Pada artikel Ngaji Fikih serial sebelumnya, dakwah.id telah mengupas Mengucapkan Kalimat Zikir Ketika Buang Hajat. Kali ini, serial Ngaji Fikih akan melanjutkan pembahasan berikutnya: Hukum Berbicara Saat Buang Hajat.
Seri adab buang hajat disarikan dari kitab al-Bayan wa at-Taโrif bi Maโani wa Masaโili wa Ahkam al-Mukhtashar al-Lathif, karya Syaikh Ahmad Yunus an-Nishf, dengan perubahan dan tambahan.
Untuk membaca serial Ngaji Fikih lainnya, silakan buka link tautan berikut:
Salah satu adab buang hajat yang sering diabaikan atau diremehkan adalah menahan diri dari berbicara saat buang hajat. Atau, menahan diri dari mengobrol di dalam kamar mandi. Dalam mazhab Syafii, hukum berbicara di dalam kamar mandi adalah makruh.
Kamar mandi adalah tempat untuk membuang kotoran, sudah tentu menjadi tempat yang sangat kotor. Mestinya kamar mandi tidak menjadi tempat paling nyaman untuk mengobrol dengan yang lain.
Hadits Larangan Berbicara Saat Buang Hajat
Abu Said radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sabda:
ููุง ููุฎูุฑูุฌู ุงูุฑููุฌูููุงูู ููุถูุฑูุจูุงูู ุงููุบูุงุฆูุทู ููุงุดููููููู ุนููู ุนูููุฑูุชูููู ูุง ููุชูุญูุฏููุซูุงูู ููุฅูููู ุงูููููู ุนูุฒูู ููุฌูููู ููู ูููุชู ุนูููู ุฐููููู
โJanganlah dua orang yang keluar untuk buang hajat membuka aurat mereka, kemudian mereka saling berbincang-bincang. Sesungguhnya Allah โazza wajalla benci dengan perbuatan seperti itu.โ (HR. Abu Dawud No. 14)
Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma juga pernah meriwayatkan:
ุฃูููู ุฑูุฌููุงู ู ูุฑูู ููุฑูุณููููู ุงูููู ููุจูููููุ ููุณููููู ูุ ููููู ู ููุฑูุฏู ุนููููููู
โseorang laki-laki pernah melewati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang saat itu sedang buang air kecil, lalu dia mengucapkan salam kepada beliau, namun beliau tidak menjawabnya.โ (HR. Muslim No. 555)
Boleh Berbicara, Hanya Dalam Kondisi Darurat
Kendati demikian, boleh berbicara saat buang hajat atau di dalam kamar mandi ketika dalam kondisi darurat.
Darurat seperti apa? Yaitu, kondisi yang sekiranya dia diam maka justru akan terjadi marabahaya pada dirinya atau pada orang lain.
Misalnya, melihat orang buta yang akan terjebur ke dalam sumur. Sekalipun sedang buang hajat maka dia boleh berbicara dengan orang tersebut, bahkan dia wajib memperingatkannya.
Contoh lainnya, melihat binatang berbisa yang dapat membinasakan dirinya atau orang yang ada di sekitarnya. Dia wajib meminta tolong dan memberi tahu kepada orang yang ada di sekitarnya sekalipun sedang buang hajat.
Larangan Tersebut Berlaku Dalam Kondisi Apa Sih?
Menurut pendapat yang muโtamad dalam mazhab Syafii, larangan (makruh) berbicara dalam kamar mandi hanya berlaku bagi orang yang masuk dalam kamar mandi untuk buang hajat saja.
Artinya, jika masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan atau memperbaiki, maka boleh berbicara sesuai dengan kebutuhan. Sekalipun, tetap tidak boleh melafalkan zikir dan melafalkan ayat-ayat al-Quran di dalamnya. Adapun selain dua kalimat tersebut maka diperbolehkan.
Ulama mutaakhirin dari mazhab Syafii berbeda pendapat, menurut mereka larangan berbicara dalam kamar mandi berlaku untuk semua kondisi, baik untuk buang hajat maupun untuk hal-hal yang lain. Selama tidak ada alasan darurat untuk berbicara maka bebicara dalam kamar mandi hukumnya tetap makruh.
Wallahu aโlam. (Arif Hidayat/dakwah.id)
(Disarikan dari kitab al-Bayan wa at-Taโrif bi Maโani wa Masaโili wa Ahkam al-Mukhtashar al-Lathif, Syaikh Ahmad Yunus an-Nishf, hal. 88โ89, cet. 2/2014 M, Kuwait: Dar Adh-Dhiyaโ, dengan perubahan dan tambahan)
Baca juga artikel Serial Ngaji Fikih atau artikel menarik lainnya karya Arif Hidayat.
Penulis: Arif Hidayat
Editor: Ahmad Robith
Serial Ngaji Fikih sebelumnya:
Ngaji Fikih #38: Mengucapkan Kalimat Zikir Ketika Buang Hajat