agar dapat memaksimalkan pahala jelang datangnya bulan Ramadhan.

Panduan Amalan Bulan Syakban

Bulan Syakban adalah bulan kedelapan dalam kalender hijriah. Ia didahului oleh bulan ketujuh, yaitu bulan Rajab. Ia akan disusul oleh bulan kesembilan, yaitu bulan Ramadhan. Oleh karena itu, bulan Syakban memiliki posisi yang sangat penting.

Bulan Syakban merupakan penyambung antara bulan amal saleh, yaitu Rajab dengan bulan “super” amal saleh, yaitu Ramadhan. Untuk itu, seorang muslim hendaknya memperhatikan dan merancang dengan baik amal perbuatannya pada bulan Syakban.

Berikut ini panduan amalan bulan Syakban yang disusun oleh Ustadz Yasir Abdul Barr. Semoga bermanfaat bagi sahabat dakwah.id semuanya.

Pertama: Lunasi Utang Puasa Ramadhan Tahun Sebelumnya

Panduan amalan bulan Syakban pertama adalah melunasi utang puasa Ramadhan tahun sebelumnya.

Bagi setiap muslim dan muslimah yang memiliki utang puasa pada bulan Ramadhan tahun sebelumnya, maka bulan Syakban merupakan kesempatan terakhir untuk melunasinya, sebelum datang bulan Ramadhan yang baru.

Sebenarnya setiap muslim dan muslimah yang memiliki utang puasa Ramadhan dianjurkan untuk melunasi utang puasanya sejak bulan Syawal tahun sebelumnya. Ia tidak perlu menunda-nunda pelunasan utang puasa tersebut sampai masuk tahun hijriah yang baru: Muharram, Shafar, Rabi’ul Awwal, dan bulan-bulan setelahnya.

Prinsip melunasi utang puasa Ramadhan tahun sebelumnya adalah makin cepat makin baik. Sebab, ia tidak tahu boleh jadi akan mendapatkan halangan-halangan. Entah itu sakit keras, hamil, menyusui, bepergian jauh dalam waktu yang lama, maupun halangan-halangan lainnya.

Bahkan, boleh jadi kematian mendatanginya secara tiba-tiba tanpa ia duga, sementara utang puasa Ramadhan belum ia lunasi sehingga ia menghadap Allah subhanahu wataala dalam keadaan membawa dosa utang puasa yang belum dilunasi.

Melunasi utang puasa Ramadhan sendiri adalah amal saleh sehingga layak untuk disegerakan. Allah subhanahu wataala berfirman,

 فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرٰتِۗ

Maka berlomba-lombalah kalian dalam melakukan amal kebajikan!” (QS. Al-Baqarah: 148)

Allah subhanahu wataala juga berfirman,

وَسَارِعُوْٓا اِلٰى مَغْفِرَةٍ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمٰوٰتُ وَالْاَرْضُۙ اُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِيْنَۙ

Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Rabbmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali Imran: 133)

Namun, apabila seorang muslim atau muslimah mempunyai kesibukan atau halangan tertentu untuk melunasinya, seperti seorang ibu yang hamil atau menyusui bayinya, maka hendaklah ia melunasi utang puasa Ramadhan tahun lalu pada bulan Syakban tahun ini.

Sebagaimana Aisyah radhiyallahu anha tidak bisa melunasi utang puasa Ramadhan kecuali pada bulan Syakban, karena sibuk melayani kepentingan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Dari Aisyah radhiyallahu anha, ia berkata,

كَانَ يَكُونُ عَلَيَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِيَهُ إِلَّا فِي شَعْبَانَ الشُّغْلُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

Dulu saya punya utang puasa Ramadhan. Dan saya tidak bisa melunasi kecuali di bulan Syakban, karena sibuk melayani Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.” (HR. Al-Bukhari 1849; HR. Muslim 1146)

Menunda-nunda pelunasan utang puasa Ramadhan dengan sengaja tanpa ada uzur syari sampai masuk Ramadhan berikutnya adalah perbuatan dosa. Kewajibannya adalah tetap melunasi utang puasa Ramadhan tersebut pada bulan Syawal, ditambah membayar fidyah yaitu memberi makan orang miskin sesuai jumlah hari utang puasa tersebut.

Baca juga Artikel Fikih Ramadhan: Belum Qadha Puasa Tapi Datang Ramadhan Berikutnya?

Jika utang puasanya 10 hari, misalnya, maka ia wajib berpuasa sepuluh hari plus memberi makan sepuluh orang miskin. Demikian fatwa sahabat Abu Hurairah, Abdullah bin Umar, dan Abdullah bin Abbas radhiyallahu anhum.

Kedua: Tingkatkan Amal Saleh

Panduan amalan bulan Syakban selanjutnya adalah meningkatkan amal saleh.

Amalan-amalan saleh yang selayaknya ditingkatkan pada bulan Syakban adalah amalan-amalan saleh yang biasa dikerjakan pada bulan-bulan lainnya. Seorang muslim selayaknya melaksanakan ibadah-ibadah fardhu maupun ibadah-ibadah sunah pada bulan Syakban sebaik-baiknya.

Amalan Bulan Syakban

Di antara bentuk peningkatan amal kebaikan yang harus dijaga pada bulan Syakban adalah sebagai berikut.

  1. Melaksanakan shalat wajib lima waktu secara berjamaah di masjid pada awal waktu (bagi kaum laki-laki).
  2. Memperbanyak tilawatul Quran, diusahakan satu hari minimal satu juz.
  3. Melaksanakan shalat Tahajud (minimal dua rakaat) dan shalat Witir (minimal satu rakaat) tiap malam.
  4. Melaksanakan shaum sunah: shaum Senin Kamis, shaum Daud, atau shaum ayyamul bidh (shaum tanggal 13, 14, dan 15 tiap bulan dalam kalender hijriah).
  5. Memperbanyak infak dan sedekah kepada fakir miskin, anak yatim, janda, dan orang-orang yang membutuhkan bantuan.
  6. Berbakti kepada orang tua.
  7. Memuliakan tamu.
  8. Memuliakan tetangga dan berbuat baik kepadanya.
  9. Mengajarkan ilmu kepada orang-orang yang membutuhkan.
  10. Membayar utang shaum Ramadhan bagi orang-orang yang memiliki utang shaum Ramadhan tahun sebelumnya.

Inilah di antara hal-hal yang disepakati oleh seluruh ulama tentang amalan di bulan Syakban.

Ketiga: Jauhi Amal-Amal Keburukan

Panduan amalan bulan Syakban selanjutnya adalah menjauhi amal-amal keburukan.

Di samping amal-amal kebaikan, pada bulan Syakban seorang muslim juga harus lebih ekstra hati-hati agar tidak melakukan amal-amal keburukan.

Hal-Hal yang Harus Ditinggalkan di Bulan Syakban

Di antara amal-amal keburukan yang harus dijauhi oleh setiap muslim pada bulan Syakban adalah:

  1. Kesyirikan dengan segala bentuknya.
  2. Kekufuran dengan segala bentuknya.
  3. Kemunafikan dengan segala bentuknya.
  4. Dosa-dosa besar yang tampak, seperti membunuh, merampok, mencuri, makan harta riba, makan harta anak yatim, sihir, menipu, berdusta, berkhianat, korupsi, suap, menggunjing, mengadu domba, durhaka kepada orang tua, dan berbuat buruk kepada tetangga.
  5. Dosa-dosa besar yang tidak tampak, seperti riya`, sum’ah, ujub, takabbur, iri dengki, dendam, dan berburuk sangka.

Keempat: Dianjurkan Perbanyak Puasa Sunah

Bulan Syakban adalah bulan yang disukai untuk memperbanyak puasa sunah.

Dalam bulan ini, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memperbanyak puasa sunah. Bahkan beliau hampir berpuasa satu bulan penuh, kecuali satu atau dua hari di akhir bulan saja agar tidak mendahului Ramadhan dengan satu atau dua hari puasa sunah.

Berikut ini dalil-dalil syar’i yang menjelaskan hal itu.

Pertama, hadits Aisyah radhiyallahu anha.

عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِيْنَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّهَا قَالَتْ: وَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ قَطٌّ إِلَّا رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ فِي شَهْرٍ أَكْثَرَ مِنْهُ صِيَامًا فِي شَعْبَانَ.

Dari Aisyah radhiyallahu anha, ia berkata, “Aku tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melakukan puasa satu bulan penuh kecuali puasa bulan Ramadhan, dan aku tidak pernah melihat beliau lebih banyak berpuasa sunah melebihi (puasa sunah) pada bulan Syakban.” (HR. Al-Bukhari no. 1969; HR. Muslim no. 1156)

Imam Ibnu Hajar al-Asqalani menulis, “Makna hadits ini adalah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam biasa berpuasa sunah pada bulan Syakban maupun bulan-bulan lainnya. Hanya saja puasa sunah beliau pada bulan Syakban lebih banyak daripada bulan-bulan lainnya.” (Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, 5/387).

Beliau juga mengatakan, “Hadits ini merupakan dalil keutamaan puasa sunah pada bulan Syakban.” (Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, 5/388)

Baca juga: Kumpulan Materi Kultum Ramadhan

Imam ash-Shan’ani berkata, “Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengistimewakan bulan Syakban dengan puasa sunah lebih banyak dari bulan lainnya.” (Subulus Salam Syarh Bulughul Maram, 2/239).

Dalam riwayat lain Aisyah radhiyallahu anha berkata,

كَانَ أَحَبُّ الشُّهُورِ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَصُوْمَهُ شَعْبَانَ، ثُمَّ يَصِلُهُ بِرَمَضَانَ.

Bulan yang paling dicintai oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam untuk berpuasa sunah adalah bulan Syakban, kemudian beliau menyambungnya dengan puasa Ramadhan.” (HR. Abu Daud no. 2431; HR. Ibnu Majah no. 1649)

Kedua, hadits Ummu Salamah radhiyallahu anha.

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ إِلَّا شَعْبَانَ وَرَمَضَانَ.

Dari Ummu Salamah radhiyallahu anha, ia berkata, “Aku tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berpuasa dua bulan berturut-turut, kecuali bulan Syakban dan Ramadhan.” (HR. Abu Daud no. 2336; at-Tirmidzi no. 736; An-Nasai 4/150; Ibnu Majah no. 1648; dan Ahmad 6/293)

Dalam hadits Ummu Salamah radhiyallahu anha ini disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berpuasa dua bulan berturut-turut.

Maksudnya adalah berpuasa sunah pada sebagian besar hari di bulan Syakban (yaitu berpuasa sekitar 27 atau 28 hari), lalu berhenti puasa sehari atau dua hari sebelum bulan Ramadhan, setelah itu dilanjutkan dengan puasa wajib Ramadhan selama satu bulan penuh.

Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh hadits-hadits Aisyah di atas. Juga hadits dari Aisyah, ia berkata,

وَلَمْ أَرَهُ صَائِمًا مِنْ شَهْرٍ قَطُّ أَكْثَرَ مِنْ صِيَامِهِ مِنْ شَعْبَانَ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ، كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ إِلَّا قَلِيلًا.

Aku tidak pernah melihat beliau shallallahu alaihi wasallam lebih banyak berpuasa sunah daripada bulan Syakban. Beliau berpuasa pada bulan Syakban seluruh harinya, yaitu beliau berpuasa satu bulan Syakban kecuali sedikit (beberapa) hari.” (HR. Muslim no. 1156; HR. Ibnu Majah no. 1710)

Juga hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,

لَا تَقَدَّمُوا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ وَلَا يَوْمَيْنِ إِلَّا رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمًا، فَلْيَصُمْهُ.

Janganlah salah seorang di antara kalian mendahului puasa Ramadhan dengan puasa (sunah) sehari atau dua hari sebelumnya, kecuali jika seseorang telah biasa berpuasa sunah (misalnya puasa Senin Kamis atau puasa Daud—penerj.) maka silakan ia berpuasa pada hari tersebut.” (HR. Al-Bukhari no. 1914; HR. Muslim no. 1082)

Kelima: Syakban Bulan Kelalaian

Para ulama salaf menjelaskan hikmah di balik kebiasaan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memperbanyak puasa sunah pada bulan Syakban.

Hikmah pertama:

Puasa sunah pada bulan Syakban akan menjadi persiapan yang tepat dan pelengkap bagi kekurangan puasa Ramadhan. Kedudukan puasa sunah pada bulan Syakban dari puasa wajib Ramadhan adalah seperti kedudukan shalat sunah qabliyah bagi shalat wajib.

Hikmah kedua:

Dari Usamah bin Zaid radhiyallahu anhu, ia berkata, “Wahai Rasulullah, kenapa aku tidak pernah melihat Anda berpuasa sunah dalam satu bulan tertentu yang lebih banyak dari bulan Syakban?”

Beliau shallallahu alaihi wasallam menjawab,

ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفِلُ النَّاسُ عَنْهُ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيْهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِيْ وَأَنَا صَائِمٌ.

Syakban adalah bulan di saat banyak manusia lalai (dari beramal saleh), antara Rajab dan Ramadhan. Ia adalah bulan di saat amal-amal dibawa naik kepada Allah Rabb semesta alam. Jadi, aku senang apabila amal-amalku diangkat kepada Allah saat aku mengerjakan puasa sunah.” (HR. Ahmad no. 21753; HR. An-Nasai no. 2357)

Keenam: Berlatih Biasakan Diri Beramal Saleh Secara Tertib dan Kontinu

Panduan amalan bulan Syakban terakhir adalah berlatih membiaskan diri beramal saleh secara tertib dan kontinu.

Pada bulan Ramadhan kita dianjurkan untuk memperbanyak amalan sunah, seperti membaca al-Quran, berdzikir, beristighfar, shalat Tahajud dan Witir, shalat Dhuha, dan sedekah. Untuk mampu melakukan hal itu semua dengan ringan dan istiqamah, kita perlu banyak berlatih.

Di sinilah bulan Syakban menempati posisi yang sangat urgen sebagai waktu yang tepat untuk berlatih membiasakan diri beramal sunah secara tertib dan kontinu. Dengan latihan dan pembiasaan pada bulan Syakban, maka insyaallah pada bulan Ramadhan kita akan terbiasa dan merasa ringan untuk mengerjakannya.

Dengan demikian, tanaman iman dan amal saleh akan membuahkan takwa yang sebenarnya.

Khutbah Jumat Singkat: Kemuliaan Istiqamah dalam Beramal

Abu Bakar al-Balkhi berkata, “Bulan Rajab adalah bulan menanam, bulan Syakban adalah bulan menyirami tanaman, dan bulan Ramadhan adalah bulan memanen hasil tanaman.”

Beliau juga berkata, “Bulan Rajab itu bagaikan angin, bulan Syakban itu bagaikan awan, dan bulan Ramadhan itu bagaikan hujan.” (Lathaiful Maarif, Ibnu Rajab Al-Hambali, hlm. 276)

Bulan Syakban adalah bulan latihan, pembinaan, dan persiapan diri agar menjadi orang yang sukses beramal saleh pada bulan Ramadhan.

Barang siapa tidak menanam benih amal saleh pada bulan Rajab dan tidak menyirami tanaman tersebut pada bulan Syakban, bagaimana mungkin ia akan memanen buah takwa pada bulan Ramadhan?

Pada bulan Syakban, pada saat kebanyakan manusia lalai dari melakukan amal-amal kebajikan, sudah selayaknya bila kita tidak ikut-ikutan lalai. Bersegera menuju ampunan Allah dan melaksanakan perintah-perintah-Nya adalah hal yang harus segera kita lakukan sebelum bulan suci Ramadhan benar-benar datang.

Demikian artikel tentang panduan amalan bulan Syakban yang perlu kamu pelajari. Semoga Allah subhanahu wataala senantiasa memudahkan kaki kita melangkah di jalan kebaikan. Wallahu alam. (Yasir Abdul Barr/dakwah.id)

Penulis: Yasir Abdul Barr
Editor: Ahmad Robith

Artikel Ilmu & Dakwah terbaru:

Topik Terkait

Discover more from Dakwah.ID

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading