Daftar Isi
Pada serial ngaji fikih sebelumnya, telah dibahas tentang Syariat Mandi Dalam Islam. Kali ini, serial Ngaji Fikih akan membahas tentang tata cara mandi wajib menurut mazhab Syafii yang disarikan dari kitab Al-Mu’tamad fi Al-Fiqhi Asy-Syafi’i karya DR. Muhammad Az-Zuhaili.
Mandi wajib merupakan bagian dari syariat Islam yang harus dilakukan oleh seorang muslim setelah ia mengalami haid, nifas, junub, mati, dan masuk Islam.
Tata cara mandi wajib tentu tidak sama dengan tata cara mandi seperti yang biasa dipraktikkan sehari-hari oleh masyarakat pada umumnya. Ada tata cara tersendiri dalam melaksanakan mandi wajib.
Rukun Mandi Wajib
Rukun mandi, atau disebut juga dengan fardhu mandi, menurut mazhab Syafii, yang tidak boleh ditinggalkan ada dua, yaitu niat dan mengguyur seluruh anggota tubuh. Tidak sah mandi wajibnya seseorang jika meninggalkan salah satu dari dua hal ini.
Rukun Mandi yang Pertama: Niat
Rukun mandi yang pertama dalam tata cara mandi wajib menurut mazhab Syafii adalah niat.
Niat mandi tempatnya di dalam hati, adapun melafalkannya maka lebih utama. Niat dilakukan ketika seseorang pertama kali mengguyur tubuhnya.
Orang yang junub berniat mandi untuk menghilangkan janabahnya; orang yang haid berniat mandi untuk menghilangkan hadats haidnya; orang yang nifas berniat untuk menghilangkan hadats nifasnya; atau berniat untuk menghilangkan hadats secara mutlak, akan lebih kuat jika berniat untuk menghilangkan hadats besar.
Boleh juga berniat mandi untuk membolehkan dirinya melakukan shalat; atau berniat mandi untuk melakukan amalan-amalan yang hanya boleh dilakukan bagi orang yang suci dari hadats; atau berniat untuk mandi yang diwajibkan saja.
Ngaji Fikih #15: Membasuh Anggota Wudhu & Mengusap Kepala
Satu kali mandi wajib dapat digunakan untuk dua atau lebih hadats besar sekaligus. Contohnya, seseorang yang junub kemudian haid; atau orang yang junub, haid, kemudian dia mati. Dalam peristiwa seperti ini satu mandi wajib sudah cukup.
Rukun Mandi yang Kedua: Mengguyur Seluruh Tubuh
Rukun mandi yang kedua dalam tata cara mandi wajib menurut mazhab Syafii adalah mengguyur seluruh tubuh.
Saat mandi wajib seseorang harus mengguyurkan air pada seluruh tubuhnya. Bahkan dirinya harus memastikan basahnya setiap anggota tubuhnya, baik di sela-sela tubuh, lipatan-lipatannya, atau di bagian bawah kuku.
Apabila kuku yang panjang menghalangi masuknya air maka ia wajib memotong kukunya.
Jubair bin Muth’im meriwayatkan, Rasulullah bersabda,
أَمَّا أَنَا فَيَكْفِيْنِي أَنْ أَصُبُّ عَلَى رَأْسِي ثَلاَثًا، ثُمَّ أُفِيْضُ بَعْدَ ذَلِكَ عَلَى سَائِرِ جَسَدِيْ
“Aku menyiram kepalaku sebanyak tiga kali.” Beliau memberi isyarat dengan kedua telapak tangannya. (HR. Al-Bukhari No. 246)
Jika ada benda najis yang menempel pada tubuhnya maka harus ia hilangkan terlebih dahulu sebelum mandi. Menghilangkan najis ini bukan fardhu atau rukun mandi, namun syarat sebelum melakukan wudhu atau mandi.
Sunah-Sunah dan Tata Cara Mandi Wajib
Terkait dengan tata cara mandi wajib, bilamana seseorang melakukan sunah-sunah ini beserta dengan fardhu-fardhunya maka dia akan meraih kesempurnaan dalam melaksanakan mandi wajib. Berikut ini adalah sunah-sunah berikut tata cara mandi wajib:
Membaca basmalah
Menyebut asma Allah boleh dengan lafal bismillah saja, atau di tambah dengan lafal ar-rahman ar-rahim. Rasulullah senantiasa menyebut asma Allah sebelum memulai aktivitasnya.
Ucapan basmalah dalam keadaan ini bukan termasuk bagian dari ayat al-Quran, melainkan sebatas menyebut asma Allah saja.
Mencuci kedua tangan
Mencuci kedua tangan sebanyak tiga kali sebelum mencuci bagian-bagian tubuh kotor yang lain seperti bagian farji atau yang lainnya.
Aisyah meriwayatkan,
“Dahulu apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mandi hadats karena junub, maka beliau memulainya dengan membasuh kedua tangan. Beliau menuangkan air dengan tangan kanan ke atas tangan kiri.” (HR. Muslim No. 474)
Wudhu
Wudhu biasa seperti wudhu untuk melaksanakan shalat. Dengan tetap melakukan fardhu dan sunah-sunahnya.
Boleh dilakukan di akhir atau tengah-tengah mandi, namun yang lebih utama adalah mendahulukannya. Dalam sebuah pendapat Mazhab Syafii; boleh mencuci kedua kaki (dalam rangkaian) wudhu.
Aisyah melanjutkan,
“Kemudian membasuh kemaluan dan berwudhu dengan wudhu untuk shalat.” (HR. Muslim No. 474)
Mencuci kepala
Mencuci kepala sebanyak tiga kali, yaitu dengan mengguyur, memijat-mijat, dan memastikan air membasahi seluruh bagian kepala.
Mencuci seluruh badan
Mencuci seluruh badan dan membersihkannya.
Aisyah meriwayatkan,
“beliau memulainya dengan mencuci kedua telapak tangannya, kemudian berwudlu sebagaimana wudlu untuk shalat, kemudian memasukkan jari-jarinya ke dalam air lalu menggosokkannya ke kulit kepalanya, kemudian menyiramkan air ke atas kepalanya dengan cidukan kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali, kemudian beliau mengalirkan air ke seluruh kulitnya.” (HR. Al-Bukhari No.240)
Disunahkan agar memulainya dari bagian yang kanan terlebih dahulu dan mengurutkannya sebagaimana urutan ketika berwudhu.
Ngaji Fikih #13: Mencuci Dua Telapak Tangan Sebelum Wudhu
Menggosok dan berkesinambungan
Disunahkan menggosok seluruh anggota tubuh agar semakin bersih, kemudian memastikan bahwa air telah membasahi seluruh anggota badan. Demikianlah pendapat yang lebih berhati-hati dan keluar dari khilaf para ulama.
Menyela-nyela lipatan
Menyela-nyela lipatan tubuh termasuk hal yang disunahkan: lipatan-lipatan leher, perut, ketiak, selangkang, dan lain sebagainya. Tujuannya masih sama, agar air membasahi seluruh anggota badan dan supaya semakin bersih.
Mencuci sebanyak tiga kali
Mengguyurkan air ke seluruh tubuh dan mencucinya sebanyak tiga kali. Mencuci sebanyak tiga kali merupakan sunah wudhu, tentu juga disunahkan dalam mandi.
Seseorang yang menjeburkan diri ke dalam sungai yang mengalir, sudah dianggap mencuci sebanyak tiga kali. Sedangkan pada air yang menggenang, ia disunahkan untuk mengulanginya sebanyak tiga kali.
Jumlah air tidak kurang dari satu sha’
Disunahkan hanya menghabiskan air sebanyak satu sha’. Sebab, Nabi mandi dengan satu sha’ air dan berwudhu dengan satu mud air. Sekalipun lebih dari itu tidak menjadi masalah, tergantung dengan kebutuhan masing-masing.
Melakukan apa yang disunahkan dalam wudhu
Disunahkan melakukan apa yang disunahkan dalam wudhu: menghadap kiblat, memulai dari yang kanan, tidak boros air, membaca doa setelahnya, dan lain sebagainya.
Melakukan tata cara kebiasaan kaum wanita
Pada prinsipnya, mandi wajib bagi wanita yang junub, haid, dan nifas itu tidak ada bedanya. Sama dengan mandi yang dilakukan oleh kaum laki-laki. Di samping itu, wanita yang memiliki ikatan rambut jika hal itu tidak menghalanginya dari air maka boleh tidak melepasnya saat mengguyurkan air pada tubuh. Walaupun demikian, melepasnya akan lebih utama.
Ummu Salamah pernah bertanya kepada Rasulullah,
“Saya berkata, wahai Rasulullah, aku seorang wanita yang mengepang rambut kepalaku, lalu aku membukanya untuk mandi junub.
Ngaji Fikih #4: Seputar Hukum Niat
Beliau bersabda, ‘Jangan (kamu buka), cukuplah kamu menumpahkan air pada kepalamu tiga kali, kemudian kamu mencurahkan air padamu, maka kamu telah suci.’” (HR. Muslim No. 497)
Demikian ini jika memang air dapat membasahi rambut tanpa mengurai ikatan, namun jika tujuannya ini tidak tercapai kecuali dengan melepasnya maka wajib melepas ikatan tersebut.
Wanita yang madi wajib karena haid atau nifas, hendaknya dia mengambil kapas dan membasahinya dengan air atau dengan wewangian. Selanjutnya, ia menggunakannya untuk membersihkan bagian-bagian farji yang mengeluarkan darah. Tujuannya untuk membersihkannya dan menghilangkan aroma yang tidak sedap.
Wanita yang masih gadis tidak wajib memasukkan kapas ke dalam farjinya untuk membersihkan haid. Cukup di bagian-bagian yang terjangkau saja. Namun, bagi wanita janda (yang pernah melakukan persetubuhan), ia harus memasukkan kapas ke dalam farji untuk memastikan tidak ada najis yang tersisa.
3 Hal yang Makruh Dilakukan Ketika Mandi Wajib
Untuk melengkapi pembahasan tata cara mandi wajib menurut mazhab Syafii, perlu juga diperhatikan hal-hal yang makruh dilakukan ketika mandi wajib.
Pertama: Boros air
Boros dalam menggunakan air hukumnya makruh, baik saat berwudhu maupun mandi. Seperti yang telah disebutkan di atas,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membasuh, atau mandi dengan satu sha’ hingga lima mud, dan berwudlu dengan satu mud.” (HR. Al-Bukhari No. 194)
Kedua: Mandi menggunakan air tergenang
Makruh hukumnya mandi dengan air yang tergenang. Sekalipun jumlah airnya banyak.
Abu Hurairah meriwayatkan, Rasulullah bersabda,
لاَ يَغْتَسِلُ أَحَدُكُمْ فِي المَاءِ الرَّاكِدِ وَهُوَ جُنُبٌ
“Janganlah salah seorang dari kalian mandi junub pada air yang diam (menggenang).” (HR. An-Nasai No. 393)
Ketiga: Melakukan makruh wudhu
Kemudian makruh mandi yang terakhir adalah melakukan hal-hal yang dimakruhkan dalam berwudhu. Sesungguhnya, hal-hal tersebut juga termasuk yang dimakruhkan dalam mandi.
Demikian pembahasan tata cara mandi wajib menurut mazhab Syafii yang disarikan dari kitab Al-Mu’tamad fi Al-Fiqhi Asy-Syafi’i. Semoga artikel ini mencerahkan para pembaca sehingga tidak keliru lagi dalam mempraktikkan mandi wajib. Wallahu a’lam (Arif Hidayat/dakwah.id)
Baca juga artikel Serial Ngaji Fikih atau artikel menarik lainnya karya Arif Hidayat.
Penulis: Arif Hidayat
Editor: Ahmad Robith
Serial Ngaji Fikih sebelumnya:
Ngaji Fikih #22: Syariat Mandi Dalam Islam