Abu Umamah, Ahli Sedekah yang Penuh Berkah
Muhammad Faishal Fadhli a.k.a Ichang Stranger
Depok, 16 Desember 2019
Jika semangat berbagi sudah mendarah daging pada diri seseorang, dalam situasi sesempit apapun, ia akan tetap bersedekah dengan sisa-sisa harta yang dimilikinya.
Sebab, ia yakin betul bahwa Allah akan memberinya balasan berlipat ganda. Baik di dunia, maupun di akhirat.
Dengan demikian, ketika janji Allah sudah terpatri di dalam hatinya, ia tidak perlu berpikir panjang saat dimintai pertolongan oleh orang yang sedang membutuhkan.
Contohnya seperti Abu Umamah radhiyallau ‘anhu; salah seorang sahabat Nabi yang sangat dermawan.
Sebagaimana dikisahkan dalam kitab Hilyatul Auliya karya Abu Nua’im, dan Al-Kandahlawi menukilnya dalam Hayatus Shahabah, Abu Umamah dikenal sebagai orang yang gemar bersedekah.
Ia tidak pernah menolak seorang pengemis pun. Beberapa biji kurma atau apa saja yang bisa dimakan, pasti ia berikan kepada orang yang datang untuk meminta-minta kepadanya.
Baca juga: 5 Tingkatan Khusyuk dalam Shalat. Kamu di Level Mana?
Suatu hari, ketika harta Abu Umamah tersisa hanya tiga dinar saja, ia didatangi oleh tiga orang pengemis secara bergantian.
Pengemis pertama, ia beri satu dinar. Berikut seterusnya. Masing-masing pengemis, mendapat jatah satu dinar.
Kini, habis sudah semua harta Abu Umamah. Dan ia merasa tenang saja.
Tapi, hamba sahayanya yang merupakan seorang perempuan, justru sewot, marah dan memprotesnya, “Mengapa tidak kau sisakan sedikit pun untuk kita?”
Abu Umamah tidak menggubris omelan sahayanya. Tidak mau ambil pusing, ia rebahan untuk istirahat siang. Begitu suara azan terdengar, setelah dibangunkan oleh sang sahaya, ia mengambil wudhu lalu pergi ke masjid.
Dari sini tampaklah sisi kepedulian sahaya Abu Umamah kepadanya. Padahal, sahaya itu seorang Nashrani.
Begitulah.
Baca juga: Vaksinasi Hepatitis pada Bayi, Boleh atau Tidak?
Tuan atau majikan yang sangat baik, pasti disukai oleh sahaya atau pembantunya, meskipun mereka berbeda agama.
Bahkan demi membuatkan makan malam untuk sang majikan, karena sudah tidak apa-apa lagi di rumah mereka, sementara pada hari itu Abu Umamah sedang berpuasa, sang sahaya terpaksa berhutang kepada tetangga.
Singkat cerita, selesai menyiapkan makanan, ketika ia menyalakan pelita, kemudian berjalan menuju kamar Abu Umamah untuk menatanya, tiba-tiba ia melihat emas. Setelah dihitung, jumlahnya ada tiga ratus dinar.
“Pantas saja ia begitu ringan bersedekah dengan tiga dinar tadi kepada pengemis. Ternyata, dia memang punya simpanan yang lebih banyak,” Demikian dugaan yang terlintas dalam benak sang sahaya.
Bakda Isya’, Abu Umamah pulang. Saat melihat hidangan tersaji di atas meja makan, ia tersenyum seraya berkata, “Ini adalah kebaikan dari sisi-Nya.”
Selesai menikmati makan malam, sang sahaya yang sejak tadi menemani majikannya, berpesan kepadanya, “Tuan, semoga Allah merahmatimu. Engkau meninggalkan harta di tempat yang kurang aman. Kenapa tidak tuan beritahu saya, agar saya memindahkannya.”
“Harta apa?” tanya Abu Umamah terheran-heran.
“Aku tidak meninggalkan apa pun.” tegasnya.
Kemudian, sang sahaya pun mengangkat kasur, seakan ia hendak berkata, ‘Tuan yakin tidak meninggalkan apa pun, terus ini apa?’
Ekspresi keterkejutan terlukis di wajah Abu Umamah ketika melihat kepingan-kepingan emas itu. Jelas ia merasa sumringah.
Kejadian ini benar-benar ajaib.
Baca juga: Loss of Adab, Salah Langkah atau Salah Arah Pendidikan?
Tidak lama kemudian, setelah menyadari bahwa majikannya mendapat kemuliaan dari Yang Maha Mulia, sahaya tersebut memotong salib yang selama ini ia bawa.
Ia bersyahadat dan menjadi muslimah yang hebat. Ia memperdalam ulumusy syar’i dan mengajarkannya kepada orang lain.
Ibnu Jarir berkata, “Aku pernah bertemu dengan perempuan itu di masjid Homsh, ketika ia sedang mengajarkan Al-Quran, Sunnah, dan faraidh (ilmu waris) kepada kaum hawa.”
Maa sya’a Allah... Tabarakarrahman...
Kisah teladan ini sungguh luar biasa.
Lihatlah, betapa sedekah yang dikeluarkan dengan ikhlas mendatangkan berkah yang melimpah. Selain Allah ganti ratusan kali lipat, utamanya adalah karamah Abu Umamah, menjadi pintu hidayah.
Maka setiap pahala dari ilmu yang diajarkan sang sahaya, juga mendatangkan pahala bagi Abu Umamah. Semua itu berkah dari satu sifat terpuji; dermawan. Karenanya ia mendapat dua kebaikan; dunia-akhirat. Ia mengasihi penduduk bumi, maka penduduk langit pun mengasihinya.
Baca juga: Virus Corona Menyebar, Adakah Hadits Doa Terhindar dari Wabah Penyakit?
Untuk mengakhiri tulisan ini, agar kita memiliki hati semulia Abu Umamah, ada baiknya kita mentadabburi firman Allah Ta’ala dalam surat al-Baqarah ayat 228,
اَلشَّيْطٰنُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاۤءِ ۚ وَاللّٰهُ يَعِدُكُمْ مَّغْفِرَةً مِّنْهُ وَفَضْلًا ۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ
“Setan menakut-nakuti kemiskinan kepadamu dan menyuruh kamu berbuat keji (kikir). Sedangkan Allah menjanjikan ampunan dan karunia-Nya kepadamu. Dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui.”
Ada satu pelajaran berharga yang bisa dipetik dari ayat di atas, bahwa: takut miskin dapat menghalangi seseorang untuk bersedekah.
Jika itu yang terjadi, berarti pengaruh setan telah mendominasi jiwanya. Ia lebih percaya kepada janji dan ancaman setan.
Pada saat yang bersamaan, ia mengabaikan janji ar-Rahman. Padahal Dia tidak pernah ingkar janji. Innallaha laa yukhliful mii’ad. Wallahul muwaffiq ilaa aqwanith thariiq. (dakwah.id)