uighur turkistan timur tunas peradaban cradle of civilizations5-dakwah.id

Uighur Turkistan Timur Sebagai ‘Tunas Peradaban’ (Cradle of Civilizations)

Terakhir diperbarui pada · 3,155 views

Belakangan ini ramai isu penjara atau keberadaan kamp konsentrasi yang oleh China digunakan untuk ‘mengedukasi’ warganya dari etnis Uighur Turkistan Timur di wilayah China Barat yang juga disebut Reuters sebagai ‘Gulag’.

Istilah Gulag ini merujuk kepada sebuah cabang dari Badan Keamanan Negara di Uni Soviet di bawah pemerintahan Stalin yang mengoperasikan sistem hukuman berupa kamp kerja paksa dan kamp-kamp transit serta penjara-penjara penahanan yang terkait.

Kembali kepada Uighur. Isu ini menjadi sangat sensitif karena Uighur adalah bagian dari umat Islam yang tak terpisahkan. Pasalnya, Uighur atau dikenal daerahnya sebagai Xinjiang ini dulunya adalah negara berdaulat dan pernah diakui sebagai salah satu wilayah kekhilafahan Turki Utsmani pada masa Sultan Abdul Aziz I di tahun 1867 atas permintaan kesultanan di Uighur pada saat itu yang dipimpin oleh Yakub Han Bedevlet.

Baca juga: Pentingnya Kajian Sejarah Hukum Islam

Ada ulasan menarik terkait isu Uighur tersebut, yakni sebuah buku yang merupakan kompilasi semua paper ilmiah karya beberapa akademisi dan profesor multi bidang yang membahas persoalan Uighur pada simposium internasional bertajuk “HÜR DOĞU TURKISTAN”, artinya “Bebaskan Turkistan Timur”.

Simposium dengan empat bahasa (Uighur, Arab, Inggris, Turkish) yang digelar di Istanbul tahun 2010 itu terdiri dari 4 bab bahasan pokok; Akar Sejarah Uighur, Human Right dan Kondisi Uighur, Resisten China dan Sikap Dunia Internasional serta Gagasan Solusi Untuk Uighur Turkistan Timur.

Hur Dogu Turkistan uighur turkistan timur tunas peradaban cradle of civilizations-dakwah.id
Gambar 1: Hur Dogu Turkistan

Di antara makalah dan paper ilmiah yang ada di buku tersebut, salah satu tulisan yang fokus bahasannya tentang sejarah dan peradaban Uighur adalah hasil karya Profesor Alimcan Inayet yang mana beliau adalah berkebangsaan asli Uighur, lahir di desa Chatkal dari kota Turpan pada tahun 1962.

Beliau lulusan fakultas Bahasa dan Literatur Minoritas dari Universitas Negeri Beijing China (Central University for Nationalities). Beliau juga dulunya adalah penerjemah dan editor pada Badan Nasional China dalam bidang publikasi di Beijing hingga 1989.

Beliau kemudian hijrah pindah ke Turki pada tahun 1989 dan menyelesaikan jenjang master di Universitas Ege di Turki pada tahun 1992 dan juga menyelesaikan doktoral pada tahun 1995.

Akhirnya beliau mendapatkan citizenship (kewarganegaraan) Turki pada tahun 1994 dan menjadi Professor di bidang studi dunia Turki di Universitas Ege tersebut sejak tahun 2007.

Asal Usul Nama Turkistan Timur (Doğu Turkistan)

Daerah Uighur di China yang menjadi viral di Indonesia akhir-akhir ini memiliki nama asli Turkistan Timur tatkala ia masih berdaulat sebagai sebuah negara muslim merdeka.

Turkistan Timur ini sebenarnya bukanlah wilayah teritorial China sebagaimana klaim mereka, tapi wilayah ini ialah tanah bangsa Turki.

Dahulu, hingga tahun 1884, China terbiasa menyebut wilayah ini dengan istilah “Xiyu” yang artinya “Daerah Barat”. Penamaan ini tidak menunjukkan daerah geografis yang spesifik, namun luas sekali mencakup bagian besar daerah Asia Tengah hingga Turkistan Timur itu sendiri.

Kemudian barulah pada tahun 1884, China mulai menggunakan istilah lain untuk menyebut wilayah ini, yaitu; “Xinjiang” (Shincang, Sincan, Sinkiang) yang mana memiliki arti; “new border/batas-batas baru“.

Penamaan baru mereka inilah yang menjadi bukti dari mereka sendiri atas penjajahan yang mereka lakukan terhadap wilayah ini. China pun selalu mengklaim bahwa wilayah ini adalah bagian dari mereka sejak saat itu (1884).

Baca juga: Kemunduran Turki Utsmani Dipicu Oleh Beberapa Faktor Ini

Adapun penamaan “Turkistan Timur” ini telah ada pada literatur barat berdasarkan buku literatur kuno bernama “Shehname” (buku kronik/babad sejarah Persia yang tertulis dalam bentuk pasal) bahwa ada wilayah-wilayah yang dihuni oleh bangsa Turki bernama “Turan” pada masa sebelum masehi. (Tuncer Baykara, Türklük ve Türkler, 2 Edition, Istanbul: IQ Kültür Sanat Yayıncılık, 2006, hal. 97-100)

Lalu, nama ‘Turan’ tersebut mengalami perubahan-perubahan dan pada tahun 7 M menjadi “Turkistan Timur” sebagaimana yang disebutkan dalam literatur-literatur bahasa Arab dan Persia.

Berdasarkan Marco Polo, Turkistan Timur merupakan “Great Turkey” atau “Negara Turki Raya”. (Jean-Paul Roux, Türklerin Tarihi-Pasifik’ten Akdeniz’e, 2000 Yıl, Istanbul: Kabalcı Yayınevi, 2004, hal. 31)

Berdasarkan manuskrip “Turfan”, orang-orang Turk Uighur menyebut wilayah mereka ini sebagai “Uighur Province/Uyangur Ili”. (Taşdın sıngar aklatmış ıdduk on Uighur ilinte. Lihat Gabain, Annamarie von; Winter, Werner. Türkische Turfan-Text IX, “Ein Hymnus an den Vater Mani auf ‘Tocharische’ B mit alttürkischer Übersetzung“, ADAW, Berlin: 1958; On Uighur il uluşnug. Lihat. Peter Zieme. Buddhistische Stabreimdichtungen der Uiguren, Berliner Turfantexte XIII, Berlin 1985)

Sebagaimana juga kita dapati istilah nama “Uighuristan” dalam beberapa literatur.

Pasca penjajahan Rusia terhadap “Uluğ Turkistan” yang bermakna “Negara Turki Raya” ini pada pertengahan abad 19, sejak itulah bagian paling timur dari wilayah ini dinamakan Turkistan Timur.

uighur turkistan timur tunas peradaban cradle of civilizations2-dakwah.id
Gambar 2: Proses eksekusi warga muslim Turkistan Timur oleh China

Identitas Kebangsaan Turk Uighur

Tak ada keraguan sedikit pun bahwa bangsa Uighur yang bertempat tinggal di wilayah Turkistan Timur (Xinjiang) ini adalah bangsa Turki secara etnis maupun kultural; budayanya.

Bilge Kağan dalam Prasasti Orkhon (Orhun Yazıtları) menyebutkan; “Dokuz Oğuz benim kavmim idi” (Sesungguhnya sembilan Oğuz itu merupakan representasi bangsaku). Dari sinilah, semakin jelas dan semua tahu bahwa sembilan Oğuz yang dimaksud itu adalah Turk Uighur.

Sebagaimana penuturan seorang translator masyhur bernama Singku Seli Tutung yang hidup pada abad ke-10, saat beliau menerjemahkan buku Altun Yaruk dari bahasa China ke bahasa Uighur.

Beliau menggunakan istilah “Türk tili” (Turkish Language) dan istilah “Türk Uyangur tili” (Turkish-Uighur Language) untuk menjelaskan bahasa yang digunakan oleh bangsa Uighur. (Yasin Huşur, Eski Çince Vesikalarda ‘Xiongnu’ Gibi Isimlerin Uighurcadaki Çevirisi, Minzu Yuwen, No 1, 2006, hal. 19)

Hal ini juga diperkuat dengan berbagai statemen yang ada di buku kuno Divanü Lügati’t-Türk karya Mahmud Kaşgarlı. Beliau menyatakan berbagai hal dan bukti otentik yang menyatakan bahwa Uighur adalah bangsa dan beretnis Turki.

Namun, itu semua ditolak mentah-mentah oleh China. Bukti otentik historis dan fakta ilmiah ini tidak pernah diakui dan dianggap tidak pernah ada. Mereka bahkan mengaku bahwa tak ada yang bernama “Turk Nation (Bangsa Turk)” atau istilah “Turk” di dunia ini.

uighur turkistan timur tunas peradaban cradle of civilizations3-dakwah.id
Gambar 3: Anak-anak muslim Uighur dibawah 18 tahun yang dilarang masuk masjid sedang melaksanakan shalat di halaman luar.

China meyakini sesuai klaim ‘egois’ mereka bahwa Turk telah meninggalkan jagat sejarah pada zaman akhir Dinasti Tang. Mereka juga mengatakan bahwa konsep “Turk” ataupun “Turkic Nation (Bangsa Turki)” adalah salah satu manipulasi dari agenda politis jaringan jaringan “Pan-Turkic (Pan-Turkisme)”. (Ottura Asiya ve Cenuby Asiyadiki Millet, Din Tokunuşi, Urumçi: Şincang Helk Neşriyatı, 2003, hal. 375-376)

Selain penolakan China terhadap identitas Turki untuk etnis Uighur, China juga secara tegas menolak keras istilah “Turkistan Timur”. Sikap dan Anggapan China tersebut, hanyalah bersifat politis dan kepentingan mereka sehingga tidak akan pernah bisa untuk menutup-nutupi fakta sejarah otentik ini.

Uighur Turkistan Timur, Sang Tunas Peradaban

Prof. Alimcan Inayet dalam paper ilmiahnya soal akar sejarah dan peradaban Uighur ini menyatakan bahwa Uighur adalah Cradle of Civilization (Tunas Peradaban).

Istilah “Tunas Peradaban” mengacu kepada tempat-tempat yang diyakini merupakan tempat munculnya peradaban berdasarkan data-data arkeologis yang tersedia saat ini. Istilah ini biasanya disematkan pada peradaban Mohenjo Daro di Lembah Sungai Indus, juga pada Mesir dengan Lembah Sungai Nil, dan Mesopotamia dengan kedua sungai Tigris dan Eufratnya (Dr. Senta German).

Pada masa sebelum datangnya Islam, Turkistan Timur (sekarang dinamakan Xinjiang oleh China) yang juga menjadi rute Silk Road (Jalur Sutra) ini merupakan titik pertemuan dari beberapa peradaban besar yaitu; peradaban Shaman, peradaban India dan peradaban Hellenisme Yunani.

Kemudian pada abad 10 M, Peradaban Islam yang menguat di wilayah ini menjadikannya titik pertemuan peradaban Islam, peradaban Budha, serta peradaban Barat, yaitu Kristen.

Bermula dari pengaruh lingkungan multi peradaban inilah, masyarakat Uighur Turkistan Timur melahirkan sebuah peradaban unik dan eksklusif bagi mereka sendiri.

Akhirnya, Uighur di Turkistan Timur ini pun menjadi sumber dan dasar dari kebudayaan nasional Turki baik itu bahasa, agama, literatur, dan kesenian.

Baca juga: Rencana Ilahi di Balik Proses Perjuangan Rasulullah dalam Mempersiapkan Kemenangan Islam

Lingkungan istimewa Uighur di Turkistan Timur tersebut, memunculkan literatur tertulis pertama Turki dalam sejarah, dan undang-undang hukum Turki yang tertulis juga untuk pertama kalinya, serta first book-printing technique (teknik percetakan buku) yang pertama kali dalam kebudayaan Turki.

Hal tersebut juga memicu munculnya sosok-sosok agung seperti Mahmud Kaşgarlı, Yusuf Has Hacib, dan Hoca Ahmet Yesevi, serta terciptanya komposisi musikal fenomenal seperti 12 model (maqamat) musik.

Pernyataan Ord. Prof. Dr. Fuad Köprülü yang berdasarkan buku “Cevahirü’l-Ebrar min Emvaci’l-Bihar”: “Ahmed Yesevi dilahirkan di kota Sayram, berjarak 176 km di timur laut kota Aksu, wilayah Turkistan Timur.” Lihat Türk Edebiyatında Ilk Mutasavvıflar, Edisi ke-7, Ankara, Diyanet Işleri Başkanlığı Yayınları, 1991, hal. 61. Kikçine Bahadır, adalah ayah dari Ali Şir Nevai juga merupakan tokoh terkenal Uighur. (Lihat Islam Ansiklopedisi, Vol. II, Istanbul: Turkiye Diyanet Vakfı, 1989, hal. 449.)

Tidak cukup di situ, Karez Culture, yaitu sistem aqueduct bawah tanah yang diakui sebagai keajaiban dunia dalam sejarah manusia pun terlahir di Turkistan Timur ini.

Untuk lebih jelasnya mengenai Uighur Karez Culture (Underground water galleries) tersebut, silakan rujuk kepada ulasan detail dan ilmiah bbc yang berjudul An ancient oasis in China’s remote desert.

Atau ulasan seorang ‘bule’ bernama Josh Summers. Ia menjadi promotor yang dinaikkan China untuk wisata Xinjiang Uyangur 2016, mungkin untuk menutupi dugaan pelanggaran HAM dan genocide rahasia mereka. Ulasan tersebut berjudul The Underground “Great Wall” – Uyghur Karez.

uighur turkistan timur tunas peradaban cradle of civilizations4-dakwah.id
Gambar 4: “Pazar pazarı” Pasar Hari Ahad di kota Kashgar, Turkistan Timur.

Pasca 1.000 tahun lamanya bangsa Turki Uighur menganut hidup nomaden berpindah-pindah, akhirnya mereka bertransformasi dan menetap dengan melahirkan budaya toleransi yang tiada duanya.

Mereka tidak pernah menolak mentah begitu saja budaya asing, karena mereka dulunya adalah penganut Shamanism, lalu agama Manichaeism, kemudian menjadi Kristen dan akhirnya masuk Islam. Mereka melalui semua budaya itu dan tetap menjaganya. (Untuk mendapat gambaran sekilas tentang kepercayan ini bisa melihat pemaparan ensiklopedi fenomenal Britannica yang sudah tersedia versi digitalnya)

Hal ini diperkuat dengan fakta sejarah bahwa selama abad ke-5 dan ke-6 M, Beberapa wilayah Turkistan Timur seperti kota Hotan, Kuça, Turfan menjadi pusat aktivitas dan penyebaran agama Budha.

Baca juga: Keberanian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam Memperjuangkan Islam

Ketiga kota tersebut juga menjadi pusat penyebaran agama Manichaeism dan Nasturi Kristen pada abad ke-8 dan ke-9 M. Berbagai literatur dan buku serta lukisan dan gambar-gambar yang ada di dinding kuil Budha yang mencerminkan ajaran Budha dan Manichaeism berasal dari masa ini.

Tatkala Satuk Bughra Khan, penguasa Uighur dari dinasti Karahanli menjadi muslim di abad ke-10 M, bangsa Turk Uighur pun mengikuti beliau.

Beberapa masterpiece literatur seperti Kutadenganu Bilig (The Sacred Knowledengane) dan Divanü Lügati’t-Türk (Collection of Turkish Dictionaries)  inilah yang menjadi produk dari masa dinasti Islam bangsa Turk Uighur.

Bangsa Turk Uighur di Turkistan Timur ini benar benar menjunjung tinggi toleransi dan bernafas penuh harmoni dengan kebudayaan lain yang pernah mereka temui. Mereka so curious dan selalu mengadaptasi kebaikan yang ada di peradaban lainnya bila dirasa cocok.

Sebagai contoh konkretnya adalah, bagaimana ketika sebenarnya mereka menggunakan alfabet Göktürk tapi juga masih doyan memakai alfabet Soǧd Kökenli Uighur, alfabet Çagatay, Cyrillic dan Latin. Adapun saat ini, mereka menggunakan alfabet derivasi dari huruf Arab.

Bangsa Turk Uighur yang mendiami Turkistan Timur (Xinjiang) ini begitu aktif dalam bertukar ilmu pengetahuan dan tsaqafah dengan bangsa lain.

Uighur lah yang mengajarkan Genghis Khan dan anak-anaknya baca tulis, cara menggunakan stempel kenegaraan, diplomasi dan birokrasi pemerintahan.

Atas dasar inilah, bangsa Turk Uighur di Turkistan Timur ini telah berkontribusi amat besar bagi kejayaan Genghis Khan nantinya.

uighur turkistan timur tunas peradaban cradle of civilizations5-dakwah.id
Gambar 5: Para mujahid pejuang Turki Uighur yang berhasil meraih kemerdekaannya pada tahun 1930 M (1930’lu yıllarda kurtuluş mücadelesine katılan Türk mücahitler)

Bangsa Turk Uighur ini telah berjaya di masanya dan mendirikan beberapa bentuk kerajaan dan negara pemerintahan yang mana telah dirangkum dalam bentuk administrasi dan berbagai hal terkait bentuk negaranya dalam buku ‘Kutadenganu Bilig’ karya Yusuf Has Hacib.

Administrasi dan tata penyelenggaraan pemerintahan bangsa Turk Uighur tersebut tidak berdasarkan pada prinsip “absorbing and demolishing (menghisap dan melenyapkan), akan tetapi didasarkan pada “existence and protection” (harmoni dan perlindungan). Berkat inilah, mereka mampu mewujudkan kehidupan harmonis antara ‘serigala’ dan ‘domba’ ke dalam alam nyata.

Maka dari itu, sang Sultan akhirnya mampu mengatur pemerintahan di negerinya dan menyejahterakan rakyatnya. Pada saat itu, serigala dan kambing minum dari sumber mata air yang sama.” (449),

Dunia pada saat itu telah dipenuhi dengan kebahagiaan, hingga akhirnya serigala dan kambing pun mampu hidup berdampingan.” (461),

Segerombolan serigala yang kelaparan pun berkumpul di hadapan Sultan seraya berkata: Wahai Sultan, jagalah kambing-kambing dengan baik.” (1413),

Serigala dan kambing pun berteman.” (3096),

(Yusuf Has Hacib, Kutadenganu Bilig, Istanbul: Kabalcı Yayınevi, 2008)

Pemerintahan Bangsa Turk Uighur di Turkistan Timur

Beberapa negara dan pemerintahan yang berhasil didirikan oleh bangsa Turk Uighur di Turkistan Timur adalah sebagai berikut;

1. Idikut Uyangur Devleti (856 M)

Didirikan oleh Mengli Tigin (Ulug Tengride Kut Bolmiş Alp Külüg Bilge Kağan) sejak 856 M hıngga melebur di bawah kepemimpinan Imperium Mongol abad ke-13 M.

2. Karahanlı Devleti (Abad ke-10 M – Abad ke-13 M)

Didirikan oleh Bilge Kul Qadir Khan, negara ini merupakan negara Islam bangsa Turk pertama dari Uighur ketika raja saat itu yang bernama Satuk Buğra Han masuk Islam. Kemudian negara ini runtuh lantaran serangan dari negara Kara Hitay di abad ke-13 M.

3. Çagatay Devleti

Negara ini dipimpin oleh Çagatay Khan, yaitu putra kedua dari Emperor Mongolia Genghis Khan dan dilanjutkan oleh keturunannya hingga akhirnya kolaps dan sirna di abad ke-15.

4. Saidiye Yarkent Hanlığı (The Khanate of Saidiye Yarkent)

Didirikan oleh Seyit Khan yang mana adalah keturunan dari Tamerlane (Timur Lenk) pada abad ke-16 M dan bertahan hingga abad ke-17 M.

5. Hocalar yönetimi (77 tahun)

Para Hocalar mengambil alih kekuasaan dari tangan Saidiye Yarkent Hanlığı pada abad ke-17 M dan akhirnya memerintah selama 77 tahun lamanya.

uighur turkistan timur tunas peradaban cradle of civilizations7-dakwah.id
Gambar 7: Peta geografis Turkistan Timur (Xinjiang)

6. Kaşgar Hanlığı (1868-1877 M)

Negara ini dibentuk oleh Yakup Beg pada tahun 1868 M dan beliau memimpin selama 10 tahun saja. Lalu menjadi wilayah bagian dari Kekhilafahan Utsmaniyyah atas permintaan Yakup Beg dan disetujui oleh Khalifah Utsmany Abdul Aziz.

Pasca wafatnya Sultan Yakup Beg pada tahun 1877, China menyerang dan menjajah Turkistan Timur ini. Penjajahan berlanjut dan berakhir pada tahun 1879 M.

7. Doğu Türkistan İslam Cumhuriyeti (Republik Islam Turkistan Timur) (1933-1943 M)

Negara Republik Islam Turkistan Timur ini didirikan pada tahun 1933 M pasca berhasilnya perjuangan kemerdekaan nasional dilangsungkan. Presiden pertama adalah Hocaniyaz Hadji. Negara republik ini kolaps setelah serangan koalisi China-Rusia terhadapnya pada tahun 1943 M.

8. Doğu Türkistan Cumhuriyeti (1944-1949 M)

Negara republik Turkistan Timur ini berdiri pada tgl 12 November 1944 M. Presiden pertamanya adalah Alihan Töre. Negara ini kolaps lantaran penjajahan Komunis China pada tahun 1949 M.

uighur turkistan timur tunas peradaban cradle of civilizations8-dakwah.id
Gambar 8: Khalifah Abdul Aziz I (Sultan ke-32 dari Khilafah Utsmaniyyah) yang mengabulkan Dinasti Islam Uighur di bawah Sultan Yakup Han Bedevlet untuk berada dibawah perlindungan Khilafah dan menjadi bagiannya pada tahun 1867.

Pada kesimpulannya, apa yang menjadi perbincangan hangat di dunia saat ini mengenai Turkistan Timur yang dinamai China sebagai Xinjiang atau Uyangur ini sebenarnya berakar dari penjajahan dan kolonialisme China atas wilayah tersebut di abad ke-19 M.

Kemudian penjajahan yang sudah dimulai sejak puluhan tahun lalu ini menjadi permanen di masa pemerintahan nasionalisme China (Kuomintang) dan berlanjut hingga masa pemerintahan Komunis China.

Apakah Turkistan Timur Adalah Tanah China?

China senantiasa mengaku dan berbicara kepada semua orang bahwa Turkistan Timur (atau yang mereka sebut sebagai Xinjiang) itu adalah wilayah mereka.

Atas dasar inilah mereka membenarkan apapun kekejaman dan pendudukan yang mereka lakukan terhadap Turkistan Timur atau Xinjiang.

Dahulu, meski China pernah menjejakkan kakinya di Turkistan Timur pada masa Dinasti Han, alasan itu tetap saja tak dibenarkan mengingat mereka hanya mengamankan rute Silk Road (Jalur Sutra) saja.

Alasan yang digunakan oleh China untuk membuktikan klaim mereka terkait Turkistan Timur adalah bahwa mereka pernah memerintah dan mengatur tanah itu.

Baca juga: Fikih Siyasah: Formulasi Penyatuan Islam dan Negara

Hal ini hanyalah pepesan kosong, dan terbukti oleh sejarah bahwa China pada saat itu hanyalah mendirikan pos-pos keamanan sepanjang jalur sutra.

Kemudian pasca terjadinya peperangan Talas pada tahun 751 M, China pun akhirnya meninggalkan Turkistan Timur hingga 1000 tahun ke depan.

Pemerintah China berusaha menafsirkan ulang atas hubungan-hubungan diplomasi yang pernah terjadi antara penguasa Turkistan Timur dan penguasa China selama kurang lebih 1.000 tahun lalu dengan interpretasi yang tidak benar.

Sebagai contoh, mereka menganggap bahwa hadiah-hadiah yang diberikan oleh penguasa negara-negara bangsa Turk kepada China saat itu sebagai pajak dan upeti sebagai penguat hubungan antara pemerintah pusat China dengan wilayah bangsa Turk.

Para sejarawan kontemporer yang meneliti hal ini telah membuktikan bahwa ternyata apapun ‘pemberian’ yang penguasa China keluarkan ke luar negeri selalu disebut sebagai ‘hadiah’, ‘ihsan’ atau ‘ikram’. Lalu, apapun hadiah yang diterima dari luar negeri, selalunya China katakan bahwa itu adalah upeti.

Penguasa China juga terbukti di kalangan sejarawan bahwa upeti tahunan yang pernah mereka bayarkan kepada penguasa Göktürk dan Ke-Khan-an Uighur selalunya dicatat sebagai hadiah atau pemberian. Terlebih lagi, konsep “Siapa yang membayar pajak dan upeti ke China maka dia telah berafiliasi ke China” adalah sama sekali tidak valid.

uighur turkistan timur tunas peradaban cradle of civilizations6-dakwah.id
Gambar 6: Keterangan komposisi demografi penduduk Turkistan Timur tahun 1941 M. Pada tahun 1941 M, China (Suku Han) hanya berjumlah 187.000 (5 %) dari keseluruhan penduduk Turkistan Timur, begitu halnya di tahun 1953 M, China (Suku Han) hanya berjumlah 299.000 yakni sekitar 6,1 % saja.

Maka dari itu, tak ada satu bukti apapun yang dapat digunakan oleh China untuk mengklaim wilayah Turkistan Timur ini.

Penamaan “Xinjiang” (artinya: New Border) yang kita kenal modern ini, yang mana disematkan secara paksa kepada Turkistan Timur oleh China, dan juga catatan demografi penduduk Turkistan Timur pada tahun 1941 dan 1953 M adalah dua bukti nyata tak terbantahkan bahwa wilayah Turkistan Timur ini tidak pernah menjadi China ataupun dimiliki olehnya sejak dulu. (Zhe Wu, Xinjiang: Ethnic Identity, International Competition and Chinese Revolution, 1944-1962 (新疆:民族认同,国际竞争与中国革命,1944-1962), University of Taiwan, Faculty of Letters, Department of Historical Researches, a Doctoral Thesis, Taipei: 2006)

Jumlah penduduk China (Suku Han) di Turkistan Timur yang ada pada kedua tahun tersebut (1941 dan 1953) hanyalah 5-6 % dari keseluruhan penduduk.

Itupun sebenarnya mereka hanyalah keluarga dari tentara kolonial China serta bukan tinggal dan menetap sejak dulunya. [Akbar Fachreza – [email protected]/dakwah.id]

Topik Terkait

Akbar Fachreza

Moslem Scholar, Syariah Council of Baitul Hikmah Kendal, Historian, Traveller, Pemerhati sejarah Otsmani.

0 Tanggapan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *