Konsultasi Fikih Warisan yang berjudul “Penjelasan Ringkas Permasalahan Radd dalam Ilmu Waris” ini diasuh oleh Ustadz Mohammad Nurhadi, M.H alumnus magister Hukum Ekonomi Syariah (HES) Universitas Darussalam(UNIDA) Gontor.
Pertanyaan:
Boleh minta penjelasannya bab radd?
Ahmad–Bangkalan
Jawaban:
اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ الْأَمِيْنِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ
Dalam ilmu waris, yang dimaksud dengan istilah radd adalah pengembalian sisa (lebihan) bagian warisan kepada dzawil furudh nasabiyah (ahli waris yang memiliki bagian tertentu selain suami atau istri) sesuai dengan besar kecilnya bagian mereka ketika tidak ada ashabah.
Radd terjadi ketika sedikitnya jumlah ahli waris dari ashabul furudh (ahli waris yang memiliki bagian tertentu), sehingga tidak mencapai nilai 1, sementara tidak ada seorang pun dari ahli waris yang menjadi ashabah.
Dengan demikian, permasalahan radd akan terjadi manakala telah terpenuhi tiga syarat. Pertama, adanya ashabul furudh (yang memiliki bagian tertentu). Kedua, tidak adanya ashabah (yang memiliki bagian sisa). Ketiga, adanya sisa atau lebihan harta warisan. Apabila ketiga hal ini tidak terwujud, maka tidak akan terjadi yang namannya radd.
Ketika terjadi radd maka yang berhak mendapatkannya adalah seluruh ashabul furudh, kecuali suami dan istri. Ini adalah pendapat yang umum diambil oleh para ulama yang menyatakan adanya radd bagi ashabul furudh.
Dalam satu riwayat disebutkan, Utsman bin Affan radhiyallahu anhu memberikan radd kepada suami. Dan ulama kontemporer yang mengambil pendapat bahwa radd juga diberikan kepada suami dan istri adalah Syaikh Abdurrahman bin Sa’diy. (At-Tahqiqat al-Mardhiyyah, Shalih bin Fauzan al-Fauzan, 248)
Perbedaan Pendapat dalam Masalah Radd
Dalam memandang ada tidaknya masalah radd, para ulama terbagi menjadi dua pendapat:
Pertama, ketika terdapat sisa (lebihan) bagian warisan, maka diberikan kepada seluruh ahli waris dari kalangan ashabul furudh selain suami dan istri sesuai besarnya kadar bagian mereka. Ini merupakan pendapat mayoritas sahabat Nabi, seperti Umar bin Khatthab, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas’ud radhiyalaahu anhum, ulama mazhab Hanafi, Hambali, salah satu wajh ulama mazhab Syafi’i, dan ulama mutaakhirin mazhab Maliki.
Kedua, ketika terdapat sisa (lebihan) bagian warisan, maka sisa itu diberikan kepada baitulmal, tidak boleh menambah bagian ahli waris di atas bagian yang telah ditentukan. Ini merupakan pendapat sahabat Zaid bin Tsabit, mazhab Maliki, Syafi’i, dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad bin Hambal. (At-Tahqiqat al-Mardhiyyah, Shalih bin Fauzan al-Fauzan, 249)
Macam dan Cara Pembagian Radd
Permasalahan radd terdiri dari empat keadaan, di mana masing-masing memiliki cara tersendiri. Keempat cara tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, adanya ashabul furudh yang mendapat bagian warisan dengan kadar yang sama, tanpa adanya suami atau istri. Misalnya semua ahli waris mendapat bagian seperempat, sepertiga, dan semisalnya, maka pembagiannya jumlah harta tinggal dibagi berdasarkan jumlah ahli waris (total orangnya) secara merata.
Sebagai contoh seseorang wafat dan meninggalkan 5 anak perempuan saja, di mana bagian mereka sebetulnya hanya 2/3 dari harta. Maka, cara menghitungnya adalah jumlah seluruh harta dibagi lima dan dibagikan kepada setiap anak perempuanya secara merata.
Kedua, adanya ashabul furudh yang mendapat bagian warisan dengan kadar yang berbeda, tanpa adanya suami atau istri. Misalnya ada yang bagiannya 1/2 dan 1/6, maka jumlah seluruh saham dijadikan sebagai ashlul mas’alah. Lihatlah tabel di bawah!
Ahli Waris | Bagian | Ashlul mas’alah : 6 | 4 |
Ibu | 1/6 | 1 | 1 |
Anak Perempuan | 1/2 | 3 | 3 |
Ketiga, adanya ashabul furudh yang mendapat bagian warisan dengan kadar yang sama, dengan adanya salah satu suami atau istri. Cara menghitungnya adalah bagian suami atau istri dibagikan terlebih dahulu, kemudian sisanya dibagikan kepada ashabul furdh dengan merata sesuai jumlah orangnya.
Misalnya seseorang wafat meninggalkan istri, nenek, dan saudari perempuan seayah. Maka, istri mendapat 1/4, dan sisanya yaitu 3/4 dibagi dengan rata antara nenek dan saudari perempuan seayah, sebab keduanya mendapat bagian sama yaitu 1/6.
Keempat, adanya ashabul furudh yang mendapat bagian warisan dengan kadar yang berbeda, dengan adanya salah satu suami atau istri. Pada keadaan ini bisa diselesaikan dengan dua cara:
Pertama, memisahkan bagian suami atau istri dengan ashabul furudh lainnya, ini adalah cara yang cukup mudah. Caranya berikan dahulu apa yang menjadi bagian suami atau istri, baru kemudian sisanya diberikan kepada ashabul furudh sesuai dengan bagiannya masing-masing.
Misalnya seseorang wafat meninggalkan suami, anak perempuan, dan ibu. Maka berikan bagian suami terlebih dahulu yaitu 1/4 dari harta (contoh 100 juta : 4 = 25 juta). Kemudian 3/4 hartanya (75 juta) dibagikan kepada anak perempuan dan ibu dengan bagiannya masing-masing.
Ahli Waris | Bagian | Ashlul mas’alah : 6 | 4 |
Ibu | 1/6 | 1 | 1 |
Anak Perempuan | 1/2 | 3 | 3 |
75 juta : 4 = 18.750.000,- (nilai per saham)
Ibu 1 x 18.750.000,- = Rp 18.750.000,-
Anak pr 3 x 18.750.000,- = Rp 56.250.000,-
Kedua, menggabungkan semua ahli waris dalam satu perhitungan. Cara pembagian ini butuh sedikit mengerutkan dahi. Perhatikan tabel di bawah!
Sampai kolom 3 diketahui bahwa di sana terjadi radd, sebab jumlah saham lebih kecil dari ashlul mas’alah. Selanjutnya kerjakan dengan langkah berikut ini:
Menjadikan ashabul furudh selain suami atau istri sebagai ashabah (sisa), ini bisa dilihat pada kolom 4.
Setelah itu cari ashlul mas’alah dan saham setiap ashabul furudh tanpa mengikutsertakan suami atau istri, ini bisa dilihat pada kolom 5 dan 6.
Materi Khutbah Jumat: Istiqamah dalam Ketaatan Setelah Ramadhan
Setelah selesai, kalikan ashlul mas’alah pertama (kolom 4) dan ashlul mas’alah kedua (kolom 6), hasilnya adalah 4 x 4 = 16 (kolom 7).
Saham suami 4 adalah hasil dari saham pertama (kolom 4) dikalikan dengan ashlul mas’alah kedua (kolom 6), yaitu 1 x 4 = 4.
Saham anak perempuan 9 adalah hasil dari saham pertama ketika ashabah (kolom 4) dikalikan saham kedua (kolom 6), yaitu 3 x 3 = 9.
Saham ibu 3 adalah hasil dari saham pertama ketika ashabah (kolom 4) dikalikan saham kedua (kolom 6), yaitu 3 x 1 = 3.
Selanjutnya adalah mencari nilai persaham, yaitu jumlah seluruh harta dibagi ashlul mas’alah terakhir (100 juta : 16) hasilnya = 6.250.000,-
Bagian suami 4 x 6.250.000,- = Rp 25.000.000
Bagian anak perempuan 9 x 6.250.000,- = Rp 56.250.000,-
Bagian ibu 3 x 6.250.000,- = Rp 18.750.000,-
Demikian penjelasan ringkas mengenai permasalahan radd dalam ilmu waris. Mudah-mudahan dapat dipahami dengan baik. Wallahu a’lam bish Shawwab. (Mohammad Nurhadi/dakwah.id)
Baca juga artikel tentang Konsultasi Hukum Islam atau artikel menarik lainnya karya Mohammad Nurhadi.
Artikel Konsultasi Hukum Islam terbaru: