Untuk menjawab pertanyaan apakah Virus Corona termasuk penyakit Tha’un seperti dalam hadits, syaikh Muhammad Shalih al-Munajid memiliki penjelasan yang cukup menarik.
Ath-Tha’un atau Tha’un adalah jenis penyakit khusus. Tha’un adalah bagian dari tusukan jin yang menyebabkan banyak kematian. Muslim yang mati karena terkena penyakit Tha’un, ia mendapat pahala mati syahid.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
الطَّاعُونُ شَهَادَةٌ لِكُلِّ مُسْلِمٍ
“Penyakit Tha’un adalah bentuk mati syahid bagi setiap muslim.” (HR. Al-Bukhari No. 2830; HR. Muslim No. 1916)
Al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullah menjelaskan,
أَصْلُ الطَّاعُوْنِ الْقَرُوْحُ الْخَارِجَةُ فِى الْجَسَدِ
“Bentuk asli Tha’un adalah semacam bisul, cacar, atau borok yang muncul di tubuh.”
Sedangkan al-Waba’ atau wabah adalah jenis penyakit umum. Sebagian kalangan menyebut wabah dengan Tha’un karena memiliki satu kemiripan; penyakit yang mematikan.
Baca juga: Wasiat Syaikh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al-Badr terkait Wabah Corona [PDF]
Jadi, setiap penyakit Tha’un termasuk wabah. Namun tidak setiap penyakit wabah adalah penyakit Tha’un.
Kesimpulan ini dikuatkan dengan hadits yang diriwayatkan dari Abu Musa,
فَمَا الطَّاعُونُ؟ قَالَ: وَخْزُ أَعْدَائِكُمْ مِنَ الْجِنِّ
“Apa itu penyakit Tha’un? Penyakit Tha’un adalah tusukan yang tidak menembus oleh musuh kalian dari kalangan Jin.” (HR. Ahmad No. 19528. Hadits shahih)
Wabah yang pernah menimpa bumi Syam sebenarnya adalah sejenis penyakit Tha’un, yakni Tha’un Amwas. (Ikmal al-Mu’lim, Qadhi ‘Iyadh, 7/132)
Imam an-Nawawi rahimahullah juga menjelaskan,
وَالطَّاعُوْنُ الْمَذْكُوْرُ فِي بَابِ الْوَصِيَّةِ: هُوَ بَثْر وَوَرَم مُؤْلِم جِدًّا يَخْرُج مَعَ لَهَب وَيَسْوَدّ مَا حَوَالَيْهِ أَوْ يَخْضَرّ أَوْ يَحْمَرّ حُمْرَة شَدِيدَة بَنَفْسَجِيَّة كَدِرَةِ وَيَحْصُلُ مَعَهُ خَفَقَان وَقَيْء ، وَيَخْرُج غَالِبًا فِي الْمَرَاق وَالْآبَاط ، وَقَدْ يَخْرُج فِي الْأَيْدِي وَالْأَصَابِع وَسَائِر الْجَسَد
“Penyakit Tha’un yang disebutkan dalam bab Wasiat adalah jenis penyakit tertentu berwujud bintik-bintik yang membengkak dan sangat perih, cairannya keluar disertai rasa panas sehingga menjadikan permukaan kulit menjadi menghitam, hijau, atau memerah agak kecokelatan. Bersamaan dengan itu, penderita juga merasakan debaran jantung yang kencang disertai muntah. Ciri-ciri tersebut terjadi di area pergelangan tangan, ketiak, telapak tangan, jari-jari, bahkan keseluruhan badan.” (Tahdzib al-Asma’ wa al-Lughat, 3/187)
Setelah menyebutkan penjelasan dari para ahli bahasa, ahli fikih, dan ahli medis, Ibnu Hajar rahimahullah menyebutkan,
Pada kesimpulannya, hakikat penyakit Tha’un adalah bengkak yang timbul karena pengaruh (kotoran) darah, atau pengaruh darah yang merusak organ tubuh. Sedangkan penyakit umum selain itu yang timbul karena udara yang kotor terkadang disebut juga dengan penyakit Tha’un dalam bentuk kiasan lantaran memiliki kemiripan dengan penyakit Tha’un; menimbulkan banyak korban jiwa.
Penyakit Tha’un Berbeda dengan Wabah
Argumen yang menunjukkan bahwa penyakit Tha’un itu berbeda dengan wabah adalah sebagai berikut.
Pertama, penyakit Tha’un tidak dapat memasuki kota Madinah, sedangkan penyakit wabah dapat memasuki kota tersebut.
Aisyah radhiyallahu ‘anha menyebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam al-Bukhari,
وَقَدِمْنَا الْمَدِينَةَ وَهِيَ أَوْبَأُ أَرْضِ اللَّهِ
“Ketika kami tiba di Madinah, saat itu Madinah adalah bumi Allah yang paling banyak terjangkit wabah.” (HR. Al-Bukhari No. 1889)
Dalam hadits yang sama, sahabat Bilal bin Rabah terserang demam tinggi sesaat setelah tiba di Madinah. Lalu ia berujar,
للَّهُمَّ الْعَنْ شَيْبَةَ بْنَ رَبِيعَةَ وَعُتْبَةَ بْنَ رَبِيعَةَ وَأُمَيَّةَ بْنَ خَلَفٍ كَمَا أَخْرَجُونَا مِنْ أَرْضِنَا إِلَى أَرْضِ الْوَبَاءِ
“Ya Allah, laknatlah Syaibah bin Rabi’ah, ‘Uqbah bin Rabi’ah dan Umayyah bin Khalaf yang telah mengusir kami dari suatu negeri ke negeri yang penuh dengan wabah bencana ini.” (HR. Al-Bukhari No. 1889)
Baca juga: 10 Masalah Corona – Penjelasan Syaikh Umar Ibnu Abdillah
Selain hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha di atas, ada hadits lain yang menunjukkan bahwa penyakit wabah dapat memasuki kota Madinah sedangkan penyakit Tha’un tidak dapat.
Dari Abdullah bin Buraidah, dari Abu al-Aswad ia berkata,
أَتَيْتُ الْمَدِينَةَ وَقَدْ وَقَعَ بِهَا مَرَضٌ وَهُمْ يَمُوتُونَ مَوْتًا ذَرِيعًا
“Aku mengunjungi Madinah saat banyak orang sakit yang membawa kepada kematian mereka…” (HR. Al-Bukhari No. 2643)
Ada pula hadits yang menceritakan kisah orang-orang Uraniyiin yang sedang ditimpa penyakit wabah (karena sebab kondisi udara waktu itu) ketika mereka berada di kota Madinah.
Hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa penyakit Tha’un itu berbeda dengan penyakit wabah. Penyakit wabah dapat memasuki wilayah kota Madinah al-Munawarah, sementara penyakit Tha’un tidak bisa.
Kedua, masih dalam penjelasan Imam Ibnu Hajar, para Ahli Bahasa menyebutkan bahwa penyakit wabah adalah jenis penyakit umum.
Poin yang membedakannya dengan penyakit Tha’un, penyakit Tha’un ini masih sangat samar di mata para ahli kesehatan atau tabib.
Tidak banyak ahli medis yang mampu mendefinisikan penyakit Tha’un ini karena memang pada hakikatnya penyakit Tha’un adalah tusukan yang tidak menembus dari kalangan bangsa Jin.
Hal ini tidak bertentangan dengan pernyataan para dokter bahwa penyakit Tha’un tersebut berada di dalam aliran darah. Karena bisa jadi, penyakit Tha’un itu bermula dari tusukan metafisik kemudian memunculkan semacan racun yang mengalir dalam darah orang yang terjangkit.
Para dokter tidak dapat menentang definisi tersebut karena memang hakikat Tha’un yang disebabkan oleh tusukan jin tersebut termasuk persoalan yang tak dapat dijangkau oleh nalar manusia, hanya dapat diketahui melalui informasi syar’i. Sehingga mereka akan menemui kebuntuan jika menganalisisnya dengan teori-teori medis.
Bukti lain yang menguatkan argumentasi bahwa penyakit Tha’un berasal dari tusukan jin yang tidak tampak adalah penyakit ini justru terjadi di kawasan dengan kualitas udara air yang bagus.
Jika saja penyakit Tha’un itu disebabkan oleh kondisi udara, maka dampaknya pasti akan merata di seluruh permukaan bumi, karena akan sangat mudah menyebar. Akan tetapi penyakit Tha’un ini bisa datang dengan tiba-tiba dan berlalu secara tiba-tiba pula tanpa ada dukungan indikator apa pun.
Jika penyakit Tha’un itu dianggap dapat menjangkiti seluruh manusia, namun faktanya penyakit ini menimpa banyak manusia dalam satu wilayah, namun sekelompok lain yang berada di dekat mereka bisa jadi tidak tertimpa.
Jika penyakit Tha’un ini dianggap menjangkiti seluruh bagian badan, namun faktanya penyakit ini hanya menjangkit bagian-bagian tertentu saja dari tubuh manusia.
Kemudian, jika buruknya udara berakibat pada timbulnya rasa sakit dan atau luka fisik, sedangkan penyakit Tha’un ini terkadang menewaskan seseorang tanpa disertai rasa sakit.
Fakta-fakta yang terjadi tersebut menjadi bukti empiris bahwa penyakit Tha’un itu memang berasal dari tusukan jin yang tidak tampak.
Materi Khutbah Jumat: 8 Hal yang Perlu Kita Ketahui tentang Ibadah Shalat
Selain itu, ada juga hadits yang mendukung teori bahwa Tha’un berasal dari tusukan jin yang tidak tampak.
Dari Ziyad bin ‘Ilaqah ia berkata, salah seorang lelaki dari kaumku bercerita kepadaku. Syu’bah berkata, sungguh aku tahu betul nama lelaki tersebut, ia berkata, ketika kami berada di depan pintu Utsman untuk menunggu izin darinya, aku mendengar Abu Musa al-Asy’ari berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
فَنَاءُ أُمَّتِي بِالطَّعْنِ، وَالطَّاعُونِ
“Umatku akan musnah dengan tikaman (pembunuhan) dan penyakit Tha’un.”
Lelaki tersebut berkata, kami bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَذَا الطَّعْنُ قَدْ عَرَفْنَاهُ فَمَا الطَّاعُونُ؟
“Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kami tahu maksud tikaman, lalu apa yang dimaksud dengan penyakit Tha’un?”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab,
طَعْنُ أَعْدَائِكُمْ مِنَ الْجِنِّ، وَفِي كُلٍّ شَهَادَةٌ
“Penyakit Tha’un adalah tusukan musuh-musuh kalian dari bangsa jin, dan dalam tiap kematian karena keduanya adalah mati syahid.” (HR. Ahmad No. 19528, 19743; HR. Ath-Thabarani No. 792 (Mu’jam al-Kabir), No. 1396 (Mu’jam al-Ausath); HR. Al-Bazzar No. 2986)
Menurut syaikh al-Albani, hadits di atas derajatnya shahih (Irwa’ al-Ghalil No. 1637, 6/70; Shahih al-Jami’ ash-Shaghir No. 4231, 2/779; Shahih at-Targhib wa at-Tarhib No. 1403, 2/155)
Makna dari wakhzun adalah tikaman atau tusukan yang tidak terbuka/tidak tampak. Tusukan jin disifati dengan wakhzun karena terjadi secara non-fisik lalu memberikan dampak fisik. Bagian yang terdampak pertama kali adalah batin non-fisiknya. Lalu menjalar dampaknya pada fisik, namun tidak tampak.
Berbeda halnya dengan tikaman dari manusia. Di mana tikaman itu pertama kali yang terdampak adalah fisik terlebih dahulu, baru kemudian menjalar pada batin non-fisik, meski terkadang juga tidak tampak terbuka. (Fathul Bari, Ibnu Hajar al-Asqalani, 10/180-182)
Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan, ada yang mengatakan bahwa Tha’un adalah jenis penyakit tertentu yang mengakibatkan kematian. Ada pula yang menyebut Tha’un adalah setiap penyakit mematikan yang dapat menyebar seperti kolera. Jika penyakit Tha’un telah menimpa, maka akan menyebar luas dengan sangat cepat.
Penyakit radang otak yang disebabkan oleh virus meningitis dan penyakit lainnya yang telah diketahui dalam ilmu medis serta penyakit lain yang belum diketahui identitasnya, penyakit-penyakit mematikan yang dapat menular dengan cepat ini dapat pula dikatakan sebagai Tha’un secara hakikat atau hukum.
Akan tetapi, penjelasan yang terdapat dalam as-Sunnah bertolak belakang dengan hal tersebut. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan pengecualian dengan pahala mati syahid. Beliau bersabda,
الشُّهَدَاءُ خَمْسَةٌ الْمَطْعُونُ وَالْمَبْطُونُ
“Syuhada’ (orang yang mati syahid) ada lima; yaitu orang yang terkena wabah penyakit Tha’un, orang yang terkena penyakit perut…” (HR. Al-Bukhari)
Hadits tersebut menunjukkan bawah orang yang tertimpa penyakit perut (al-Mabthun) itu berbeda dengan orang yang tertimpa penyakit Tha’un (sehingga, dapat dipahami bahwa penyakit Tha’un itu juga berbeda dengan penyakit perut), al-Mabthun adalah orang yang tertimpa penyakit dalam perutnya. (Syarh al-Mumti’, Syaikh Ibnu Utsaimin, 11/110)
Baca juga: Virus Corona Menyebar, Adakah Hadits Doa Terhindar dari Wabah Penyakit?
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:
Pertama, penyakit Tha’un berasal dari tusukan atau tikaman jin pada manusia.
Kedua, penyakit Tha’un berwujud semacam luka yang melepuh dan terasa sangat perih yang muncul dengan disertai rasa panas, sehingga bagian di sekitarnya menjadi lebam menghitam, atau kehijauan, atau memerah gelap dan berbintik. Selain itu, orang yang terjangkit penyakit Tha’un juga akan merasakan gejala jantung berdebar lebih kencang disertai dengan mual atau muntah. Luka tersebut biasanya muncul di bagian tertentu seperti bagian ketiak, pergelangan tangan, atau bagian lainnya pada tubuh manusia.
Ketiga, ada banyak sekali wabah dan penyakit yang memiliki dampak yang sangat mematikan dan mampu menewaskan banyak korban. Penyakit dan wabah tersebut disebut dengan Tha’un secara kiasan saja, bukan penyakit Tha’un sebagaimana terdapat dalam hadits dimana korban meninggalnya mendapat pahala syahid.
Disebut penyakit Tha’un secara kiasan maksudnya dalam menangani penyakit tersebut dapat menempuh cara-cara seperti penanganan penyakit Tha’un; lock down atau karantina pasien yang terjangkit, tidak boleh keluar kawasan, orang luar tak boleh memasuki kawasan terjangkit, dan semisalnya.
Keempat, dalil yang menguatkan bahwa Tha’un memiliki ciri-ciri khusus seperti telah disebutkan sebelumnya adalah sebagai berikut.
Dari ‘Irbadh bin Sariyah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
يَخْتَصِمُ الشُّهَدَاءُ وَالْمُتَوَفَّوْنَ عَلَى فُرُشِهِمْ إِلَى رَبِّنَا عَزَّ وَجَلَّ فِي الَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْ الطَّاعُونِ فَيَقُولُ الشُّهَدَاءُ إِخْوَانُنَا قُتِلُوا كَمَا قُتِلْنَا وَيَقُولُ الْمُتَوَفَّوْنَ عَلَى فُرُشِهِمْ إِخْوَانُنَا مَاتُوا عَلَى فُرُشِهِمْ كَمَا مِتْنَا عَلَى فُرُشِنَا
“Para syuhada’ dan orang-orang yang meninggal pada tempat tidurnya saling berselisih kepada Rabb azza wajalla terhadap orang-orang yang meninggal karena penyakit Tha’un, lalu para syuhada’ berkata; ‘Saudara-saudara kami terbunuh sebagaimana kami terbunuh’. Orang-orang yang meninggal pada tempat tidurnya berkata; ‘saudara-saudara kami terbunuh sebagaimana kami terbunuh pada tempat tidur kami.”
فَيَقُولُ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ انْظُرُوا إِلَى جِرَاحِهِمْ فَإِنْ أَشْبَهَتْ جِرَاحُهُمْ جِرَاحَ الْمَقْتُولِينَ فَإِنَّهُمْ مِنْهُمْ وَمَعَهُمْ فَإِذَا جِرَاحُهُمْ قَدْ أَشْبَهَتْ جِرَاحَهُمْ
“Lalu Rabb azza wajalla berfirman, ‘Lihatlah kalian luka mereka, jika luka mereka sama dengan luka orang yang terbunuh (di medan Perang), mereka adalah bagian dari mereka dan akan bersama mereka. Ternyata luka mereka sama.” (HR. Ahmad No. 17159; HR. An-Nasa’i No. 3164)
Hadits tersebut dihukumi hasan oleh Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitabnya Fathul Bari Syarh Shahih al-Bukhari. Kemudian dishahihkan oleh syaikh Nashiruddin al-Albani dalam kitabnya Shahih Sunan an-Nasa’i.
Imam as-Sindi dalam Hasyiyah ala al-Musnad menjelaskan, sabda beliau “fa in ashybahat jirahuhum,” dengan mengkasrahkan huruf jim, maknanya memilihi keserupaan darahnya mengalir dengan warna merah dan mengeluarkan aroma misk.
Kelima, dengan kriteria sebagaimana telah disebutkan di atas, maka penyakit Corona atau Covid-19 bukan termasuk penyakit Tha’un dengan ciri-ciri sebagaimana disebutkan dalam as-Sunnah dimana jika ada korban meninggal karena penyakit tersebut dari kalangan muslim, ia akan mendapat keutamaan dan rahmat Allah subhanahu wata’ala. Wallahu a’lam. (Sodiq Fajar, terjemah bebas dari tulisan Syaikh Shalih al-Munajid di islamqa.info/dakwah.id)