Materi Khutbah Idul Adha
Totalitas Berislam Selayak Keluarga Ibrahim
Oleh: Ust. Abu Ammar
Materi Khutbah Idul Adha versi PDF unduh di sini:
Download PDF
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِالله ِمِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.
فَيَا عِبَادَ اللهِ أُوصِيكُمْ وَإِيَّايَ نَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِه،ِ
قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُّسْلِمُونَ.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
أَمَّا بَعْدُ…
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaaha Illallahu, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil hamdu….
Jamaah Shalat dan Khutbah Idul Adha rahimakumullah,
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah ‘azza wajalla atas segala limpahan nikmat dan karunia-Nya yang tak terbilang. Dengan izin dan karunia-Nya semata kita bisa melaksanakan shalat Idul Adha pada tahun 1439 H ini dalam keadaan fisik yang sehat dan kondisi yang lapang. Semoga nikmat kesehatan, waktu luang, dan kelapangan ini bisa kita syukuri sebaik-baiknya, untuk memelihara dan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita di hadapan Allah ‘azza wajalla.
Shalawat dan salam senantiasa kita panjatkan untuk suri tauladan kita, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beserta segenap keluarganya, sahabatnya, dan umatnya yang sabar menjalankan ajaran agamanya.
Jamaah Shalat dan Khutbah Idul Adha rahimakumullah,
Di pagi hari yang mulia ini, kaum muslimin di seluruh dunia melantunkan takbir, tahlil, dan tahmid, demi mengagungkan Allah dan mensyukuri nikmat-Nya. Pada pagi hari ini, takbir, tahlil, dan tahmid dilantunkan oleh jutaan jamaah haji yang sedang melaksanakan manasik di Mina. Kumandang takbir, tahlil, dan tahmid juga dilantunkan oleh milyaran kaum muslimin di berbagai penjuru dunia, di wilayah pedesaan dan perkotaan, di wilayah pantai dan pegunungan, di wilayah ramai dan pedalaman.
Takbir, tahlil, dan tahmid tidak akan berhenti dengan selesainya shalat Idul Adha. Takbir, tahlil, dan tahmid akan terus dilantunkan oleh seluruh kaum muslimin sampai waktu Ashar tanggal 13 Dzulhijjah esok. Selama hari raya Idul Adha dan tiga hari tasyriq esok, gema takbir, tahlil, dan tahmid akan terus berkumandang dari masjid-masjid, jalan-jalan, pasar-pasar, dan rumah-rumah kaum muslimin. Demikianlah sebagaimana diamalkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan generasi sahabat selama hari raya Idul Adha dan hari-hari tasyriq.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaaha Illallahu, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil hamdu….
Jamaah Shalat dan Khutbah Idul Adha rahimakumullah,
Ibadah haji, shaum Arafah, shalat Idul Adha, dan udhiyah (yaitu menyembelih hewan ternak tertentu untuk mendekatkan diri kepada Allah ‘azza wajalla pada tanggal 10, 11 12, dan 13 Dzulhijah) kembali menyapa kaum muslimin pada tahun ini. Setiap tahun, keempat ibadah yang istimewa ini hadir di hadapan kaum muslimin. Setiap tahun keempatnya berulang datang.
Pengulangan demi pengulangan tersebut seharusnya meninggalkan bekas yang mendalam bagi keimanan dan ketakwaan kita. Bukan sebaliknya, kehadiran demi kehadirannya menjadikannya peristiwa yang kita anggap biasa saja. Akibatnya, datang dan pergi begitu saja, tanpa ada manfaat bagi dunia dan akhirat kita, tanpa ada maslahat bagi individu kita dan umat kita.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaaha Illallahu, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil hamdu….
Jamaah Shalat dan Khutbah Idul Adha rahimakumullah,
Ibadah-ibadah istimewa di bulan suci Dzulhijah ini tidak bisa dipisahkan dengan sejarah kehidupan Nabiyullah Ibrahim ‘alaihissalam, Nabiyullah Ismail ‘alaihissalam, dan ibunda Hajar. Jika kita mentadabburi sejarah mereka dengan seksama, niscaya kita bisa memetik banyak pelajaran berharga untuk meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kita.
Salah satu pelajaran terpenting yang bisa dipetik dari sejarah kehidupan mereka adalah memahami bahwa hakekat ajaran agama Islam adalah al-istislaam lillah. Yaitu berserah diri sepenuhnya kepada perintah dan larangan Allah ‘azza wajalla. Berserah diri sepenuhnya kepada agama Allah dan syariat-Nya. Menerima sepenuh jiwa pedoman hidup yang diturunkan-Nya kepada Nabi dan Rasul-Nya, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sang penutup seluruh nabi dan rasul.
Nabi Ibrahim dan Ismail ‘alaihissalam telah memberikan contoh keteladanan dalam berserah diri kepada Allah ‘azza wajalla semata. Saat mendapat perintah untuk menyembelih sang anak Ismail ‘alaihissalam, Ibrahim ‘alaihissalam sang bapak melaksanakannya dengan penuh keikhlasan dan kepasrahan. Demikian pula Ismail ‘alaihissalam menerimanya dengan kelapangan hati dan kepasrahan jiwanya kepada Allah semata. Allah mengabadikan kepasrahan jiwa keduanya kepada Allah, dengan firman-Nya:
فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ
“Maka ketika keduanya telah menyerahkan diri kepada Allah dan ia (Ibrahim) membaringkan anaknya (Ismail) pada dahinya.” (QS. Ash-Shafat [37]: 103)
Imam Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari dalam tafsirnya, Jami’ul Bayan ‘an Ta’wili Ayyil Qur’an, berkata, “Maknanya adalah keduanya menyerahkan urusannya kepada Allah semata, keduanya berserah diri kepada-Nya, keduanya bersepakat untuk menerima perintah Allah dan ridha dengan takdir-Nya.”
Ikrimah Maula Ibnu Abbas berkata, “Keduanya berserah diri kepada perintah Allah, sang anak ridha untuk disembelih, dan sang bapak ridha untuk menyembelihnya.”
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaaha Illallahu, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil hamdu….
Jamaah Shalat dan Khutbah Idul Adha rahimakumullah,
Kepasrahan, ketundukan, dan penerimaan kepada perintah dan larangan Allah ‘azza wajalla tidak hanya ditampilkan oleh sang bapak dan sang anak. Sang bunda Hajar pun memberikan keteladanan yang tak kalah hebatnya. Seorang diri Hajar dengan penuh keikhlasan, kesabaran, dan ketabahan mengasuh bayinya, Ismail, di tengah padang pasir yang tandus, panas, tiada sumber air, tiada sumber makanan, tiada pepohonan tempat bernaung, dan tiada manusia lainnya.
Imam Al-Bukhari meriwayatkan sebuah hadits panjang dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma tentang kisah perjuangan Hajar. Sang suami Ibrahim ‘alaihissalam membawa istrinya Hajar dan bayi laki-lakinya, Ismail, saat ibundanya dalam masa menyusuinya. Ibrahim ‘alaihissalam menempatkan mereka di lembah Bakkah yang tandus, panas, dan sepi dengan hanya berbekal sekantung kurma dan sekantung air minum.
Lalu Ibrahim beranjak pergi (untuk kembali ke negeri Palestina). Maka Hajar mengikutinya di belakangnya, sembari bertanya,
يَا إِبْرَاهِيمُ، أَيْنَ تَذْهَبُ وَتَتْرُكُنَا بِهَذَا الوَادِي، الَّذِي لَيْسَ فِيهِ إِنْسٌ وَلاَ شَيْءٌ؟
“Wahai Ibrahim, engkau hendak pergi ke mana? Apakah engkau akan meninggalkan kami di lembah ini, padahal di sini tiada seorang manusia pun, dan tiada suatu apapun juga?”
Berulang kali pertanyaan itu diajukan oleh Hajar, namun Ibrahim ‘alaihissalam menegarkan hatinya. Ia sama sekali tidak mau menoleh kepada Hajar, karena khawatir hatinya akan luluh dan tidak tega meninggalkan keduanya di lembah Bakkah. Akhirnya Hajar meminta satu ketegasan dari suaminya:
آللهُ الَّذِي أَمَرَكَ بِهَذَا
“Apakah Allah yang memerintahkanmu untuk melakukan hal ini?”
Maka Ibrahim pun menjawab, “Ya.”
Saudaraku, Jamaah Shalat dan Khutbah Idul Adha rahimakumullah,
Mendengar jawaban itu, Hajar tidak berkeluh kesah sedikit pun. Jika Allah telah memerintahkan hal itu, maka nasib setelahnya harus diserahkan kepada Allah semata pula. Maka Hajar memberikan pernyataan yang menentramkan hati suaminya:
إِذَنْ لَا يُضَيِّعُنَا
“Jika demikian, Allah pasti tidak akan menelantarkan kami.” (HR. Bukhari: Kitab Ahadits Al-Anbiya’ Bab Yaziffun An-Nasalanu fil Masyi no. 3364)
Ibunda Hajar kembali kepada bayinya. Sementara Ibrahim melanjutkan langkah kakinya menjauhi istri dan bayi tercinta. Ibrahim terus melangkah sampai ke bagian perbukitan yang tinggi, dimana bayi dan istrinya tidak bisa melihat sosoknya lagi. Lalu Ibrahim menghadapkan wajahnya ke arah tempat yang kelak menjadi Masjidil Haram. Ia angkat kedua tangannya dan berdoa kepada Allah, dengan doa yang diabadikan dalam Al-Quran:
رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
“Rabb kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya Rabb aku lakukan hal itu agar mereka mendirikan shalat. Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rizkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS. Ibrahim [14]: 37)
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaaha Illallahu, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil hamdu….
Jamaah Shalat dan Khutbah Idul Adha rahimakumullah,
Lebih lanjut hadits dalam Shahih Bukhari tersebut menggambarkan kondisi sang bayi Ismail yang kehausan dan kelaparan:
وَجَعَلَتْ أُمُّ إِسْمَاعِيلَ تُرْضِعُ إِسْمَاعِيلَ وَتَشْرَبُ مِنْ ذَلِكَ المَاءِ، حَتَّى إِذَا نَفِدَ مَا فِي السِّقَاءِ عَطِشَتْ وَعَطِشَ ابْنُهَا
“Lalu Hajar Ummu Ismail menyusui bayinya. Ia pun meminum bekal air minum tersebut. Ketika air minum yang hanya satu kantung itu telah habis, Hajar kehausan dan bayinya pun kehausan pula.”
Air susu ibu tidak lagi keluar, karena tidak ada asupan makanan dan minuman lagi yang masuk ke perut Hajar.
وَجَعَلَتْ تَنْظُرُ إِلَيْهِ يَتَلَوَّى، أَوْ قَالَ يَتَلَبَّطُ، فَانْطَلَقَتْ كَرَاهِيَةَ أَنْ تَنْظُرَ إِلَيْهِ
“Hajar memandang bayinya yang menggelepar-menggelepar di pasir, nafas bayinya terengah-engah dan sesak seperti dalam kondisi menjelang ajal. Maka Hajar pun beranjak pergi karena tidak kuat lagi melihat kondisi bayinya yang mengenaskan tersebut.”
Dalam riwayat yang lain, kondisi bayi Ismail disebutkan:
كَأَنَّهُ يَنْشَغ لِلْمَوْتِ
“Suaranya tersenggal-senggal, naik dan turun, seakan-akan sedang sakaratul maut.”
Hajar mendapati bukit Shafa sebagai bukit terdekat dari posisinya saat itu. Ia mendaki bukit Shafa. Dari puncak bukit Shafa, ia memandang ke lembah Bakkah, berharap ada manusia yang terlihat. Tapi ia tidak melihat siapa-siapa. Ia pun turun kembali ke lembah Bakkah. Sesampainya di lembah Bakkah, ia segera mengangkat ujung kain gamisnya yang menyentuh tanah, lalu ia berlari-lari dalam keadaan susah-payah sampai melintasi lembah.
Lalu ia naik ke bukit Marwa. Dari puncak bukit Shafa, ia memandang ke arah lembah, berharap ada manusia yang terlihat. Namun ia tidak melihat siapa-siapa. Maka ia pun turun ke lembah, lalu berlari kembali ke bukit Shafa. Demikian ia berlari-lari dari bukit Shafa menuju bukit Marwa, dari bukit Marwa menuju bukit Shafa, sebanyak tujuh kali.
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فَذَلِكَ سَعْيُ النَّاسِ بَيْنَهُمَا
“Itulah awal mula disyariatkannya ibadah Sai antara Shafa dan Marwa.”
Baca juga: Materi Khotbah Idul Adha: Merenungi Hari Raya Idul Adha
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaaha Illallahu, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil hamdu….
Jamaah Shalat dan Khutbah Idul Adha rahimakumullah,
Bayi tercinta sedang menggelepar-menggelepar di atas tanah pasir yang panas. Nafasnya tersenggal-senggal karena kehausan dan kelaparan. Nyawanya sedang berada di ujung tanduk. Sementara sang ibu yang juga dalam keadaan kehausan dan kelaparan, sudah berlari dengan susah payah, tujuh kali pulang pergi menempuh jarak antara bukit Shafa dan Marwa.
Sungguh tidak bisa digambarkan lagi kecemasan dan kegundahan hati Hajar. Setelah tujuh kali ia berlelah-lelah lari, akhirnya ia berhenti di puncak bukit Marwa.
Jamaah Shalat dan Khutbah Idul Adha rahimakumullah,
Lebih lanjut hadits dalam Shahih Al-Bukhari tersebut mengisahkan:
“Ketika ia telah berada di puncak bukit Marwa, tiba-tiba ia mendengar sebuah suara. Maka ia katakan kepada dirinya sendiri ‘Diamlah! Tenanglah! Di sini tidak ada siapa-siapa‘. Namun ia memasang pendengarannya baik-baik, akhirnya ia benar-benar mendengar sebuah suara. Maka ia pun berkata,
قَدْ أَسْمَعْتَ إِنْ كَانَ عِنْدَكَ غِوَاثٌ
“Engkau telah memperdengarkan suaramu. Maka munculkanlah dirimu! Jika engkau bisa memberikan bantuan, maka bantulah aku!”
فَإِذَا هِيَ بِالْمَلَكِ عِنْدَ مَوْضِعِ زَمْزَمَ فَبَحَثَ بِعَقِبِهِ أَوْ قَالَ بِجَنَاحِهِ حَتَّى ظَهَرَ الْمَاءُ فَجَعَلَتْ تُحَوِّضُهُ وَتَقُولُ بِيَدِهَا هَكَذَا وَجَعَلَتْ تَغْرِفُ مِنْ الْمَاءِ فِي سِقَائِهَا وَهُوَ يَفُورُ بَعْدَ مَا تَغْرِفُ فَشَرِبَتْ وَأَرْضَعَتْ وَلَدَهَا
Ternyata suara tersebut adalah seorang malaikat Jibril [dalam penampakan wujud seorang manusia]. Malaikat JIbril berdiri di tanah yang kelak menjadi tempat sumur Zam-Zam. Malaikat itu mengorek pasir dengan tumitnya, atau dengan tangannya, sampai akhirnya muncul air. Hajar segera membendung pancaran air itu dengan tangannya dan menciduk air tersebut dan mengisi kantung kulitnya dengan air tersebut, sementara air itu terus memancar keluar dari dalam tanah. Ia meminum air tersebut dan dengannya ia kembali bisa menyusui bayinya.
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَرْحَمُ اللَّهُ أُمَّ إِسْمَاعِيلَ لَوْ تَرَكَتْ زَمْزَمَ أَوْ قَالَ لَوْ لَمْ تَغْرِفْ مِنْ الْمَاءِ لَكَانَتْ زَمْزَمُ عَيْنًا مَعِينًا
“Semoga Allah merahmati Ummu Ismail. Seandainya ia membiarkan air Zam-zam tersebut, atau ia tidak menciduknya, niscaya air Zam-Zam akan menjadi mata air yang tak terbendung.” (HR. Al-Bukhari: Kitab Ahadits Al-Anbiya’ Bab Yaziffun An-Nasalanu fil Masyi no. 3364)
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaaha Illallahu, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil hamdu….
Jamaah Shalat dan Khutbah Idul Adha rahimakumullah,
Setelah bayinya hampir saja mati kehausan dan kepanasan. Setelah ia bersusah payah, lari dari Shafa ke Marwa sebanyak tujuh kali. Setelah ia mengerahkan segenap tenaga, pikiran, dan usaha manusiawi untuk mendapatkan air minum dan makanan. Setelah ia berusaha sesuai batas kemampuan maksimalnya. Pada akhirnya, Allah ‘azza wajalla memberikan pertolongan-Nya kepada Hajar dan Ismail. Sungguh, pertolongan dari langit akan datang kepada orang yang beriman, setelah ia berikhtiar secara maksimal dan bertawakal kepada Allah.
Lalu malaikat JIbril pun memberikan kabar gembira kepada Hajar.
فَقَالَ لَهَا الْمَلَكُ لَا تَخَافُوا الضَّيْعَةَ فَإِنَّ هَا هُنَا بَيْتَ اللَّهِ يَبْنِي هَذَا الْغُلَامُ وَأَبُوهُ وَإِنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَهْلَهُ
Malaikat Jibril berkata kepada Hajar, “Janganlah engkau khawatir akan penghidupan kalian. Sesungguhnya kelak di tempat ini akan dibangun rumah Allah, yaitu Kakbah dalam Masjidil Haram, yang akan dibangun oleh bayimu ini dan bapaknya. Sesungguhnya Allah tidak akan menelantarkan hamba-hamba pilihan-Nya.” (HR. Al-Bukhari: Kitab Ahadits Al-Anbiya’ Bab Yaziffun An-Nasalanu fil Masyi no. 3364)
Jamaah Shalat dan Khutbah Idul Adha rahimakumullah,
Sungguh keimanan dan ketundukan Hajar kepada syariat Allah sangat luar biasa. Ia semula hanyalah seorang budak perempuan, yang dihadiahkan oleh raja kafir Mesir kepada Sarah. Sarah yang sampai usia tuanya belum juga hamil lantas memerdekakan Hajar dan mendorong suaminya, Ibrahim, untuk menikahinya. Dari pernikahan itu Hajar hamil dan melahirkan bayi laki-laki yaitu Ismail.
Jarak waktu antara Hajar dihadiahkan oleh raja Mesir dan Hajar melahirkan Ismail mungkin hanya satu atau dua tahun saja. Namun ia telah berhasil meraih tingkat keimanan, kepasrahan, ketundukan, dan ketaatan kepada syariat Allah yang demikian tingginya.
Sampai-sampai jejak susah payahnya di lembah Bakkah diabadikan dalam rangkaian ibadah haji dan umrah, yang dilaksanakan oleh milyaran kaum muslimin sejak zaman Nabi Ibrahim ‘alaihissalam sampai zaman Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan sampai zaman Imam Al-Mahdi dan Isa bin Maryam sebelum terjadinya hari kiamat kelak.
Hajar telah mengajarkan kepada kita semua puncak keteladanan dalam masalah mengimani, menerima, dan mengamalkan sepenuh hati perintah-perintah Allah dan Rasul-Nya. Hajar telah mengajarkan kepada kita hakekat dien Islam, yaitu ketundukan dan kepasarahan total hamba kepada syariat Allah ‘azza wajalla.
Saudaraku, Jamaah Shalat dan Khutbah Idul Adha rahimakumullah,
Kita layak bertanya kepada diri kita masing-masing, kenapa kita yang lahir dari bapak-ibu yang muslim, hidup dalam lingkungan berpenduduk mayoritas muslim, dan bertahun-tahun mengkaji Islam…namun tingkat keimanan, ketundukan, kepasrahan, dan penerimaan kita terhadap syariat Allah ‘azza wajalla masih sangat lemah?
Betapa sering kita lebih tunduk patuh kepada bisikan setan, godaan hawa nafsu, godaan kenikmatan duniawi, atau ancaman orang-orang kafir dan munafik yang menghalang-halangi kita dari tunduk sepenuhnya kepada syariat Allah.
Padahal, kisah nyata Ibrahim, Hajar, dan Ismail telah membuktikan bahwa ketundukan sepenuhnya kepada syariat Allah akan mendatangkan keberkahan yang luar biasa besar, di dunia maupun akhirat.
Ketundukan sepenuhnya kepada syariat Allah mengantarkan Ibrahim, Hajar, dan Ismail kepada kehidupan yang aman, makmur, sentausa, dan bahagia di dunia maupun akhirat. Ketundukan sepenuhnya kepada syariat Allah mengabadikan keteladanan mereka bagi seluruh kaum beriman di muka bumi.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaaha Illallahu, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil hamdu….
Saudaraku, Jamaah Shalat dan Khutbah Idul Adha rahimakumullah,
Semoga kita bisa meneladani keimanan, ketundukan, kepasrahan, dan ketaatan Nabiyullah Ibrahim, Ismail, dan ibundanya Hajar terhadap syariat Allah.
Demikian sedikit uraian tentang beberapa pelajaran yang bisa kita petik dari ibadah haji, shaum Arafah, shalat Idul Adha, dan Udhiyah atau penyembelihan hewan ternak. Jika ada kebenaran dan kebaikan dalam uraian ini, maka hal itu dari Allah semata. Jika ada kekurangan dan kesalahan dalam uraian ini, maka hal itu dari setan dan dari diri pribadi kami, semoga Allah memaafkannya.
Marilah kita akhiri khutbah pada pagi hari ini dengan menghadapkan hati kita kepada Allah, seraya memanjatkan doa kepada-Nya.
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، فِي العَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنْ خُلَفَائِهِ الرَّاشِدِينَ، وَعَنْ أَزْوَاجِهِ أُمَّهَاتِ المُؤْمِنِينَ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِينَ، وَعَنِ المُؤْمِنِينَ وَالمُؤْمِنَاتِ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِلمُؤْمِنِينَ وَالمُؤْمِنَاتِ، وَالمُسْلِمِينَ وَالمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيعٌ قَرِيبٌ مُجِيبُ الدَّعَوَاتِ.
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
رَبَّنَا إِنَّنَا آمَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
رَبَّنَا إِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُنَادِي لِلْإِيمَانِ أَنْ آمِنُوا بِرَبِّكُمْ فَآمَنَّا رَبَّنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَكَفِّرْ عَنَّا سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ الْأَبْرَارِ
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ
رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَيْءٍ رَحْمَةً وَعِلْمًا فَاغْفِرْ لِلَّذِينَ تَابُوا وَاتَّبَعُوا سَبِيلَكَ وَقِهِمْ عَذَابَ الْجَحِيمِ
رَبَّنَا وَأَدْخِلْهُمْ جَنَّاتِ عَدْنٍ الَّتِي وَعَدْتَهُمْ وَمَنْ صَلَحَ مِنْ آبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
اللَّهُمَّ اجْعَلْ جَمْعَنَا هَذَا جَمْعًا مَرْحُومًا، وَاجْعَلْ تَفَرُّقَنَا مِنْ بَعْدِهِ تَفَرُّقًا مَعْصُومًا، وَلا تَدَعْ فِينَا وَلا مَعَنَا شَقِيًّا وَلا مَحْرُومًا.
اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلامَ وَالمُسْلِمِينَ، وَوَحِّدِ اللَّهُمَّ صُفُوفَهُمْ، وَأَجْمِعْ كَلِمَتَهُمْ عَلَى الحَقِّ، وَاكْسِرْ شَوْكَةَ الظَّالِمِينَ، وَاكْتُبِ السَّلاَمَ وَالأَمْنَ لِعِبادِكَ أَجْمَعِينَ.
اللَّهُمَّ انْصُرِ اْلمُجَاهِدِينَ فِي سَبِيلِكَ فِي كُلِّ مَكَانٍ وَزَمَانٍ.
اللَّهُمَّ وَحِّدْ صُفُوفَهُمْ وَثَبِّتْ أَقْدَامَهُمْ وَسَدِّدْ رَمْيَهُمْ وَانْصُرْهُمْ عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ وَاْلمُشْرِكِينَ وَاْلمُرْتَدِينَ وَاْلمُنَافِقِينَ وَاْلمُجْرِمِينَ وَاْلخَائِنِينَ.
اللَّهُمَّ يَا حَيُّ يَا قَيُّومُ يَا ذَا الجَلالِ وَالإِكْرَامِ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ سُبْحَانَكَ بِكَ نَستَجِيرُ، وَبِرَحْمَتِكَ نَسْتَغِيثُ وَلاَ تَكِلْنَا إِلَى أَنْفُسِنَا طَرْفَةَ عَيْنٍ، وَأَصْلِحْ لَنَا شَأْنَنَا كُلَّهُ يَا مُصْلِحَ شَأْنِ الصَّالِحِينَ.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Saya membutuhkan teks ini bagus sekali