اَلْحَمْدُ لِلّهِ، اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ هَدَانَا صِرَاطَهُ الْمُسْتَقِيْمَ، صِرَاطَ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَالصِّدِيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ وَحَسُنَ أُوْلٓـئِكَ رَفِيْقاً.
أشْهَدُ أنْ لاَ إِلٰه إلاَّ اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا
وَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
Amma Ba’du,
Pertama, marilah kita panjatkan puji syukur kita ke hadirat Allah ‘azza wajalla yang telah menganugerahi kita berbagai macam nikmat, terutama nikmat iman, nikmat bertauhid, dan nikmat Islam.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta para keluarganya, para sahabatnya, dan seluruh umat yang mengikuti jejak langkahnya hingga hari kiamat kelak.
Kami wasiatkan kepada diri kami pribadi dan kepada jamaah shalat Jumat untuk senantiasa memperbanyak aktivitas yang memompa bertambahnya derajat iman dan takwa kita, memperbanyak muhasabah diri, dan memperbanyak istighfar di setiap waktu dan tempat.
Jamaah Jumat yang semoga dirahmati Allah ‘azza wajalla
Allah ‘azza wajalla telah menciptakan makhluk-Nya, kemudian mengirim utusan kepada mereka, dan menurunkan kitab suci kepada para rasul tersebut agar manusia berada dalam cahaya yang terang, menjadikan malamnya seterang siangnya, tak ada yang menyelisihinya kecuali orang-orang yang celaka.
Allah ‘azza wajalla juga menjadikan Islam sebagai agama kokoh, teguh, argumentatif, dan jelas bagi siapa saja yang hendak menempuh jalan agama ini. Demikian pula sebaliknya, siapapun yang hendak menempuh jalan kesesatan, maka kesesatannya itu tampak setelah datang kepadanya hujjah yang terang dan jelas. Oleh sebab itu, Allah ‘azza wajalla menyifati firman-Nya, menyifati hujjah para Nabi-Nya sebagai Hujjah Qathi’ah; argumentasi telak yang jelas, terang, mematahkan argumentasi lawan.
Jiwa-jiwa yang takabur terhadap al-Haq yang menginginkan penyelewengan terhadap manhaj Allah ‘azza wajalla dengan menyombongkan dirinya di hadapan al-Haq, mereka tidak akan dihukum Allah ‘azza wajalla dengan azabnya kecuali setelah datang kepada mereka hujjah yang terang.
Allah ‘azza wajalla berfirman,
وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّىٰ نَبْعَثَ رَسُولًا
“Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul.” (QS. Al-Isra’: 15)
Sesungguhnya Allah ‘azza wajalla tidak menciptakan Neraka, tidak menciptakan dosa dan menetapkannya pada diri seorang hamba yang mengetahui bahwa Allah ‘azza wajalla mengharamkan keduanya ada pada dirinya. Sebab, Allah ‘azza wajalla menciptakan makhluk-Nya itu dalam kondisi fitrah yang suci.
Pengaruh Hawa nafsu dan syahwat lah yang telah merusak kesucian fitrah manusia. Ada yang menyimpang ke kanan, ada pula yang menyimpang ke kiri, antara ekstrim dan meremehkan. Sesekali kembali kepada jalan kebenaran, sesekali pula melakukan pelanggaran dan penyimpangan.
Oleh sebab itu, Allah ‘azza wajalla telah berfirman dalam sebuah hadits Qudsi,
وَإِنِّيْ خَلَقْتُ عِبَادِيْ حُنَفَاءَ كُلَّهُمْ، وَإِنَّهُمْ أَتَتْهُمُ الشَّيَاطِيْنُ، فَاجْتَالَتْهُمْ عَنْ دِيْنِهِمْ وَحَرَّمَتْ عَلَيْهِمْ مَا أَحْلَلْتُ لَهُمْ وَأَمَرَتْهُمْ أَنْ يُشْرِكُوْا بِيْ مَا لَمْ أُنْزِلْ بِهِ سُلْطَانًا
“Dan sesungguhnya Aku telah ciptakan hamba-hamba-Ku semuanya mereka dalam keadaan bertauhid. Kemudian setan datang kepada mereka membawa pergi mereka dari agama (tauhid) mereka. Setan telah mengharamkan atas mereka apa saja yang Aku halalkan bagi mereka. Dan setan telah memerintahkan kepada mereka untuk melakukan kesyirikan kepada-Ku (menyekutukan-Ku), padahal Aku tidak pernah menurunkan keterangannya.” (HR. Muslim No. 2865)
Jamaah Jumat yang semoga dirahmati Allah ‘azza wajalla
Allah ‘azza wajalla telah menciptakan hamba-Nya dalam kondisi hunafa’, maksudnya dalam kondisi terbebas dari kerusakan, keburukan, dan kejahatan. Namun kemudian mereka digelincirkan oleh setan.
Setanlah yang telah menyelewengkan hamba Allah ‘azza wajalla dari shiratal mustaqim, jalan yang lurus. Setanlah yang telah menyimpangkan hamba Allah ‘azza wajalla dari manhaj Allah ‘azza wajalla yang lurus dengan berbagai macam cara dan strategi, dengan memanfaatkan hawa nafsu dan syahwat yang ada pada diri seorang hamba.
Manusia bisa saja melakukan perkara-perkara yang haram, bermaksiat kepada Allah ‘azza wajalla, membuat kerusakan di muka bumi. Namun, kerusakan yang paling dahsyat adalah menjadikan perbuatan kerusakan sebagai ideologi yang diyakini.
Manusia bisa saja melakukan kemaksiatan, baik kemaksiatan yang dosanya besar ataupun kemaksiatan yang dosanya kecil, bisa saja melakukan mubiqaat—dosa-dosa yang membinasakan. Namun, kemaksiatan dan mubiqaat yang paling besar adalah menjadikan kemaksiatan dan mubiqaat tersebut sebagai syariat, atau aturan, atau undang-undang.
Allah ‘azza wajalla tidak pernah membinasakan umat-umat terdahulu ketika mereka menyimpang dari perintah Allah ‘azza wajalla, kecuali setelah mereka menjadikan penyimpangan yang mereka lakukan sebagai syariat dan ibadah.
Jika mereka melakukan penyimpangan dengan tetap meyakini penyimpangan yang mereka lakukan sebagai perbuatan dosa, dan mereka melakukannya karena pengaruh syahwat dan Hawa nafsu, maka Allah ‘azza wajalla tidak membinasakan mereka dengan keyakinan itu.
Allah ‘azza wajalla membinasakan kaum Nabi Syu’aib ketika mereka ingin memisahkan agama Allah ‘azza wajalla dari perintah-perintah-Nya, kaum Nabi Syu’aib mengatakan waktu itu,
“Wahai Syuaib, apakah shalatmu nanti akan memerintahmu untuk meninggalkan sesembahan bapak-bapak kami, sementara kami bisa tetap menggunakan harta kami sesuka hati kami?”
Yang mereka inginkan adalah silakan shalat sesukanya, namun perdagangan kami tetaplah milik kami dan urusan kami.
Jamaah Jumat yang semoga dirahmati Allah ‘azza wajalla
Kaum Luth, ketika mereka terjatuh dalam kerusakan dan kemaksiatan, Allah ‘azza wajalla tidak membinasakan mereka kecuali setelah mereka menghalalkan dan menjadikan kemaksiatan yang mereka perbuat sebagai hal yang diyakini.
Oleh karena itu Allah ‘azza wajalla berfirman,
وَتَأْتُونَ فِي نَادِيكُمُ الْمُنْكَرَ
“Dan mengerjakan kemungkaran di tempat-tempat pertemuanmu?” (QS. Al-‘nkabut: 29)
Maksudnya, kaum Luth melakukan kemaksiatan itu di ruang publik secara terang-terangan. Mereka bangga dengan kemaksiatan itu. Mereka melakukan kemaksiatan itu tanpa ragu. Inilah hasrat setan.
Jika syahwat berubah menjadi syubhat, kemudian berubah menjadi syariat, kemudian ditetapkan sebagai aturan dan undang-undang, dilegitimasi sebagai kebebasan asasi manusia, hingga tak boleh ada seorang pun yang mendiskriminasi. Perubahan itu sejatinya adalah perubahan dari kefasikan, syahwat, dan hasrat yang ada pada dirinya, menuju syariat selain syariat yang diturunkan oleh Allah ‘azza wajalla.
Oleh sebab itu, Allah ‘azza wajalla memberi peringatan kepada umat-umat yang tenggelam dalam kerusakan dan kemaksiatan yang terlalu lama dan menyebar, untuk segera beralih dari nafsu, syahwat, dan hasrat menuju kepada keimanan bersamaan dengan perjalanan waktu.
Jamaah Jumat yang semoga dirahmati Allah ‘azza wajalla
Sesungguhnya setan tidak akan mulai menyesatkan manusia dari kerusakan yang paling besar. Namun, ia akan memulai menyesatkan dari kerusakan yang levelnya ringan.
Oleh sebab itu, kita dapati kemungkaran-kemungkaran di sekeliling kita tumbuh dari kemungkaran-kemungkaran yang skalanya kecil. Kemudian mengembang, dan akhirnya menjadi kemungkaran yang besar.
Seseorang yang terjebak dalam kemungkaran ringan, dalam hatinya pasti masih mengharap akan ampunan Allah ‘azza wajalla. Namun, seseorang yang terjebak dalam kemungkaran yang lebih besar, ia tidak segan-segan untuk menampakkan aksi kemungkarannya di depan publik.
Jika ia terjebak dalam kemungkaran yang lebih besar lagi, maka ia tak segan-segan untuk meyakini kemungkaran tersebut sebagai hal yang baik dan positif, tak boleh ada seorang pun yang mendiskriminasi kemungkaran yang ia lakukan. Pada saat sebuah umat berada di level terakhir ini, Allah ‘azza wajalla akan menimpakan kebinasaan dan hukuman kepada umat tersebut.
Jamaah Jumat yang semoga dirahmati Allah ‘azza wajalla
Sesungguhnya kerusakan yang paling besar yang menyebar dalam tubuh umat adalah berubahnya syahwat menjadi syubhat, hingga kemudian akhirnya berubah lagi menjadi sebuah keyakinan.
Mari kita lihat potret kehidupan orang-orang barat. Dengan segala narasi dan konsep nalar yang dibuat, mereka menyelisihi perintah Allah ‘Azza wa Jalla. Mulai dari sebuah hasrat yang menyelisihi fitrah yang telah Allah ‘Azza wa Jalla karuniakan kepada manusia. Manakala mereka terlarut mencintai hasrat-hasrat tersebut, hasrat wanita, hasrat minum khamr, dan hasrat-hasrat lainnya yang menyelewengkan manusia dari fitrahnya yang suci.
Mulailah kemaksiatan berupa pemenuhan hasrat tersebut, kemudian mereka menjadi sangat mencintai perbuatan tersebut, kemudian ketika ada orang lain yang mencoba untuk mengganggu kemaksiatan mereka, mereka berusaha melegalkan kemaksiatan tersebut ke dalam undang-undang negara. Lalu mereka kemas kemaksiatan tersebut sebagai kebebasan dan hak asasi manusia yang wajib dilindungi.
Jamaah Jumat yang semoga dirahmati Allah ‘azza wajalla
Perlu kita ketahui, bahwasannya kehancuran penyelisihan terhadap fitrah manusia terjadi dalam dua fase. Pertama, di zaman kaum nabi Luth. Kedua, zaman saat ini yang berkembang di dunia barat sana.
Kaum Nabi Luth, tindakan cabul yang mereka lakukan masih dalam taraf sembunyi-sembunyi, mereka tidak menghalalkan perbuatan tersebut secara terang-terangan, mereka lakukan kemaksiatan itu hanya untuk menuruti hawa nafsu.
Namun di zaman kita ini, di dunia barat sana, mereka melakukan apa yang telah dilakukan oleh kaum Luth. Bahkan lebih parah lagi, mereka menjadikan kemaksiatan itu sebagai sebuah akad yang sah, seperti pernikahan antara laki-laki dengan laki-laki, pernikahan perempuan dengan perempuan, dan menyelenggarakannya secara resmi, dihadiri para pemuka agama dan para tamu. Dan tercatat secara resmi, fulan adalah istri fulan, fulanah adalah suami fulanah.
Bahkan, lebih parah dari itu, di negara barat sana sudah mulai muncul pikiran-pikiran untuk melegalkan pernikahan antara manusia dengan binatang, yang dihadiri para pemuka agama dan para tamu, dan dilegalkan secara hukum negara! Para cendikiawan yang mendukung perbuatan itu membela dengan penuh semangat, “Itu adalah hak asasi manusia yang tak boleh diganggu gugat! Na’udzubillah min dzalik!
Jamaah Jumat yang semoga dirahmati Allah ‘azza wajalla
Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla telah memberi peringatan dari kerusakan sejak dari benih dan penyebarannya. Sebab, benih kerusakan itu seperti biji sebuah pohon. Bermula dari sebutir biji, kemudian disiram dengan syahwat, kemudian disiram lagi dengan syubhat, kemudian berubahlah biji kerusakan itu menjadi sebuah pohon besar yang akan membuahkan kerusakan lagi.
Bermula dari mendekati zina, kemudian terus meningkat hingga menghalalkan pernikahan sejenis. Menghalalkan pernikahan dengan saudara dan kerabat dekat. Yang masih tersisa hanyalah pengakuan atas tidak bolehnya seorang anak menikahi ibunya. Itu semua tumbuh subur dalam pemikiran kebebasan hak asasi manusia yang saat ini lantang disuarakan oleh kaum liberal di dunia barat sana.
Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla bukan menjadikan kebebasan manusia itu tidak memiliki batas akhir, akan tetapi, Allah ‘Azza wa Jalla telah menjadikan kebebasan manusia itu memiliki permulaan dan berakhir pada batas-batas yang ditetapkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla.
تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَعْتَدُوهَا
“Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya.” (Al-Baqarah: 229)
Hududullah, batasan-batasan Allah ‘azza wajalla, mencakup batasan-batasan yang berhubungan dengan manusia selainnya, atau batasan-batasan yang berhubungan dengan aturan Allah ‘azza wajalla sehingga wajib baginya untuk tunduk kepada-Nya.
Adalah pemikiran yang keliru, suatu anggapan bahwa ada ruang pemisah antara urusan ibadah dan syariat Allah ‘azza wajalla dengan urusan dunia. Justru pemikiran inilah yang menjadikan manusia menyimpang dari fitrah tanpa sadar.
Mereka anggap syariat-syariat Allah ‘azza wajalla hanya berlaku dalam urusan ibadah mahdhah saja. Padahal, syariat Allah ‘azza wajalla itu meliputi segala hal dalam kehidupan manusia; dalam perdagangan, dalam pernikahan, dalam warisan, politik, hukum pemerintahan, dan dalam segala bentuk interaksi antar manusia dan makhluk lain.
Jamaah Jumat yang semoga dirahmati Allah ‘azza wajalla
Sesungguhnya benih keburukan itu ada dalam setiap jiwa manusia. Allah ‘azza wajalla menyertakannya dalam fitrah. Oleh sebab itu, manusia terkadang memiliki pikiran-pikiran kecil untuk melakukan penyimpangan, tapi tiap kali ada orang lain melihatnya, ia tidak jadi melakukannya.
Kenapa bisa demikian? karena Allah ‘azza wajalla telah menanamkan dalam jiwa manusia sifat pemalu yang akan mengendalikan dirinya dari benih-benih penyimpangan sehingga tidak akan ia wujudkan. Kemudian Allah ‘azza wajalla juga menetapkan ayat-ayat peringatan dan ancaman bagi segala bentuk penyimpangan.
Allah ‘azza wajalla memberikan hukuman atas perbuatan zina, tabarruj, dan penyelisihan terhadap syariat-syariat Allah ‘azza wajalla. Allah ‘azza wajalla akan menetapkan hukumannya di akhirat, kecuali masih tersimpan dalam hati manusia dua pengekang; pengekang Hawa nafsu dari dalam dirinya, dan pengekang berupa syariat Allah ‘azza wajalla untuk manusia, sehingga kembali luruslah fitrah manusia.
Jamaah Jumat yang semoga dirahmati Allah ‘azza wajalla
Sesungguhnya Allah ‘azza wajalla telah menciptakan manusia, dan menetapkan fitrah yang baik dalam jiwa manusia, dan memperingatkan mereka untuk tidak membuat kerusakan di muka bumi.
Allah ‘azza wajalla berfirman,
وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya.” (QS. Al-A’raf: 56)
Bumi ini dalam kondisi baik sebelum adanya manusia. Kemudian manusia mengelolanya dengan baik sesuai dengan fitrahnya. Namun kemudian muncul manusia-manusia dengan Hawa nafsunya yang berbuat kerusakan di sana-sini dan melakukan mengingkaran terhadap perintah-perintah Allah ‘azza wajalla.
Kerusakan pertama kali yang menimpa manusia adalah kerusakan yang dihembuskan iblis kepada Adam dan Hawa saat di Jannah. Ketika Allah ‘azza wajalla memberi peringatan kepada Adam dan Hawa untuk tidak memakan buah dari pohon terlarang, iblis tak henti-hentinya membisikkan rayuan untuk melanggar perintah Allah ‘azza wajalla tersebut.
Godaan iblis kepada Adam dan Hawa adalah ujian dari Allah ‘azza wajalla. Tergodanya Adam dan Hawa atas tipu daya setan adalah takdir yang telah ditetapkan Allah ‘azza wajalla sebagai permulaan adanya permusuhan antara manusia dengan Iblis. Manusia sebagai hamba dengan bekal fitrah yang lurus, iblis sebagai musuh yang akan menyelewengkan hamba-Nya dari fitrahnya yang lurus.
Dari kisah Adam, Allah ‘azza wajalla telah menetapkan bahwa hukuman pertama yang menimpa manusia adalah ditampakkannya aurat. Namun sungguh aneh, manusia zaman sekarang menganggap tampaknya aurat adalah sebuah wujud modernitas peradaban.
Ketika Adam dan Hawa disingkap auratnya, mereka menangis histeris memohon ampun kepada Allah, kemudian bergegas mencari dedaunan untuk menutup aurat mereka. Namun manusia zaman sekarang justru sengaja menyingkap auratnya dengan penuh percaya diri, sembari menebar sejuta senyum memanjakan mata orang-orang di sekitarnya.
Begitulah pekerjaan iblis. Selalu berusaha menyesatkan manusia dari fitrahnya yang lurus. Begitulah keberhasilan iblis. Bagaimana bisa terbukanya aurat sebagai hukuman dari Allah ‘azza wajalla saat ini justru disebut sebagai bentuk peradaban modern yang digemari hampir mayoritas manusia? Di manakah kewarasan berpikir manusia-manusia zaman sekarang?
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ
وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآياَتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ
وَأَسْتَغْفِرُهُ لِي وَلَكُمْ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمِ
KHUTBAH KEDUA
اَلْحَمْدُ للهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَحْسَنِ خَلْقِ اللهِ مُحَمَّدٌ بْنِ عَبْدِ اللهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
أَمَّا بَعْدُ،
Jamaah Jumat yang semoga dirahmati Allah ‘azza wajalla
Sesungguhnya Allah ‘azza wajalla telah memperingatkan manusia dari berbagai bentuk tindakan yang mengarah kepada zina, memperingatkan manusia dari dosa berhias yang berlebihan, memperingatkan manusia dari segala bentuk khalwat dengan lawan jenis di mana pun, Allah ‘azza wajalla telah memperingatkan manusia dari semua itu. Dan tidaklah Allah ‘azza wajalla menentukan sebuah syariat, kecuali itu adalah untuk menjaga manusia agar tetap berada pada fitrah sucinya.
Allah ‘azza wajalla telah menetapkan fitrah seorang laki-laki sebagai pelindung dan pemilik kemampuan untuk mencari nafkah. Oleh sebab itu Allah ‘azza wajalla berfirman kepada Adam dan Hawa ketika keduanya akan diturunkan ke bumi,
فَلَا يُخْرِجَنَّكُمَا مِنَ الْجَنَّةِ فَتَشْقَىٰ
“Maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka.” (QS. Thaha: 117) https://tafsirq.com/20-ta-ha/ayat-117
Laa yukhrijannakuma, jangan sampai ia mengeluarkan kamu berdua. Fatasyqa, sehingga kamu Adam menjadi celaka.
Kenapa dalam ayat itu yang ditunjuk menjadi celaka hanya Adam saja? Karena di Jannah itu seluruh kebutuhan Adam dan Hawa tercukupi. Sementara ketika di dunia, Adam harus bertanggung jawab atas kehidupan Hawa. Adam bertugas untuk mencukupi nafkah istrinya, Hawa.
Sedangkan saat ini, di dunia pendidikan negara barat justru mengajarkan sebaliknya. Mereka dengan gencarnya mempromosikan pemikiran persamaan gender. Hak perempuan disamaratakan dengan hak laki-laki. Sehingga, tak ada perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan. Seolah-olah mereka sedang memperjuangkan hak asasi perempuan, tapi sejatinya mereka sedang menghancurkan fitrah suci manusia yang lurus.
Allah ‘azza wajalla berfirman,
وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ ۚ لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبُوا ۖ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبْنَ ۚ
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan.” (QS. An-Nisa’: 32) https://tafsirq.com/4-an-nisa/ayat-32
Semoga kita semua selalu diletakkan Allah ‘azza wajalla di atas jalan fitrah yang lurus hingga ajal menjemput. (www.dakwah.id)
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ.
رَبَّنا لا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنا، وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمة، إِنّكَ أنتَ الوَّهابُ
رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. وَالْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.