Daftar Isi
Mendapatkan kekhusyukan dalam shalat terkadang memang sulit untuk dilakukan. Namun, selayaknya untuk selalu diusahakan. Ada beberapa model gerakan saat shalat yang harus diperhatikan sebagai langkah untuk mengusahakan kondisi khusyuk saat shalat.
Dalam salah satu fatwanya, syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin menjabarkan beberapa point terkait dengan model gerakan saat shalat ditinjau dari hukum fikihnya.
Menurut beliau, berdasarkan perspektif hukum, gerakan saat shalat dibagi menjadi lima; gerakan wajib, gerakan mustahab, gerakan mubah, gerakan makruh, dan gerakan haram. (binothaimeen.net)
Gerakan Saat Shalat yang Hukumnya Wajib
Ketika shalat, ada gerakan yang memang harus dilakukan. Hukum gerakan ini wajib. Jika gerakan ini tidak dilakukan tanpa ada alasan yang dibenarkan syar’i untuk meninggalkannya, justru shalatnya menjadi batal dan tidak sah.
Contoh, ada seseorang yang sedang shalat. Ia mendapati di pakaiannya ada najis yang menempel. Sementara salah satu syarat sah shalat adalah suci dari najis. Untuk menjaga shalatnya agar tetap sah, maka ia harus melakukan gerakan tertentu agar najis tersebut terlepas dari pakaiannya.
Baca juga: Saat Shalat, Ketahuan Ada Darah Menempel di Pakaian
Tindakan tersebut pernah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terdokumentasikan dalam hadits. Saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat bersama para sahabatnya, beliau mendapati ada najis di alas kaki beliau. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam segera melepaskan alas kakinya. Dan para sahabat pun mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melepas alas kaki.
Seusai shalat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, kenapa mereka melepas alas kaki? Lalu seorang sahabat menjawab, “Kami melihat engkau melepas alas kaki, maka kami juga melepas alas kaki.”
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ جِبْرِيلَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَانِي فَأَخْبَرَنِي أَنَّ فِيهِمَا قَذَرًا
“Sesungguhnya Malaikat Jibril telah datang kepadaku, lalu memberitahukan kepadaku bahwa di sepasang sandal itu ada najisnya.” (HR. Abu Daud)
Demikian pula ketika seseorang shalat dengan arah kiblat yang salah. Jika tiba-tiba ada orang yang mengingatkan bahwa ia keliru menghadapnya tidak ke arah kiblat, maka ia wajib untuk segera menghadapkan dirinya ke arah kiblat. Jika ia enggan merubah arah shalat, padahal sudah ada yang mengingatkan, maka shalatnya batal.
Dalilnya, pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para jamaah di masjid Quba shalatnya menghadap ke arah Syam (Baitul Maqdis), kiblat pertama umat Islam. Lalu ada seseorang datang memberi informasi terbaru dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa sesungguhnya telah turun al-Quran kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan beliau diperintah untuk shalat menghadap kiblat (Ka’bah).
Mendengar berita itu, para jamaah yang sedang shalat langsung memutar arah shalat membelakangi Syam. Posisi Ka’bah berlawanan dengan arah Syam. Syam adalah arah kiblat pertama kali. Dimana di sana ada Baitul Maqdis sebagai kiblat pertama saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam awal berada di Madinah.
قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ
“Sungguh Kami (sering) melihat wajahmu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah wajahmu ke arahnya.” (QS. Al-Baqarah: 144)
Gerakan Saat Shalat yang Hukumnya Mustahab
Yaitu gerakan yang jika dilakukan hanya akan memengaruhi pahala kesempurnaan shalat saja, tidak sampai memengaruhi keabsahan shalat.
Contohnya tindakan yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma terkenal sebagai sosok yang sangat semangat dalam menuntut ilmu. Suatu hari, Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma menginap di rumah bibinya, Maimunah, Istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Malam itu, saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bangun untuk melaksanakan shalat malam, Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma ikut bangun dan shalat di sebelah kiri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengarahkan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma dengan memegang kepalanya untuk pindah posisi ke sisi kanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Nah, gerakan yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma tersebut adalah gerakan yang tidak sampai membatalkan shalat, hanya sekedar memengaruhi kesempurnaan shalat.
Demikian halnya ketika shalat jamaah di depannya ada shaf yang kosong, gerakan saat shalat dengan maju ke depan untuk mengisi shaf yang kosong adalah gerakan yang mustahab, dianjurkan. Gerakan tersebut hanya memengaruhi kesempurnaan shalat, tidak sampai membatalkan shalat. Kekeliruan posisi jamaah shalat saat shalat sendiri bersama Imam dan mengisi shaf depan yang masih kosong dalam shalat berjamaah hukumnya sunnah, bukan wajib.
Gerakan Saat Shalat yang Hukumnya Mubah
Jika gerakan yang dilakukan hanyalah gerakan ringan karena alasan yang dibenarkan syar’i, maka hukum gerakan itu mubah, boleh.
Contohnya, ketika ada seseorang shalat lalu datang orang lain butuh dan ingin meminjam pena yang kebetulan ada di sakunya, tindakan orang yang shalat tadi mengambil pena di saku lalu memberikan kepadanya itu hukumnya mubah. Sebab ini dianggap sebagai gerakan saat shalat yang kadarnya ringan.
Baca juga: Hukum Memandang Ke Atas Ketika Shalat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah saat shalat melakukan gerakan membuka pintu saat Aisyah radhiyallahu ‘anha datang. Beliau juga pernah ketika shalat berjamaah bersama kaum muslimin saat itu beliau menggnedong Umamah binti Zainab binti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Saat beliau berdiri, beliau menggendongnya, saat beliau sujud beliau meletakkannya. Gerakan-gerakan ini dikategorikan gerakan ringan sesuai dengan kebutuhan dan hukumnya mubah.
Gerakan Saat Shalat yang Hukumnya Makruh
Gerakan yang dilakukan saat shalat meskipun itu ringan namun bukan dalam rangka kebutuhan tertentu yang memang dibolehkan secara syar’i, maka gerakan itu hukumnya makruh.
Seperti gerakan melihat jam terus-terusan padahal itu tidak perlu, mengeluarkan pena dari kantong saku tanpa kebutuhan tertentu, atau bahkan saat dia mengingat sesuatu lalu mencoba untuk menuliskannya dengan pena dan kertas yang ada di sakunya saat shalat, maka semua gerakan itu hukumnya makruh. Itu semua adalah gerakan sia-sia yang sama sekali tidak bermaslahat untuk dilakukan saat shalat.
Gerakan Saat Shalat yang Hukumnya Haram
Sementara setiap gerakan yang begitu menyibukkan diri yang dilakukan saat shalat tanpa alasan syar’i tertentu, hukumnya adalah haram. Membatalkan shalat.
Contoh, gerakan-gerakan tanpa alasan saat posisi berdiri, saat ruku’, saat sujud, dan sebagainya yang dilakukan tanpa ada alasan yang jelas, maka semua gerakan itu hukumnya haram dan membatalkan shalat. kecuali jika memang ada alasan syar’i yang jelas seperti menghalai ular atau binatang buas yang mengganggu. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
فَإِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالًا أَوْ رُكْبَانًا فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَمَا عَلَّمَكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ
“Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allah (shalatlah), sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.” (QS. Al-Baqarah: 239) Wallahu a’lam [M. Shodiq/dakwah.id]