Daftar Isi
Pada serial sebelumnya, dakwah.id telah mengupas Akibat Menunda Qadha’ Shalat Tanpa Uzur. Kali ini, pembahasan serial Ngaji Fikih selanjutnya adalah Waktu-waktu Terlarang Mendirikan Shalat.
Untuk membaca serial Ngaji Fikih secara lengkap, silakan klik tautan berikut:
Islam telah menetapkan waktu-waktu terlarang mendirikan shalat, waktu tahrim. Penting bagi setiap muslim mengetahui waktu-waktu tersebut.
Satu sisi Islam perintahkan umatnya untuk banyak mendirikan shalat, di sisi lain Islam juga mengarahkan umat untuk tidak mendirikan shalat pada waktu-waktu terlarang ini. Larangan ini tidak berlaku pada semua jenis shalat, hanya berlaku pada jenis shalat-shalat tertentu.
Sebagian ulama menyebut hukum mendirikan shalat pada waktu-waktu terlarang dengan kata haram. Artinya, seseorang haram mendirikan shalat pada waktu tersebut.
Sebagian ulama lain menyebutnya dengan kata makruh. Hukumnya makruh bagi orang yang mendirikan shalat pada waktu terlarang tersebut. Sekalipun ada juga yang merinci, bahwa makruh yang dimaksud adalah makruh tahrim, makruh yang bermakna haram.
Mazhab Syafii menyebutkan ada lima waktu terlarang mendirikan shalat.
- Ketika matahari terbit hingga matahari naik setinggi tombak.
- Ketika matahari benar-benar berada di tengah langit hingga sedikit bergeser, kecuali pada hari Jumat.
- Ketika langit berwarna kuning tanda matahari akan tenggelam, hingga benar-benar tenggelam.
- Setelah shalat Subuh hingga matahari terbit.
- Setelah shalat Asar hingga matahari terbenam.
Berikut ini penjelasannya:
Waktu Terlarang Mendirikan Shalat
Pertama: Ketika Matahari Terbit Hingga Setinggi Tombak
Dilarang mendirikan shalat pada waktu matahari terbit hingga matahari tersebut naik setinggi tombak. Seseorang cukup mengira sepanjang apa tombak itu.
Dalam kitab al-Bayan wa at-Ta’rif, posisi matahari setinggi tombak dapat diperkirakan setara dengan 4o (empat derajat) falakiyah, kurang lebih membutuhkan waktu sekitar 4 menit setelah matahari terbit.
Dalam perhitungan ini terdapat perbedaan pendapat, ada yang menyebutkan bahwa 10 sampai 15 menit setelah matahari terbit adalah tinggi matahari setinggi tombak.
Kedua: Ketika Matahari di Tengah Langit Hingga Sedikit Bergeser
Ketika matahari benar-benar berada di tengah langit hingga sedikit bergeser, kecuali pada hari Jumat.
Posisi matahari ketika tepat berada di tengah langit disebut dengan istiwa’. Sekiranya orang menancapkan benda di atas tanah, di bawah terik matahari, maka tidak ada bayang-bayang pada benda tersebut. Karena posisi matahari tepat berada di tengah-tengah.
Waktu istiwa’ terjadi tidak begitu lama. Namun umat Islam harus tetap teliti. Karena dilarang mendirikan shalat ketika posisi istiwa’ hingga matahari sedikit bergeser atau turun. Yaitu bergeser atau turun dari posisi istiwa’.
Kecuali pada hari Jumat, maka boleh mendirikan shalat ketika matahari berada di posisi istiwa’.
Adanya pengkhususan hari Jumat ini karena Rasulullah menganjurkan umatnya untuk lebih awal datang menghadiri shalat Jumat, kemudian shalat memperbanyak shalat sunah hingga khatib naik mimbar tanpa dibatasi bilangan rakaat tertentu.
Hukum ini berlaku bagi orang yang hendak mendatangi shalat Jumat ataupun yang tidak hendak mendatangi shalat Jumat.
Misalnya, para wanita yang mendirikan shalat di dalam rumah, sekalipun matahari berada di posisi istiwa’ mereka boleh mendirikan shalat ketika itu.
Ketiga: Ketika Langit Berwarna Kuning, Hingga Matahari Tenggelam
Haram mendirikan shalat ketika langit berwarna kuning tanda bahwa matahari akan tenggelam, hingga matahari benar-benar tenggelam.
Ini adalah tanda shalat Asar akan habis dan sebentar lagi akan masuk waktu shalat Maghrib.
Dalil waktu terlarang mendirikan shalat pada tiga waktu di atas adalah sebuah hadits yang dibawakan oleh ‘Uqbah bin Amir radhiyallahu ‘anhu.
ثَلَاثُ سَاعَاتٍ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْهَانَا أَنْ نُصَلِّيَ فِيهِنَّ أَوْ أَنْ نَقْبُرَ فِيهِنَّ مَوْتَانَا: حِينَ تَطْلُعُ الشَّمْسُ بَازِغَةً حَتَّى تَرْتَفِعَ وَحِينَ يَقُومُ قَائِمُ الظَّهِيرَةِ حَتَّى تَمِيلَ الشَّمْسُ وَحِينَ تَضَيَّفُ الشَّمْسُ لِلْغُرُوبِ حَتَّى تَغْرُبَ
“Ada tiga waktu di mana Nabi melarang kami untuk mendirikan shalat pada waktu tersebut dan Nabi melarang kami untuk menguburkan jenazah kami. Yaitu ketika matahari terbit sampai jika telah meninggi, ketika seseorang berdiri di bawah posisi matahari di tengah-tengah langit hingga matahari telah tergelincir, ketika matahari miring hendak tenggelam hingga benar-benar telah tenggelam.” (HR. Muslim no. 831)
Imam an-Nawawi mengomentari hadits di atas:
Jika hadits di atas dimaknai dengan tidak boleh mendirikan shalat jenazah pada waktu terlarang, maka sesungguhnya para ulama telah berijmak bolehnya mendirikan shalat jenazah pada waktu terlarang.
Hadits di atas tidak boleh dipahami dengan menyelisihi ijmak.
Namun yang dimaksud adalah tidak boleh sengaja mengakhirkan penguburan jenazah hingga tiba waktu terlarang. Sebagaimana tidak boleh sengaja mengakhirkan shalat Asar hingga matahari telah menguning tanda akan tenggelam.
Sebab, mengakhirkan shalat yang seperti itu adalah tanda dari sifat orang-orang munafik. (Syarah Shahih Muslim, Imam an-Nawawi, 6/433)
Keempat: Setelah Shalat Subuh Hingga Matahari Terbit
Waktu untuk mendirikan shalat Subuh itu tidak panjang. Begitu seseorang telah mendirikan shalat Subuh maka dia tidak boleh mendirikan shalat lain hingga matahari terbit, tanda bahwa waktu shalat Subuh telah habis.
Kecuali jika dia memiliki hajat qadha’ shalat Subuh dan ingin menunaikannya setelah waktu shalat Subuh tersebut, maka dia boleh mengerjakan shalat Subuh setelah matahari terbit.
Artikel Fikih: Mengambil Barang Jatuh saat Shalat itu Ternyata Bisa Membatalkan Shalat, ya?
Setelah matahari terbit, berdasarkan waktu terlarang mendirikan shalat nomor pertama, seseorang masih tidak boleh mendirikan shalat hingga matahari setinggi tombak.
Kelima: Setelah Shalat Asar Hingga Matahari Terbenam
Tidak boleh mendirikan shalat setelah mengerjakan shalat Asar hingga matahari tenggelam.
Kecuali untuk kebutuhan qadha’ shalat, maka diperbolehkan. Begitu halnya jika menunggu air untuk berwudu, maka boleh mengerjakan shalat Asar sekalipun langit telah menguning tanda bahwa matahari akan tenggelam.
Larangan ini berlangsung hingga matahari tenggelam. Setelah seseorang mendirikan shalat Asar maka hendaknya dia tidak mendirikan shalat-shalat yang lain.
Dua waktu terlarang mendirikan shalat di atas berdasarkan hadits riwayat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صَلَاتَيْنِ بَعْدَ الْفَجْرِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ وَبَعْدَ الْعَصْرِ حَتَّى تَغْرُبَ الشَّمْسُ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang mendirikan shalat pada dua waktu: setelah shalat Subuh sampai matahari terbit, setelah shalat Asar sampai matahari terbenam.” (HR. Al-Bukhari no. 563)
Larangan mendirikan shalat pada waktu-waktu di atas pada umumnya berlaku pada shalat sunah, bukan shalat wajib. Dan berlaku bukan untuk semua jenis shalat sunah, namun hanya berlaku pada shalat sunah tertentu. Wallahu a’lam.(Arif Hidayat/dakwah.id)
Disarikan dari kitab: Al-Bayan wa at-Ta’arif bi Ma’ani wa Masaili al-Ahkam al-Mukhtashar al-Lathif, Ahmad Yusuf an-Nishf, hal. 176—178, Dar Adh-Dhiya’, cet. 2/2014.
Baca juga artikel Serial Ngaji Fikih atau artikel menarik lainnya karya Arif Hidayat.
Penulis: Arif Hidayat
Editor: Ahmad Robith
Artikel Ngaji Fikih Terbaru: