Khusyuk dalam shalat itu penting. Keutamaannya sangat besar. Meski itu tidak wajib.
Shalat yang tidak khusyuk tetap sah. Selama rukun dan syaratnya terpenuhi. Tapi yang didapat hanya terbebas dari kewajiban melaksanakan shalat. Pelakunya bahkan tidak mendapat pahala apa pun selain hanya itu. Tersebab ia shalat tidak khusyuk.
Oleh karena itu, pentingnya khusyuk dalam shalat lebih didahulukan dari pentingnya menjaga kontinuitas pelaksanaan shalat.
Allah ‘azza wajalla meletakkan khusyuk dalam shalat sebagai ‘syarat’ orang mukmin mendapat kemenangan di ayat kedua dari surat al-Mukminun.
Sedangkan ‘syarat’ menjaga kontinuitas pelaksanaan shalat berada di ayat kesembilan dalam surat tersebut.
Baca: 12 Keutamaan Shalat Malam dalam Al-Quran dan Hadits Shahih
Allah ‘azza wajalla berfirman,
قَدْ اَفْلَحَ الْمُؤْمِنُوْنَ ۙ. الَّذِيْنَ هُمْ فِيْ صَلٰو تِهِمْ خَاشِعُوْنَ.
“Sungguh beruntung orang-orang yang beriman. (yaitu) orang yang khusyuk dalam salatnya. (QS. Al-Mu`minūn: 1-2)
وَالَّذِيْنَ هُمْ عَلٰى صَلَوٰتِهِمْ يُحَافِظُوْنَ ۘ
“Serta orang yang memelihara salatnya.” (QS. Al-Mu`minūn: 9)
Ada kalimat menarik dari syaikh Abdul Aziz bin Marzuq ath-Tharifi tentang khusyuk dalam shalat.
قَدَّمَ الْخُشُوْعَ فِي الصَّلَاةِ عَلَى الْمُحَافَظَةِ عَلَيْهَا، لِبَيَانِ أَنَّ الصَّلَاةَ بِلَا خُشُوْعٍ حِرْمَانٌ: تَسْقُطُ عَنْهُ الْوِزْرَ وَتُحَرِّمُهُ عَنْهُ الْأَجْرَ
“Khusyuk dalam shalat lebih diprioritaskan dari kontinuitas pelaksanaannya tersebab shalat tanpa khusyuk itu tidak mendapat apa pun; terbebas dari dosa, tidak mendapat dari pahala.” (Shifat Wudhu an-Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, 158)
Kalimat lain beliau yang tak kalah menarik,
أَنَّ ذِهَابَ الْخُشُوْعِ يُذْهِبُ أَجْرُهَا بِمِقْدَارِ ذِهَابِ الْخُشُوْعِ مِنْهَا، فَإِنْ ذَهَبَ رُبُعُ الْخُشُوْعِ ذَهَبَ رُبُعُ الْأَجْرِ، وَإِنْ ذَهَبَ ثُلُثُهُ ذَهَبَ ثُلُثُ الْأَجْرِ
“Jika khusyuk hilang, hilang pula pahalanya; sekadar dengan ukuran khusyuk yang hilang. Jika hilang seperempat khusyuk, hilanglah seperempat pahalanya. Jika hilang sepertiga khusyuk, hilang pula sepertiga pahalanya.” (Ibid.)
Baca: Materi Khutbah Jumat: Jujur itu Berat, tapi Harus!
5 Tingkatan Manusia dalam Khusyuk dalam Shalat
Dalam proses mendekat kepada Allah ‘azza wajalla (taqarrub ilallah), beda orang beda kemampuan, beda semangat, dan beda kesungguhan.
Ibarat kompetisi balap mobil, ada peserta yang berada di posisi paling depan, di pertengahan, sejajar dengan peserta lain, ada pula yang tertinggal jauh di belakang. Posisi mobil mereka ini bergantung pada kemampuan berlarinya mobil.
Demikian pula dalam urusan khusyuk dalam shalat. Manusia memiliki tingkatan yang berbeda-beda dalam urusan khusyuk dalam shalat.
Baca: Merekam Khutbah Jumat, Apakah Termasuk Aktivitas Terlarang Saat Khutbah Jumat Berlangsung?
Perbedaan ini muncul karena faktor tingkat kehadiran hati, tingkat kelalaian, konsentrasi, dan berpalingnya hati dari mengingat Allah ‘azza wajalla saat shalat.
Ibnul Qayyim (w. 751H) mengklasifikasikan manusia dalam beberapa tingkatan terkait tingkat khusyuk dalam shalat. Konsepsi beliau tentang tingkat khusyuk dalam shalat ini dapat dijumpai dalam kitab al-Wabil ash-Shayyib min al-Kalim ath-Thayyib (hal. 23)
Kitab al-Wabil ash-Shayyib min al-Kalim ath-Thayyib versi PDF dapat diunduh di sini:
TINGKAT PERTAMA
Pertama, tingkatan orang yang menzalimi dan menelantarkan diri sendiri. Az-Zalim li nafsih.
Tingkatan ini ditempati orang yang tidak menjaga kesempurnaan wudhu, waktu-waktu shalat, batasan-batasan serta rukun-rukunnya.
TINGKAT KEDUA
Kedua, orang yang memelihara waktu-waktu shalat, batasan-batasannya, rukun-rukun lahiriahnya, dan wudhunya, hanya saja ia mengesampingkan upaya untuk melawan bisikan jiwa. Sehingga, ia terbawa oleh bisikan-bisikan jiwa dan pikiran-pikiran.
TINGKAT KETIGA
Ketiga, orang yang menjaga batasan-batasan shalat dan rukun-rukunnya, serta berusaha kuat melawan bisikan-bisikan dan pikiran-pikiran. Ia sibuk melawan musuhnya agar tidak mencuri shalatnya, maka ia berada dalam shalat dan jihad.
TINGKAT KEEMPAT
Keempat, orang yang bila berdiri untuk shalat ia menyempurnakan hak-hak shalat, rukun-rukunnya, serta batasan-batasannya.
Hatinya tenggelam memelihara batasan-batasan dan hak-haknya, supaya ia tidak menyia-nyiakannya sedikit pun darinya. Bahkan seluruh perhatiannya tercurah untuk menegakkan shalat sebagaimana mestinya, dan selalu berusaha menyempurnakannya.
Hatinya tenggelam dalam urusan shalat dan penghambaannya pada Rabb dalam shalat.
TINGKAT KELIMA
Kelima, orang yang bila berdiri shalat, ia melakukannya seperti tingkatan keempat. Tapi selain itu, orang ini telah mengambil hatinya dan meletakkannya di hadapan Rabb seraya melihat-Nya dengan hatinya, merasa diawasi oleh-Nya, penuh cinta dan mengagungkan-Nya, seolah-olah ia melihat dan memandang-Nya.
Bisikan-bisikan, pengalihan-pengalihan, dan was-was dalam jiwa yang mengganggu itu telah meredup. Penghalang antara ia dan Allah telah terangkat.
Maka jarak antara tingkatan orang ini dan tingkatan lainnya perihal khusyuk dalam shalat lebih jauh dibanding jarak antara langit dan bumi.
Dalam shalat ia sibuk bermunajat dengan Rabb, bahagia dengan-Nya.
Baca: Senyum Ketika Shalat itu Membatalkan Shalat Apa Enggak?
Kelompok pertama, mereka layak mendapat hukuman.
Kelompok kedua, mereka kelak akan dihisab.
Kelompok ketiga, dosa-dosa mereka akan dihapuskan.
Kelompok keempat, mereka akan memperoleh pahala.
Dan kelompok kelima, mereka akan senantiasa didekatkan pada Rabb. Sebab kelompok kelima ini tergolong orang yang menjadikan kebahagiaannya dalam shalat.
Maka orang mendapat kebahagiaan di dunia melalui shalatnya, ia memperoleh kebahagiaan lantaran berdekatan dengan Rabb di akhirat. Ia juga merasa bahagia dengan Allah ‘azza wajalla di dunia.
Barang siapa merasa bahagia dengan Allah ‘azza wajalla, semua orang merasakan kebahagiaan lantaran keberadaannya. Sedang siapa yang tidak bahagia dengan Allah ‘azza wajalla, jiwanya tercabik-cabik meratapi dunia.
Dari kelima tingkatan manusia perihal khusyuk dalam shalat, di level manakah kamu berada? [Sodiq Fajar/dakwah.id]
Pembahasan materi nya bagus, dan cukup jelas. Terimaksih.
Alhamdulillah, semoga mencerahkan bagi pembacanya.