Keutamaan Sepuluh Hari Terakhir Bulan Ramadhan — Hadits Puasa #21
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا، قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ، أَحْيَا اللَّيْلَ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ، وَجَدَّ وَشَدَّ الْمِئْزَرَ
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
“Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, beliau menghidupkan malamnya, membangunkan keluarganya, bersungguh-sungguh (ibadah), dan mengencangkan ikat sarungnya.” (HR. Al-Bukhari No. 2024; HR. Muslim No. 1174)
قَالَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْتَهِدُ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ، مَا لَا يَجْتَهِدُ فِي غَيْرِهِ
Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya bersungguh-sungguh di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan dengan kesungguhan yang tidak dilakukan di hari lainnya.” (HR. Muslim No. 1175)
Baca juga: Keutamaan Bulan Ramadhan — Hadits Puasa #4
Hadits di atas mengisyaratkan adanya keutamaan sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Hari-hari di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan memiliki kelebihan dan kemuliaan dibanding hari-hari lain di bulan biasa.
Allah ‘azza wajalla memuliakan sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan dengan ketaatan dan amal ibadah seperti shalat, zikir, dan membaca al-Quran.
Sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merespon kemuliaan yang terdapat di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan dengan empat tindakan:
Pertama, Menghidupkan malam-malam di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.
Maksud dari menghidupkan sepanjang malam di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan adalah begadang untuk melaksanakan amalan-amalan ketaatan seperti shalat, membaca al-Quran, dan zikir.
Sebagian ulama menafsirkan bahwa menghidupkan malam di sini yang dimaksud adalah menghidupkan sebagian besar waktu malam, bukan seluruh malam hingga datang waktu pagi.
Baca juga: Menghidupkan Malam Bulan Ramadhan — Hadits Puasa #5
Pendapat ini didasarkan pada hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha,
مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ لَيْلَةً حَتَّى الصَّبَاحِ، وَمَا صَامَ شَهْرًا مُتَتَابِعًا إِلَّا رَمَضَانَ
“Aku tidak pernah mendapati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghidupkan malam hingga datang waktu pagi, dan puasa sebulan penuh selain puasa Ramadhan.” (HR. Muslim No. 746)
Sebagian ulama lain berpendapat, larangan menghidupkan malam hingga datang waktu pagi hanya berlaku bagi mereka yang terbiasa menghidupkan malam hingga datang waktu pagi di sepanjang tahun, bukan bagi mereka yang ingin menghidupkan malam hanya di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan saja.
Baca juga: Makan atau Minum Karena Lupa Saat Puasa — Hadits Puasa #9
Kedua, membangunkan keluarganya di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.
Maksudnya, membangunkan istri-istrinya dari tidur mereka agar mengikuti beliau dalam memperbanyak amal ibadah dan ketaatan di malam sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan yang penuh berkah ini.
Ketiga, bersungguh-sungguh di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.
Bersungguh-sungguh di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan maksudnya, meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah melebihi ibadah yang dikerjakan di dua puluh hari pertama bulan Ramadhan. Karena di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan terdapat satu malam yang keutamaannya melebihi keutamaan seribu bulan, yakni Lailatul Qadar.
Baca juga: Keutamaan Sahur bagi Orang yang Ingin Puasa — Hadits Puasa #10
Keempat, mengencangkan tali sarung di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.
Mengencangkan tali sarung adalah kiasan untuk mengungkapkan kesungguhan yang lebih kuat dari biasanya dalam beribadah.
Sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan adalah penutup dari seluruh rangkaian ibadah yang terdapat dalam bulan Ramadhan. Sehingga, pada hari-hari terakhir tersebut adalah kesempatan terakhir untuk meraih pahala sebanyak-banyaknya dari berbagai keutamaan amal ibadah yang terdapat di dalamnya.
Dengan adanya Lailatul Qadar di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan menjadi penguat semangat setiap muslim untuk meningkatkan intensitas ibadahnya di hari-hari tersebut.
Ketika memasuki sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, para ulama salaf dahulu lebih memanjangkan waktu shalat malamnya dalam rangka berteladan kepada baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Baca juga: Malam Ganjil Bertepatan dengan Malam Jumat, Pertanda Lailatul Qadar?
As-Saib bin Yazid memberikan kesaksian,
أَمَرَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ أُبَيَّ بْنَ كَعْبٍ وَتَمِيمًا الدَّارِيَّ أَنْ يَقُومَا لِلنَّاسِ بِإِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً
قَالَ: وَقَدْ كَانَ الْقَارِئُ يَقْرَأُ بِالْمِئِينَ، حَتَّى كُنَّا نَعْتَمِدُ عَلَى الْعِصِيِّ مِنْ طُولِ الْقِيَامِ، وَمَا كُنَّا نَنْصَرِفُ إِلَّا فِي فُرُوعِ الْفَجْرِ
“Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu pernah memerintahkan Umay bin Ka’ab dan Tamim ad-Dary radhiyallahu ‘anhuma untuk shalat malam bersama sebanyak sebelas rekaat.”
As-Saib bin Yazid mengatakan, “Terkadang imam shalat membaca dua ratus ayat hingga kami bersandar pada tongkat karena lamanya berdiri ketika shalat, dan kami tidak menyelesaikan shalatnya kecuali telah mendekati waktu fajar.” (Al-Muwatha’, Imam Malik, 1/115)
Ada dua bentuk jihad yang dilakukan oleh setiap muslim di bulan Ramadhan. Pertama, jihad di siang hari dengan melaksanakan puasa. Kedua, jihad di malam hari dengan melaksanakan shalat malam.
Baca juga: Menyetubuhi Istri di Siang Hari Bulan Ramadhan — Hadits Puasa #15
Barang siapa yang memadukan dua bentuk jihad tersebut pada dirinya dan memenuhi seluruh ketentuannya, maka ia adalah bagian dari orang-orang sabar yang akan disempurnakan pahalanya tanpa hisab.
Oleh sebab itu, hendaknya setiap muslim selalu bersemangat, memotivasi diri untuk meningkatkan ibadah di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.
Bangun di malam hari bukanlah perkara yang sulit, namun tidak semua orang yang bangun di malam hari tergerak hatinya untuk memanfaatkan waktu berharga tersebut untuk memperbanyak ibadah.
Kebanyakan manusia justru menyia-nyiakan waktu penuh barakah tersebut untuk aktivitas yang mengandung dosa. Inilah bentuk kerugian yang nyata namun jarang disadari manusia. Wallahu a’lam [Sodiq Fajar/dakwah.id]
اَللَّهُمَّ أَيْقِظْنَا لِتَدَارُكِ بَقَايَا الْأَعْمَارِ، وَوَفِّقْنَا لِلتَّزَوُّدِ مِنَ الْخَيْرِ وَالْاِسْتِكْثَارِ، وَاجْعَلْنَا مِمَّنْ قَبِلَتْ صِيَامَهُ، وَأَسْعَدْتَهُ بِطَاعَتِكَ فَاسْتَعَدَّ لِمَا أَمَامَهُ، وَسَتَرْتَ زِلَـلَهُ وِإِجْرَامَهُ، وَاغْفِرْ اَللَّهُمَّ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِجَمِيْعِ الْمُسْلِمِيْنَ.
Ya Allah, bangkitkan kami untuk memanfaatkan sisi umur ini, teguhkan kami untuk memperbanyak bekal kebaikan, jadikan kami bagian dari golongan orang-orang yang diterima ibadah puasanya, selalu bersiap dalam ketaatan kepada-Mu, dan bagian dari golongan yang Engkau tutupi kesalahan dan dosanya, dan ampunilah kami ya Allah, ampuni kedua orang tua kami dan seluruh kaum muslimin.
Diadaptasi dari kitab: Mukhtashar Ahadits ash-Shiyam
Penulis: Syaikh Abdullah bin Shalih al-Fauzan
Penerjemah: Sodiq Fajar