Setiap manusia saat meregang nyawa mengalami sakaratul maut sebagaimana dijelaskan dalam ayat:
وَجَاءَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ ذَلِكَ مَا كُنْتَ مِنْهُ تَحِيدُ
“Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya.”(QS. Qaf: 19)
Sakaratul maut berarti kesulitan dan kesukaran maut. Ar-Raghib dalam kitab Al-Mufradat menjelaskan, “Kata sakar adalah suatu keadaan yang menghalangi antara seseorang dengan dengan akalnya. Dalam penggunaannya, kata ini banyak dipakai untuk makna minuman yang memabukkan. Kata ini juga berkonotasi marah, rindu, sakit, ngantuk, dan kondisi tidak sadar (pingsan) yang disebabkan oleh rasa sakit.” (Fathul Bari, Ibnu Hajar al-Asqalani, 11/362)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengalami sakaratul maut. Saat sakit menjelang wafat beliau, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meraih cangkir kecil berisi air, lalu beliau memasukkan tangan ke dalamnya untuk membasuh wajah.
Beliau berujar, “Tiada Ilah selain Allah. Sesungguhnya pada maut pasti ada sakaratul maut.” (HR. Al-Bukhari. Fathul Bari, Ibnu Hajar al-Asqalani, 11/361)
Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah bercerita tentang sakitnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Aku tidak melihat sakit pada seseorang yang lebih keras dibanding yang dialami Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim. Jami’ul Ushul, 11/69)
Aisyah radhiyallahu ‘anha juga pernah masuk ke kamar ayahnya, Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, yang sedang sakit menjelang wafatnya. Ketika sakit itu semakin berat, Aisyah radhiyallahu ‘anha mengucapkan seuntai syair,
Kekayaan tidak berarti apa-apa bagi seorang pemuda
Saat sekarat melewati kerongkongannya, dan menyesakkan dada
Mendengar itu, Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu membuka wajahnya dan berujar, ‘Bukan begitu, yang benar, ‘Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya.” (Tafsir Ibnu Katsir, 6/401)
Sakaratul Maut Orang Kafir Lebih Menyakitkan
Sudah pasti orang kafir akan mengalami maut lebih berat dan menyakitkan dibanding yang dialami seorang mukmin.
Sebuah hadits dari al-Barra’ bin ‘Azib, ia berkata, “Wahai jiwa yang busuk, keluarlah menuju kebencian dan murka Allah!” lalu ia berpisah dari jasadnya dan malaikat mencabutnya sebagaimana bulu wol yang tebal dan basah dicabut, bersamaan dengan itu pula terputuslah urat-urat dan syaraf-syaraf.
Al-Quran melukiskan betapa beratnya sakaratul maut yang dialami orang kafir. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allah atau yang berkata, ‘Telah diwahyukan kepada saya,’ padahal tidak ada diwahyukan sesuatu pun kepadanya, dan orang yang berkata, saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah.’ Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat ketika orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, dan para malaikat memukul dengan tangannya (al-Malaikatu basithu aidihim), (sambil berkata), ‘Keluarkanlah nyawamu! Pada hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah ‘Azza wa Jalla (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya.” (QS. Al-An’am: 93)
Maksud ayat di atas, sebagaimana dituturkan Ibnu Katsir, adalah ketika malaikat azab memberi kabar kepada orang kafir tentang azab, belenggu, rantai, neraka jahim, api yang membakar dan murka Allah ‘Azza wa Jalla.
Lalu malaikat berusaha mencabut ruh dari jasadnya. Akan tetapi ruhnya menolak untuk keluar dari jasad sambil berteriak, “Keluarkan Nyawamu! Pada hari ini kamu telah dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar.”
Ibnu Katsir menafsirkan, “Wal malaikatu basithu aidihim” dengan memukul.” Makna ayat ini sama dengan makna ayat:
لَئِنْ بَسَطْتَ إِلَيَّ يَدَكَ لِتَقْتُلَنِي
“Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku.” (QS. Al-Maidah: 28)
dan ayat:
وَيَبْسُطُوا إِلَيْكُمْ أَيْدِيَهُمْ وَأَلْسِنَتَهُمْ بِالسُّوءِ
“….dan mereka menjulurkan tangan dan lidah mereka kepadamu dengan menyakitimu.” (QS. Al-Mumtahanah: 2)
Beberapa Ulama telah menceritakan pengalaman sakaratul maut mereka. Di antaranya adalah Amru bin al-‘Ash. Saat ia sakaratul maut, anaknya berkata kepadanya, “Wahai ayahku, engkau pernah mengatakan, ‘Semoga saja aku bertemu dengan seorang laki-laki yang berakal saat maut menjemputnya agar ia melukiskan kepadaku apa yang dilihatnya!’ sekarang, engkaulah orang itu. Maka ceritakanlah kepadaku!” Ayahnya menjawab, “Anakku, demi Allah, seakan-akan bagian sampingku berada di ranjang, seakan-akan aku bernafas dari jarum beracun, seakan-akan duri pohon ditarik dari tapak kakiku sampai kepala.”
Kemudian ia mengucapkan sebait syair,
Aduhai, andai saja sebelum hal yang telah jelas di hadapanku ini terjadi,
Aku berada di puncak gunung sambil menggembala kambing.
(At-Tazkirah, Imam Al-Qurthubi, 19)
Baca Juga: Empat Penyebab Utama Suul Khatimah
Mati Syahid Meringankan Sakaratul Maut
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan, bahwa sakaratul maut akan diringankan bagi orang yang mati syahid di medan perang. Abu Hurairah meriwayatkan, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Orang yang mati syahid tidak merasakan sakitnya terbunuh, kecuali sakitnya seperti dicubit.” (HR. At-Tirmidzi, An-Nasa-i, dan ad-Darimi. At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini Hasan Gharib.” (Misykatul Mashabih, 2/358. Hadits no. 3836. Disadur dari kitab Al-Qiyamah ash-Shughra, Syaikh Umar bin Khattab radhyallahu ‘anhu Sulaiman al-Asyqar) Wallahu a’lam [dakwah.id]