Artikel yang berjudul “Membayar Zakat Fithri Di Awal Ramadhan, Bolehkah?” ini adalah artikel ke-8 dari serial artikel #MadrasahRamadhan
Kewajiban pada bulan Ramadhan tidak hanya puasa. Kewajiban lain yang harus ditunaikan umat Islam di bulan Ramadhan adalah membayar zakat Fithri—atau dikenal luas oleh masyarakat Indonesia dengan istilah zakat Fitrah.
Membayar zakat Fithri dilakukan dengan mengeluarkan makanan pokok dalam jumlah tertentu untuk diberikan kepada mereka yang membutuhkan.
Kewajiban membayar zakat Fithri ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu:
فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ وَالذَّكَرِ وَالْأُنْثَى وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنْ الْمُسْلِمِينَ وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلَاةِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mewajibkan untuk membayar zakat Fithri berupa satu sha’ dari kurma atau satu sha’ dari gandum atas sahaya, orang merdeka, wanita, anak kecil, dan orang dewasa dari kaum muslimin dan memerintahkan mereka untuk menunaikannya sebelum orang-orang keluar untuk shalat (ied).” (HR. Al-Bukhari)
Hikmah dari hukum wajib zakat Fithri adalah untuk mencukupi kebutuhan orang-orang fakir dan miskin dari kaum muslimin pada saat hari raya Idul Fitri. Agar mereka tidak meminta-minta untuk mencukupi kebutuhan dan menggembirakan hati mereka.
Artikel Adab: Belajar Mengendalikan Amarah di Madrasah Ramadhan
Sedangkan hikmah bagi subjek pelaku yang membayar zakat Fithri, maka salah satu pilar syariat Islam ini adalah bentuk pembersihan dan penyucian diri dari perbuatan atau perkataan kotor dan sia-sia yang tidak sengaja dilakukan selama bulan Ramadhan. (Shahih Fiqh as-Sunnah, Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim, 2/79)
Kewajiban membayar zakat Fithri berlaku atas setiap muslim yang telah baligh, berakal dan memiliki kelebihan makanan bagi dirinya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya dari kaum muslimin. (Al-Iqna’, Muhammad bin Ahmad al-Khatib asy-Syarbini, 1/479)
Adapun bentuk yang dikeluarkan adalah makanan pokok. Jika merujuk pada hadits-hadits Nabi tentang fikih zakat Fithri, maka akan didapati bahwa Nabi memerintahkan untuk mengeluarkan zakat Fithri dari jenis makanan yang umum dimakan penduduk setempat, seperti kurma, gandum, dan semisalnya.
Maka untuk kita di Indonesia secara umum, kewajiban membayar zakat Fithri dapat diwujudkan dalam bentuk beras yang menjadi makanan pokok di negeri ini. Jika pada suatu negeri terdapat lebih dari satu jenis makanan pokok, maka ia bisa memilih di antara makanan pokok yang ada. (Minhaj ath-Thalibin, Yahya bin Syaraf an-Nawawi, 184)
Kadar Ukuran Zakat Fithri
Dalam hadits-hadits Nabi tentang zakat Fithri, satuan ukuran yang digunakan adalah satu sha’ untuk kurma atau gandum. Tentu hal ini berbeda dengan satuan ukuran yang digunakan kaum muslimin dewasa ini.
Maka perlu mengonversikannya dalam bentuk satuan timbangan yang digunakan hari ini. Namun demikian, para ulama berbeda pendapat dalam menentukan ukuran satu sha’ tersebut. Dan perbedaan pendapat ini menghasilkan kesimpulan yang juga berbeda-beda.
Materi Khutbah Jumat: Merindukan Bulan Ramadhan
Menurut mazhab Hanafi, satu sha’ sama dengan 1/3 rithl Iraq yang setara dengan 3,8 kg. Sedangkan menurut jumhur ulama, konversi satu sha’ sama dengan 2,7 kg, namun juga ada yang berpendapat bahwa satu sha’ setara denga 2,1 kg. (Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, Wahbah az-Zuhaili, 3/353-354)
Adapun kebanyakan takaran yang digunakan di Indonesia, menurut baznas, sebanyak 2,5 kg atau 3,5 liter. Melihat adanya perbedaan pendapat tersebut, maka ukuran ini pun sudah masuk dalam kategori satu sha’.
Waktu Mengeluarkan Zakat Fithri
Menurut jumhur ulama, kewajiban membayar zakat Fithri jatuh pada malam Idul Fitri, yaitu ketika hilal bulan Syawal sudah terlihat. Hal ini disandarkan dengan arti fithri itu sendiri, yakni berbuka. (Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, Wahbah az-Zuhaili, 3/350)
Jika merujuk pada hadits Ibnu Umar yang telah disebutkan di atas, bahwa batas akhir untuk mengeluarkan zakat Fithri adalah sebelum shalat Idul Fitri didirikan. Hal ini juga diperkuat dengan riwayat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma,
فَرَضَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ، وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ، مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ، فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ، وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ، فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mewajibkan zakat Fithri sebagai penyucian bagi orang yang berpuasa dari perkataan sia-sia dan ucapan keji, dan sebagai sarana memberi makan orang miskin. Barang siapa yang menunaikannya sebelum shalat—Idul Fithri—maka ia adalah zakat yang diterima, dan barang siapa yang menunaikannya setelah shalat—Idul Fithri, maka ia (dianggap) sedekah sunnah biasa.” (HR. Abu Daud)
Artikel Ilmu & Dakwah: Virus Corona Menyebar, Adakah Hadits Doa Terhindar dari Wabah Penyakit?
Para ulama berpendapat bahwa pembayaran zakat Fithri sebelum dilaksanakan shalat Idul Fithri hanya bersifat anjuran. Karena tujuan dari zakat Fithri adalah untuk mencukupkan kebutuhan pangan fakir dan miskin. Dan jika itu baru ditunaikan sesaat sebelum pelaksanaan shalat Idul Fithri, maka dikhawatirkan tidak maksimal dalam pendistribusiannya. (Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, Wahbah az-Zuhaili, 3/354-355)
Waktu pembayaran zakat Fithri juga dibolehkan beberapa hari sebelumnya. Hal ini berdasarkan hadits Ibnu Umar radhiyallau ‘anhuma dari Nafi’:
أَمَرَنَا رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم بِزَكَاةِ الْفِطْرِ أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاَةِ، قَالَ: فَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يُؤَدِّيهَا قَبْلَ ذَلِكَ بِالْيَوْمِ وَالْيَوْمَيْ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk menunaikan zakat Fithri sebelum shalat Idul Fithri didirikan,” Nafi’ berkata, “Ibnu Umar mengeluarkan zakat Fithri satu hari atau dua hari sebelum itu.” (HR. Abu Daud)
Namun dalam mazhab Syafi’i pembayaran zakat Fithri boleh dilakukan bahkan sejak awal Ramadhan. Hal tersebut dikarenakan oleh dua sebab; puasa Ramadhan dan berbuka darinya. (Al-Mu’tamad fi Fiqhi asy-Syafi’i, Muhammad az-Zuhaili, 2/101)
Imam asy-Syirazi menjelaskan bahwa zakat Fithri boleh dikeluarkan sejak awal Ramadhan. Karena kewajiban membayar zakat Fithri disebabkan oleh dua hal; puasa Ramadhan dan berbuka dari puasa.
Maka diperbolehkan mendahulukannya (ditunaikan awal Ramadhan) jika didapati salah satu dari dua sebab ini. Akan tetapi pembayaran zakat Fithri tidak diboleh dilakukan sebelum masuknya bulan Ramadhan karena dua sebab tersebut belum terpenuhi. (Al-Muhadzab fi Fiqh al-Imam asy-Syafi’i, Abu Ishaq asy-Syirazi, 1/165)
Artikel Adab: Doa Rasulullah ketika Hujan Deras – Teks Arab Latin dan Terjemah
Kesimpulan: Ada 4 Waktu untuk Membayar Zakat Fithri
Dari keterangan para ulama yang telah dipaparkan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa waktu membayar zakat Fithri itu terbagi menjadi empat keadaan sebagai berikut.
Pertama, waktu wajib.
Yaitu akhir bulan Ramadhan dan saat telah masuk malam satu Syawal. Ini adalah waktu kewajiban zakat Fithri ditunaikan.
Kedua, waktu sunnah atau dianjurkan.
Yaitu waktu sebelum shalat Idul Fithri didirikan, hal ini berdasarkan riwayat-riwayat yang telah disebutkan di atas.
Ketiga, waktu mubah.
Yaitu sejak awal bulan Ramadhan sebagaimana pendapat dalam mazhab Syafi’i. Maka tidak sah pembayaran zakat Fithri kecuali telah memasuki bulan Ramadhan.
Keempat, waktu haram.
Yaitu mengakhirkannya setelah shalat Idul Fithri didirikan. Sebagaimana yang dijelaskan oleh hadits Ibnu Abbas. Wallahu a’lam (Fajar Jaganegara/dakwah.id)
Artike Fikih terbaru: