Wajib memisahkan pemakaman muslim dari kuburan non-muslim. Sebab, secara hukum fikih, tidak boleh menguburkan jenazah muslim di pemakaman non-muslim. Demikian pula sebaliknya, tidak boleh menguburkan jenazah non-muslim di pemakaman muslim. (Raddul Mukhtar, 2/201; Al-Mudawwanah, 1/187; Mawahibul Jalil, 2/254; Al-Muhadzdzab wal Jumu’,5/142; Asnal Mathalib, 1/333; Al-Furu’, 2/285; Kasyaful Qina’, 2/142; Al-Muhalla, 5/142)
Sebab, pemakaman non-muslim adalah tempat azab dan pembalasan, sehingga jenazah muslim tidak boleh dikuburkan di pemakaman non-muslim karena itu membawa keburukan bagi jenazah tersebut.
Sedangkan pemakaman muslimin adalah tempat yang senantiasa diliputi rahmat Allah ‘azza wajalla, maka tidak layak jika di sana ada kuburan yang terdapat azab di dalamnya sehingga berdampak buruk bagi jenazah muslim yang dikuburkan di sana. (Ahkamu Ahlidz Dzimmah, Ibnul Qayyim, 2/158)
Baca juga: Jenazah korban Bunuh Diri Dishalati atau Enggak?
Kesimpulan hukum ini diambil dari dalil hadits Basyir bin al-Khashashiyah, ia berkata,
كُنْتُ أَمْشِي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – فَمَرَّ عَلَى قُبُورِ الْمُسْلِمِينَ، فَقَالَ: لَقَدْ سَبَقَ هَؤُلَاءِ شَرًّا كَثِيرًا، ثُمَّ مَرَّ عَلَى قُبُورِ الْمُشْرِكِينَ فَقَالَ: لَقَدْ سَبَقَ هَؤُلَاءِ خَيْرًا كَثِيرًا
“Aku berjalan bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu melewati pemakaman muslim. Beliau bersabda, ‘Sungguh mereka telah mendahului mendapatkan keburukan yang banyak’. Kemudian beliau melewati pemakaman orang-orang musyrik. Beliau bersabda, ‘Sungguh mereka telah mendahului mendapatkan kebaikan yang banyak’.” (HR. Abu Daud no. 2811)
Ibnu Hazm mengatakan, “Hadits ini membenarkan adanya pemisahan kuburan muslim dari kuburan orang musyrik.”
Baca juga: Syahadat Orang Kafir di Akhir Hayat, Apakah Sah Secara Syariat?
Beliau menambahkan, “Sikap yang dipraktikkan umat Islam sejak masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah tidak menguburkan jenazah muslim satu area dengan jenazah musyrik.” (Al-Muhalla, 5/142,143)
Di era pemerintahan khalifah Umar bin Khattab, para ahlu dzimmah pernah menulis surat kepada Khalifah yang isinya permintaan untuk memisahkan kuburan jenazah kalangan mereka dari kuburan-kuburan umat Islam. (Ahkamu Ahlidz Dzimmah, Ibnul Qayyim, 2/158)
Persoalan wajibnya memisahkan tempat pemakaman muslim dengan pemakaman non-muslim ini dipertegas lagi oleh Syaikh Ibnu Taimiyah rahimahullah. Beliau menyatakan, “Kuburan-kuburan ahlu dzimmah ini harus dipisahkan dari kuburan orang Islam dengan tanda pemisah yang jelas. Sehingga tidak tampak tercampur. Kuburan mereka pun tak boleh menyerupai kuburan umat Islam. Ini mempertegas pembedaan antara keduanya saat mereka masih hidup, yakni dengan adanya tanda khusus pada pakaian para ahlu dzimmah. Sebab, kuburan orang Islam itu di dalamnya terdapat rahmat, sedangkan kuburan non-muslim itu di dalamnya ada azab. Maka, hendaknya menjauhkan lokasi kuburan non-muslim dari kuburan muslim. Semakin jauh, semakin baik. ‘” (Al-Ikhtiyarat al-Fiqhiyah, 94)
Baca juga: Hukum Menggunakan Wifi Orang Lain Tanpa Izin
Dari penjelasan di atas, tampak jelas bahwa wajib untuk memisahkan pemakaman muslim dengan pemakaman non-muslim. Kuburan non-muslim tidak boleh menyerupai kuburan muslim. Kuburan non-muslim harus dijauhkan dari kuburan muslim. Bahkan, kuburan ahlul bid’ah juga perlu dipisahkan dari kuburan ahlu sunnah. (Ahkamul Maqabir fi asy-Syari’ah al-Islamiyah, Abdullah bin Umar bin Muhammad as-Suhaibani, 511)
Meskipun sudah mulai tampak kesadaran di tengah masyarakat muslim Indonesia akan pentingnya persoalan memisahkan pemakaman muslim ini, namun dakwah dan sosialisasi terkait pemisahan pemakaman muslim dan pemakaman non-muslim ini harus terus diperluas. [Majalah FIkih Islam Hujjah/dakwah.id]