Daftar Isi
Wudhu adalah salah satu cara untuk mensucikan diri dari hadats. Setiap Muslim pasti mempraktikkan syariat wudhu ini dalam kesehariannya. Banyak bentuk-bentuk ibadah mahdhah yang hanya sah pelaksanaannya setelah melakukan wudhu. Ketentuannya sudah diatur sedemikian rupa dalam syariat Islam.
Begitu pentingnya syariat wudhu ini semestinya menjadi motivasi tersendiri bagi umat Islam untuk senantiasa memerhatikan setiap detil pelaksanaannya. Harapannya, agar wudhu yang dilakukan betul-betul sempurna dan berhasil mengubah kondisi lahiriah yang semula berhadats menjadi suci sebagai syarat pelaksanaan ibadah.
Berikut ini kami sadurkan secara singkat fikih wudhu sesuai petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang kami ambil dari kitab Thuhurul Muslim fi Dhau-il Kitab was Sunnah karya Syaikh Said bin Ali bin Wahf al-Qahthani dan beberapa referensi lain yang mendukung.
BANYAK SEKALI KEUTAMAAN WUDHU
Ada banyak sekali hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang keutamaan syariat wudhu. Keutamaan-keutamaan tersebut dapat anda temui dalam berbagai kitab-kitab hadits yang telah tersusun rapi pada Bab wudhu.
TERBIASA WUDHU WAJAH MENJADI CEMERLANG
Dalam sebuah hadits tentang keutamaan wudhu yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
إنَّ أُمَّتِي يُدْعَوْنَ يَوْمَ القيَامةِ غُرًّا مُحَجَّلِينَ مِنْ آثارِ الْوُضُوءِ
“Sesungguhnya umatku akan dihadirkan pada hari kiamat dalam keadaan putih bercahaya (wajahnya) disebabkan bekas wudhu.” (HR. Al-Bukhari dalam Fathul Bari, 1/235. Muslim, no. 246, 1/216)
KARENA WUDHU, DOSA TERAMPUNI
Hadits yang diriwayatkan dari Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu bahwa suatu ketika setelah selesai wudhu dia pernah berkata, “Saya melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan wudhu seperti wudhu saya ini. Lalu beliau bersabda,
مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ لا يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa wudhu seperti wudhuku ini, kemudian shalat dua rekaat dengan khusyuk, maka Allah ‘Azza wa Jalla akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Al-Bukhari dalam Fathul Bari, no. 164, 1/66. Muslim, no. 226, 1/206)
Dalam riwayat lain disebutkan, Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَتَوَضَّأُ رَجُلٌ مُسْلِمٌ فَيُحْسِنُ الْوُضُوءَ فَيُصَلِّى صَلاَةً إِلاَّ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الصَّلاَةِ الَّتِى تَلِيهَا
“Seorang Muslim yang berwudhu dengan sempurna, kemudian shalat, maka Allah ‘Azza wa Jalla akan mengampuni dosa-dosa yang ia lakukan antara shalat itu dengan shalat berikutnya.” (HR. Muslim, 1/206, no. 227)
Dalam hadits lain masih dari riwayat Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ امْرِئٍ مُسْلِمٍ تَحْضُرُهُ صَلَاةٌ مَكْتُوبَةٌ فَيُحْسِنُ وُضُوءَهَا وَخُشُوعَهَا وَرُكُوعَهَا إِلَّا كَانَتْ كَفَّارَةً لِمَا قَبْلَهَا مِنْ الذُّنُوبِ مَا لَمْ يُؤْتِ كَبِيرَةً وَذَلِكَ الدَّهْرَ كُلَّهُ
“Seorang Muslim yang kedatangan shalat fardhu, lalu berwudhu dengan sempurna, lalu shalat dengan khusyuk, dan rukuk dengan baik, niscaya hal itu akan menjadi penghapus dosa-dosanya yang telah lalu selama dia tidak melakukan dosa-dosa besar. Dan itu terjadi sepanjang waktu.” (HR. Muslim, 1/206 no. 228)
BACA JUGA: Hukum Mandi Jumat Itu Sebenarnya Sunnah Atau Wajib, Sih?
WUDHU SEMPURNA, WAJIB MASUK JANNAH
Dalam hadits riwayat dari Uqbah bin Amir, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَتَوَضَّأُ فَيُحْسِنُ وُضُوءَهُ. ثُمَّ يَقُوْمُ فَيُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ. مُقْبِلٌ عَلَيْهِمَا بِقَلْبِهِ وَوَجْهِهِ. إِلاَّ وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ
“Seorang Muslim yang wudhu dengan sempurna, kemudian melakukan shalat dua rekaat dengan menghadapkan hati dan wajahnya (kepada Allah), maka wajib baginya masuk Jannah.” (HR. Muslim, 1/206 no. 226)
WUDHU SEMPURNA, DOSA BERGUGURAN
Dalam hadits yang diriwayatkan dari Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوْءَ، خَرَجَتْ خَطَايَاهُ مِنْ جَسَدِهِ، حَتَّى تَخْرُجَ مِنْ تَحْتِ أَظْفَارِهِ
“Barangsiapa wudhu dengan sempurna, maka keluarlah dosa-dosa dari tubuhnya hingga lewat bawah kuku-kukunya.” (HR. Muslim, 1/216 no. 245)
WUDHU SEMPURNA, DERAJAT DIANGKAT
Abu Hurairah meriwayatkan sebuah hadits, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللهُ بِهِ الْخَطَايَا وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ؟ قَالُوا: بَلَى. يَا رَسُوْلَ اللهِ! قَالَ إِسْبَاغُ الوُضُوءِ عَلَى الْمَكَارِهِ. وَكَثْرَةُ الخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ
“Maukah kalian aku beritahu sesuatu yang menyebabkan Allah menghapus kesalahan dan mengangkat derajat?” Para sahabat berkata, “Mau, wahai Rasulullah.” Beliau menjawab, “Wudhu yang sempurna untuk membersihkan kotoran, dan memperbanyak langkah ke masjid…” (HR. Muslim, 1/219 no. 251)
KAPAN HARUS WUDHU?
Ada tiga kondisi di mana seorang Muslim harus wudhu terlebih dahulu; ketika hendak shalat, ketika hendak thawaf, dan ketika hendak memegang mushaf.
PERTAMA, KETIKA HENDAK SHALAT
Ketika seorang Muslim atau Muslimah hendak mendirikan shalat, baik shalat fardhu ataupun shalat sunnah, maka ia harus wudhu terlebih dahulu. Dalilnnya firman Allah,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.” (QS. Al-Maidah: 6)
Sedangkan dalil dari hadits, sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لا يقبلُ اللهُ صلاةَ أحدِكم إذا أحدثَ حتى يتوضأَ
“Allah ‘Azza wa Jalla tidak akan menerima shalat seseorang yang berhadats hingga ia wudhu terlebih dahulu.” (HR. Al-Bukhari dalam Fathul Bari, 11/329, no. 135. Muslim, 1/204, no. 225)
Dalam hadits lain disebutkan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مِفتاحُ الصَلاَةِ الطُّهُورُ وَتَحْرِيمُهَا التَّكْبِيْرُ وَتَحْلِيلُهَا التَّسْلِيْمُ
“Kunci shalat adalah bersuci, permulaannya adalah takbir, dan penutupnya adalah Salam.” (HR. Abu Dawud, 1/16. At-Tirmidzi, 1/10)
BACA JUGA: Mengganti Mandi Janabah Dengan Tayamum Karena Air Sangat Dingin, Apakah Boleh?
KEDUA, KETIKA HENDAK THAWAF
Ketika seorang Muslim hendak melaksanakan thawaf mengelilingi Kakbah, maka ia harus wudhu terlebih dahulu. Sebab oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, thawaf adalah ibadah yang disamakan dengan ibadah shalat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اَلطَّوَافُ بِالْبَيْتِ صَلَاةٌ
“Thawaf mengelilingi Kakbah adalah termasuk shalat.” (Shahih an-Nasai, 2/614, Shahih at-Tirmidzi, 1/283)
Dalam hadits lain, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata kepada Aisyah,
افعَلِي مَا يَفْعَلُ الحَاجُّ غَيْرَ أَنْ لاَ تَطُوفِي بِالْبَيْتِ حَتَّى تَطْهُرِي
“Lakukanlah semua amalan-ammalan Haji, kecuali thawaf mengelilingi Kakbah, kalau kamu belum bersuci.” (HR. Al-Bukhari dalam Fathul Bari, 3/496. Muslim no. 1211)
KETIGA, KETIKA HENDAK MEMEGANG MUSHAF
Al-Quran adalah kitab suci yang harus selalu dijaga kesuciannya. Salah satu adab dalam menjaga kesucian al-Quran adalah menyentuhnya hanya dalam keadaan suci. Jika berhadats, maka harus bersuci terlebih dahulu. Dalilnya sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لَا يَمَسَّ القُرْآنَ إِلَّا طَاهِرٌ
“Seseorang tidak boleh menyentuh al-Quran kecuali dalam keadaan suci.” (HR. Malik dalam kitab al-Muwatha’, 1/199. Daruquthni, 1/122)
WUDHU ANDA SAH JIKA MEMENUHI SYARAT INI
Ada syarat-syarat yang harus dipenuhi agar wudhu seseorang dihukumi sah. Syarat tersebut antara lain:
- Beragama Islam.
- Berakal sehat.
- Tamyiz; bisa membedakan baik dan buruk.
- Niat dalam hati di awal wudhu, dan tidak berkeinginan memutus wudhunya dari awal hingga selesai.
- Tidak ada hal-hal yang mewajibkan mandi, semisal kondisi junub, dan sebagainya.
- Sebelumnya beristinja’ atau beristijmar.
- Air yang digunakan adalah air yang suci dan mubah.
- Air yang digunakan bisa menghilangkan kotoran dan najis.
- Tidak ada hal-hal yang bisa menghalangi sampainya air ke permuakaan kulit.
- Telah masuk waktu shalat bagi orang yang wajib berwudhu setiap hendak shalat.
ENAM HAL INI WAJIB ANDA LAKUKAN KETIKA WUDHU
Hal-hal yang wajib dilakukan dalam wudhu merupakan rukun wudhu dan bentuk wudhu itu sendiri. Karena setiap perkataan atau perbuatan yang menjadi unsur-unsur dalam suatu ibadah menjadi rukun dari ibadah tersebut. Ada enam hal yang wajib dilakukan dalam wudhu.
SATU, MEMBASUH WAJAH
Dalam wudhu, wajib hukumnya membasuh wajah. Termasuk di dalamnya berkumur, istisyaq, dan istintsar. Dalilnya firman Allah,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah wajah kalian…” (QS. Al-Maidah: 6)
Juga berdasar hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan dari Laqith, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَبلّغْ فِي الإِسْتِنْشَاقِ إِلاّ أَنْ تَكُوْنَ صَائِمًا
“Bersungguh-sungguhlah dalam melakukan istinsyaq kalau tidak sedang berpuasa.”
Dalam riwayat lain disebutkan,
إِذَا تَوَاضَأْتَ فَمَضْمَضْ
“Bila engkau wudhu hendaklah berkumur-kumur.” (HR. Abu Dawud, no. 144)
Dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَوَضَّأَتْ فَلْيَسْتَنْثِرْ
“Barangsiapa berwudhu, hendaklah melakukan istintsar.” (HR. Al-Bukhari dalam Fathul Bari, 1/262, no. 161. Muslim, 1/212)
DUA, MENCUCI KEDUA TANGAN SAMPAI SIKU
Mencuci kedua tangan sampai siku wajib dilakukan saat wudhu dengan mendahulukan tangan kanan. Dalilnya firman Allah,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai dengan siku.” (QS. Al-Maidah: 6)
Juga berdasar hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا تَوَاضَأْتُمْ فَابْدَأُوا بِيَمِيْنِكُمْ
“Jika kalian wudhu hendaklah mendahulukan bagian yang kanan.” (HR. Abu Dawud, no. 4141)
TIGA, MEMBASUH SELURUH KEPALA TERMASUK TELINGA
Dalam wudhu, kepala harus dibasuh, termasuk telinga. Dalilnya firman Allah,
وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ
“Dan sapulah kepalamu…” (QS. Al-Maidah: 6)
Juga berdasar hadits Nabi yang diriwayatkan dari Abdullah bin Zaid, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اَلْأُذُنَانِ مِنَ الرَّأْسِ
“Teliga termasuk bagian dari kepala.” (HR. Ibnu Majah no. 443,444,445)
Ada tiga cara membasuh kepala. Pertama, Membasuh seluruh kepala. Dalilnya, hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Zaid bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membasuh kepala dengan kedua tangannya, dimulai dari bagian depan diteruskan sampai ke bagian belakang, kemudian dari bagian belakang diteruskan sampai ke bagian depan. (HR. Al-Bukhari dalam kitab Fathul Bari, 1/289. Muslim, 1/210)
Kedua, Bila mengenakan sorban di kepalanya, maka cukup membasuh sorbannya. Dalilnya hadits yang diriwayatkan dari Amru bin Umayyah, dari bapaknya, ia berkata,
“Saya melihat bahwa Nabi membasuh sorban dan Khuffnya.” (HR. Al-Bukhari dalam kitab Fathul Bari, 1/308, no. 205)
Dari hadits itu dipahami bahwa ketika seseorang memakai sorban, dibolehkan cukup membasuh sorbannya saja atau membasuh sorban dan ubun-ubunnya sebagaimana membasuh Khuff. Pendapat ini dipilih oleh Syaikh Ibnu Taimiyah dan Ibnu Baz rahimahumallah. (Syarh al-Umdah, Ibnu Baz, 271)
Ketiga, Membasuh ubun-ubun dan sorban sekaligus. Dalilnya hadits yang diriwayatkan dari al-Mughirah bin Syu’bah yang menceritakan bahwa Nabi pernah wudhu membasuh ubun-ubun, sorban, dan Khuffnya. (HR. Muslim, 1/230, no. 274)
BACA JUGA: Klasifikasi Air Berdasarkan Hukum Kesuciannya
EMPAT, MEMBASUH KAKI SAMPAI MATA KAKI
Dalam wudhu, kaki harus dibasuh secara merata sampai mata kaki. Dalilnya firman Allah,
وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
“Dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.” (QS. Al-Maidah: 6)
Juga berdasar hadits Nabi yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, Abdullah bin Umar, dan Aisyah, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَيْلٌ لِلْأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ
“Celaka dan diancam neraka tumit-tumit (yang tidak dibasuh).” (HR. Muslim, no. 241)
LIMA, TERTIB DAN BERURUTAN
Dalam al-Quran, Allah ‘Azza wa Jalla menyebutkan gambaran wudhu secara berurutan. Mana bagian yang harus didahulukan, dan mana bagian yang harus diakhirkan. Oleh sebab itu, wudhu harus dilakukan secara berurutan sesuai dengan petunjuk dari Allah ‘Azza wa Jalla dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَبْدَأُ بِمَا بَدَأَ اللهُ بِهِ
“Aku memulai wudhu ini sebagaimana diajarkan Allah.” (HR. Muslim, no. 1218)
ENAM, MELAKUKAN WUDHU SECARA SEMPURNA
Wudhu harus dilakukan dengan sempurna hingga tidak ada satu bagian yang wajib dibasuh yang tertinggal. Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Umar bin Khattab, bahwa suatu ketika ada seseorang yang berwudhu namun ada bagian tumit yang belum terbasahi air seluas kuku. Kejadian ini dilihat oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau bersabda,
“Ulangi, berwudhulah dengan sempurna!” Lalu orang itu mengulangi wudhunya.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud disebutkan bahwa suatu ketika nabi melihat seseorang yang sedang shalat. Namun ada bagian punggung kakinya yang belum terbasahi air kira-kira seluas uang dirham.
Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintah agar dia mengulang wudhunya, baru kemudian shalat. (HR. Abu Dawud, 1/45, no. 75)
BACA JUGA: Hukum Melaksanakan Beberapa Shalat Dengan Satu Wudhu
PENJELASAN SINGKAT CARA WUDHU YANG BENAR
Berikut ini kami ringkaskan tatacara wudhu secara lengkap meliputi hal-hal yang wajib dan sunah.
Pertama, Niat dalam Hati.
Wudhu harus diawali dengan niat yang benar. Niat wudhu cukup dilakukan dalam hati, tak perlu diucapkan dengan lisan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ
“Sesungguhnya amalan itu tergantung pada niatnya.” (HR. Al-Bukhari dalam Fathul Bari, 1/9, no. 1. Muslim, 1/1515, no. 1907)
Kedua, Membaca Bismillah.
Ini berdasakan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Nabi bersabda,
لَا صَلاَةَ لِمَنْ لَا وُضُوْءَ لَهُ، وَلَا وُضُوْءَ لِمَنْ لَمْ يَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ
“Tidak dipandang shalat orang yang shalat tanpa berwudhu, tidak dipandang berwudhu orang yang tidak menyebut Nama Allah.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad. Lihat Irwaul Ghalil, no. 81)
Ketiga, Membasuh Kedua Tangan Tiga Kali.
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Zaid dan Humran dari Utsman bin Affan.
Keempat, berkumur-kumur dan memasukkan air ke hidung.
Berkumur-kumur dan memasukkan air ke hidung dengan telapak tangan kanan, kemudian mengeluarkannya kembali dengan telapak tangan kiri (HR. An-Nasai, 1/67, no. 91). Aktivitas ini dilakukan berulang sebanyak tiga kali, berdasar hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Zaid. (HR. Al-Bukhari dalam syar Fathul Bari, 1/330, no. 227. Muslim, 1/240, no. 291)
Dianjurkan untuk berwudhu sesempurna mungkin. Bila sedang tidak berpuasa, dianjurkan untuk sungguh-sungguh ketika memasukkan air ke hidung, lalu menghembuskannya kembali berdasar hadits yang diriwayatkan dari Laqith bin Shabrah sebagaimana dijelaskan sebelumnya.
Kelima, Membasuh Wajah Tiga Kali.
Batasan wajah adalah menyamping dari telinga kanan hingga telinga kiri, lalu dari atas mulai tempat tumbuhnya rambut di dahi hingga janggut, termasuk jenggot. Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Zaid dan Humran dari Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu.
Ketika membasuh wajah, hendaknya juga sekalian membasuh jenggot, dalilnya hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik. (Irwaul Ghalil, 1/130, no. 92)
Keenam, Membasuh Tangan Tiga Kali
Membasuh tangan tiga kali dimulai dari ujung-ujung jari tangan kanan hingga siku, menggosok-gosok lengan, membasuh siku, dan membersihkan sela-sela jari. Setelah selesai membasuh tangan kanan, dilanjutkan membasuh tangan kiri sebagaimana yang dilakukan pada tangan kanan.
Ketujuh, Membasuh Kepala Sekali.
Dimulai dari membasuh telapak tangan dengan air, lalu membasahi kepala bagian depan, kemudian menarik tangan ke belakang hingga kepala bagian belakang, kemudian menariknya kembali ke kepala bagian depan.
Setelah itu dilanjutkan dengan memasukkan jari telunjuk ke lubang telinga. Sedangkan ibu jari menggosok telinga bagian luar. (Irwaul Ghalil, 1/129, no. 90)
Kedelapan, Membasuh Kaki.
Membasuh kaki sebanyak tiga kali. Dimulai dengan membasuh ujung-ujung jari sampai mata kaki, mencuci mata kaki, dan membersihkan sela-sela jari kaki. Setelah selesai membasuh kaki kanan, dilanjutkan membasuh kaki kiri sebagaimana yang dilakukan pada kaki kanan.
Kesembilan, Doa Setelah Wudhu.
Setelah selesai wudhu, hendaknya membaca doa,
أشهَدُ أنْ لا إلهَ إلَّا اللهُ وحدَه لا شريكَ له وأنَّ محمدًا عبدُه ورسولُه اللهمَّ اجعَلْني منَ التوَّابينَ واجعَلْني منَ المُتَطَهِّرينَ، سُبْحَانَكَ اللّٰهُمَّ وَبِحَمْدِكَ اشْهَدُاَنْ لَااِلٰهَ اِلَّاَنْتَ اَسْتَغْفِرُكَ وَاَتُوْبُ اِلَيْكَ
“Saya bersaksi bahwa tidak ada Ilah selain Allah yang tidak ada sekutu baginya, dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah saya termasuk orang-orang yang bertobat. Ya Allah, jadikanlah saya termasuk orang-orang yang membersihkan diri. Maha suci Engkau, Ya Allah. Dengan memuji-Mu saya bersaksi bahwa tidak ada Ilah yang layak disembah selain Engkau, dan saya memohon ampun serta bertobat kepadamu.” (‘Amal al-Yaum wa al-Lailah, 173)
Kesepuluh, barangsiapa berwudhu dengan tata cara sebagaimana dijelaskan di atas, lalu shalat dua rekaat dengan khusyuk, niscaya Allah ‘Azza wa Jalla akan mengampuni dosa-dosannya yang telah lalu. Rasullah bersabda,
مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ لا يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa wudhu seperti wudhuku ini, kemudian shalat dua rekaat dengan khusyuk, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Al-Bukhari dalam Fathul Bari, no, 164, 1/66. Muslim, no. 226, 1/206)
HINDARI HAL-HAL YANG MEMBATALKAN WUDHU
Di samping ada syarat-syarat yang harus terpenuhi agar wudhu dihukumi sah, ada beberapa hal juga yang jika dilakukan menjadikan wudhu anda batal. Apa saja hal-hal yang membatalkan wudhu?
WUDHU BATAL JIKA KELUAR SESUATU DARI KEMALUAN
Jika keluar sesuatu dari lubang kemaluan, maka wudhu menjadi batal. Seperti keluarnya air kencing, tinja, kentut, madzi, wadi, dan mani.
Keluarnya benda-benda tersebut menyebabkan seseorang berhadats. Sementara fungsi wudhu adalah mensucikan diri dari hadats. Sehinggga, keluarnya benda-benda tersebut menjadikan tubuh berhadats kembali, wudhunya batal. Ini sudah menjadi Ijmak para ulama fikih.
Berkenaan dengan darah istihadhah, menurut pendapat yang paling benar adalah keluarnya darah itu membatalkan wudhu. Ini adalah pendapat mayoritas ulama. (Al-Mughni, Ibnu Qudamah, 1/230)
WUDHU BATAL JIKA KELUAR NAJIS MESKI BUKAN DARI KEMALUAN
Najis yang keluar tidak lewat lubang kemaluan, bila itu berupa air kencing atau tinja, sedikit atau banyak tetap saja membatalkan wudhu.
Bila yang keluar bukan berupa air kencing atau tinja, melainkan berupa darah, nanah, muntah, atau lainnya, itu tidak membatalkan wudhu. Namun jika keluar dalam jumlah banyak, ada ulama yang berpendapat itu membatalkan wudhu. (Syarh al-Mumti’, 1/223)
WUDHU BATAL JIKA TIDAK SADARKAN DIRI
Orang yang tidur dengan nyenyak, baik sebentar atau lama, menurut pendapat yang benar, batal wudhunya. Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Shafwan bin Assal. (Al-Mughni, Ibnu Qudamah, 1/235)
Orang gila, pingsan, mabuk, atau terkena hal-hal yang menyebabkan hilang kesadaran, maka batal wudhunya. (Al-Mughni, Ibnu Qudamah, 1/234)
WUDHU BATAL JIKA MENYENTUH KEMALUAN
Seorang Muslim dalam kondisi suci menyentuh kemaluan atau dubur secara langsung tanpa alas, maka wudhunya batal. Dalilnya hadits yang diriwayatkan dari Jabir dan Basarah Binti Shafwan, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ مَسَّ ذَكَرَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ
“Barangsiapa yang menyentuh kemaluannya hendaklah ia berwudhu.” (Irwaul Ghalil, 1/150, no. 116)
Dalam riwayat lain disebutkan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ مَسَّ فَرْجَهُ فَليَتَوَضَّأْ
“Barangsiapa menyentuh farjinya hendaklah dia wudhu.” (HR. Ibnu Majah, no. 481, 482)
Abu Hurairah juga meriwayatkan sebuah hadits tentang ini. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا أَفْضَى أَحَدُكُم بِيَدِهِ إِلَى فَرْجِهِ لَيْسَ بَيْنَهُمَا سُتْرَةٌ وَلَا حِجَابٌ فَلْيَتَوَضَّأْ
“Bila salah seorang dari kalian menyentuh farijinya tanpa alas atau penghalang, hendaklah berwudhu.” (Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Hibban, al-Baihaqi, dan Daruquthni. Lihat Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah, no. 1235)
WUDHU BATAL JIKA MAKAN DAGING ONTA
Makan daging onta membatalkan wudhu. Dalilnya hadits yang diriwayatkan dari Jabir bin Samrah bahwa suatu ketika ada seseorang bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Apakah saya perlu berwudhu setelah makan daging kambing?”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Kalau kau mau, silakan berwudhu. Kalau tidak berkenan juga tidak apa-apa.”
Orang tersebut bertanya lagi, “Bagaimana kalau sehabis makan daging onta?”
Beliau menjawab, “Berwudhulah sehabis makan daging Onta.” (HR. Muslim, 1/275, no. 360)
WUDHU BATAL JIKA MURTAD DARI ISLAM
Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa di antara syarat sah wudhu adalah beragama Islam. Sehingga, jika ada seorang Muslim keluar dari Islam atau murtad dan dia dalam keadaan berwudhu, maka otomatis wudhunya batal. Dalilnya firman Allah,
وَمَنْ يَكْفُرْ بِالْإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi.” (QS. Al-Maidah: 5)
Dalam ayat yang lain Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Az-Zumar: 65)
KAPAN DISUNAHKAN UNTUK WUDHU?
Ada beberapa kondisi yang di dalamnya disunnahkan untuk wudhu. Di antaranya adalah sebagi berikut.
DISUNNAHKAN WUDHU KETIKA HENDAK BERDOA ATAU BERZIKIR
Setiap kali hendak berzikir dan berdoa, setiap Muslim disunnahkan untuk wudhu terlebih dahulu. Demikian pula yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Abu Musa pernah mengabarkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa Abu Amir pernah berkata kepadanya, “Sampaikan salamku kepada Nabi dan mohonlah kepada beliau untuk memintakan ampun untukku.”
Tatkala Abu Musa menyampaikan hal tersebut, Rasululllah minta air untuk wudhu. Setelah melakukan wudhu, beliau mengangkat kedua tangan sambil berdoa, “Ya Allah, ampunilah Ubaid bin Amir!” (HR. Al-Bukhari, lihat Fathul Bari, 8/41. Muslim, 4/944)
DISUNNAHKAN WUDHU KETIKA HENDAK TIDUR
Ketika hendak tidur, setiap Muslim disunnahkan untuk wudhu, sebagaimana ditunjukkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya,
إذا أتيتَ مضجعَكَ، فتوضَّأْ وضوءَكَ للصَّلاةِ، ثمَّ اضطجِعْ على شقِّكَ الأيمنِ
“Bila engkau hendak tidur berwudhulah sebagaimana engkau wudhu untuk shalat. Kemudian berbaringlah dengan bertumpu pada tubuhmu bagian kanan.” (HR. Al-Bukhari, lihat Fathul Bari, 8/41, Muslim, 4/1944)
DISUNNAHKAN WUDHU SETIAP KALI BERHADATS
Setiap Muslim dianjurkan untuk wudhu tiap kali berhadats. Dasarnya adalah hadits yang diriwayatkan dari Buraidah, dia berkata,
“Pada suatu hari, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil Bilal, lalu berkata kepadanya, ‘Hai Bilal, dengan amalan apa engkau bisa mendahuluiku di Jannah? Tadi malam di Jannah aku mendengar suara terompahmu di depanku.’ Bilal menjawab, ‘Setiap kali sehabis mengumandangkan adzan saya shalat dua rekaat, dan setiap kali berhadats saya wudhu.’” (HR. At-TIrmizi, no. 3954. Ahmad, 5/360, hadits shahih)
DISUNNAHKAN WUDHU SETIAP KALI HENDAK SHALAT
Baik shalat fardhu ataupun shalat sunah, disunahkan untuk wudhu setiap kali ingin melaksanakan shalat tersebut. Dasarnya adalah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi bersabda,
لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لَأَمَرْتُهُمْ عِنْدَ كُلِّ صَلَاةٍ بِوُضُوءٍ، وَمَعَ كُلِّ وُضُوءٍ بِسِوَاكٍ
“Kalau sekiranya tidak memberatkan umatku, niscaya aku perintahkan mereka untuk berwudhu setiap kali hendak shalat, dan aku perintahkan bersiwak setiap kali hendak wudhu.” (HR. Ahmad. Dinilai hasan oleh at-Tirmidzi, dinilai shahih oleh al-Albani, Shahih at-Targhib wat Tarhib, 1/86, no. 95)
DISUNNAHKAN WUDHU SEHABIS MEMBAWA JENAZAH
Wudhu juga disunnahkan bagi Muslim seusai membawa jenazah. Dasarnya adalah hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ غَسَلَ مَيْتًا فَلْيَغْتَسِلْ، وَمَنْ حَمَلَ مَيْتًا فَلْيَتَوَضَّأْ
“Barangsiapa selesai memandikan mayit hendaklah mandi, dan barangsiapa selesai membawa jenazah, hendaklah dia wudhu.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmizi, Ahmad, dan lainnya. Lihat Irwaul Ghalil, 1/173, no. 144)
DISUNNAHKAN WUDHU SEHABIS MUNTAH
Wudhu juga disunnahkan bagi Muslim yang mengalami muntah. Setelah muntah selesai, disunnahkan untuk wudhu. Dasar hukum sunnahnya adalah hadits yang diriwayatkan dari Mi’dan dari Abu Darda’, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قاَءٌ فَأَفْطَرَفَتَوَضَّأْ
“Bila engkau muntah, berbukalah, kemudian wudhulah.” (HR. At-Tirmizi, Ahmad, dan lainnya. Lihat Irwaul Ghalil, 1/147, no.111)
BACA JUGA: Batasan Wajah Perempuan Yang Dibasuh Sampai Mana?
DISUNNAHKAN WUDHU SETELAH MAKAN MAKANAN PANGGANG/BAKAR
Setelah makan makanan yang dipanggang atau dibakar, disunnahkan pula untuk wudhu. Sunnah ini berdasarkan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
فَتَوَضَّأُوا مِمَّا مَسَّتْ النَّارُ
“Berwudhulah kalian sehabis makan makanan yang tersentuh Api.” (HR. Muslim, 1/272)
Hadits tersebut seolah-olah mengandung hukum wajib, karena menggunakan kata perintah. Namun, para ulama fikih tetap berpendapat bahwa wudhu setelah memakan makanan yang dipanggang atau dibakar hukumnya adalah sunah.
Sebab ada hadits lain yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Amru bin Umayyah, dan Abu Rafi, bahwa suatu ketika Nabi pernah makan daging yang dipanggang atau dibakar, kemudian langsung shalat tanpa wudhu lagi. (HR. Al-Bukhari, no.5408, Muslim, 1/237)
Jadi, wudhu setelah makan makanan yang dipanggang/bakar hukumnya sunah.
DISUNNAHKAN WUDHU KETIKA HENDAK MAKAN DALAM KEADAAN JUNUB
Jika seorang Muslim ingin makan sementara ia dalam keadaan junub, maka ia juga disunnahkan untuk wudhu terlebih dahulu.
Dalilnya, hadits Aisyah, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila dalam keadaan junub, lalu ingin makan atau tidur, beliau wudhu sebagaimana wudhu ketika hendak shalat.” (HR. Muslim, 1/248, no. 305)
DISUNNAHKAN WUDHU SETIAP KALI HENDAK MENGULANG PERSETUBUHAN
Ketika seorang suami istri hendak mengulang persetubuhan, keduanya disunnahkan untuk wudhu. Dasarnya adalah hadits yang diriwayatkan dari Abu Said, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ أَهْلَهُ، ثُمَّ أَرَادَ أَنْ يَعُوْدَ، فَلْيَتَوَضَّأْ
“Apabila salah seorang dari kalian hendak kembali mendatangi istrinya, maka hendaknya dia wudhu terlebih dahulu.” (HR. Muslim, 1/249, no.308)
DISUNNAHKAN WUDHU KETIKA INGIN TIDUR DALAM KEADAAN JUNUB
Seorang Muslim disunnahkan untuk wudhu ketika ingin tidur sementara ia dalam keadaan junub. Dalilnya, hadits Aisyah ketika ditanya, “Apakah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah tidur dalam keadaan junub?” Aisyah menjawab, “Ya, setelah beliau wudhu terlebih dahulu.”
Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Umar bin Khattab pernah meminta fatwa kepada Nabi. Dia bertanya, “Bolehkah salah seorang dari kami tidur dalam keadaan junub?”
Beliau menjawab, “Hendaklah ia berwudhu, atau kalau mau, sekalian mandi, kemudian tidur.” (HR. Al-Bukhari, 1/392, no. 287. Muslim, 1/249, no.306)
Syaikh Ibnu Baz dalam Syarh Umdatul Ahkam (30) menjelaskan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika sedang junub, lalu ingin tidur, beliau mandi terlebih dahulu. Dalam masalah orang junub yang hendak tidur ini, ada tiga kemungkinan:
Pertama, tidur tidak wudhu atau mandi terlebih dahulu. Ini tidak dibolehkan, karena menyelisihi sunah. Kedua, cebok, lalu wudhu sebagaimana ketika hendak shalat, lalu tidur. Ini boleh. Ketiga, wudhu, lalu mandi terlebih dahulu, kemudian tidur. Ini yang paling utama. [Shodiq/dakwah.id]