Pada serial sebelumnya, dakwah.id telah mengupas Siapa Saja yang Wajib Shalat Lima Waktu? Kali ini, pembahasan serial Ngaji Fikih selanjutnya adalah Perintah Mengajak Anak Mendirikan Shalat.
Untuk membaca serial Ngaji Fikih secara lengkap, silakan klik tautan berikut:
Anak-anak adalah tabungan di masa depan. Siapa menabung kebaikan akan mendapatkan kebaikannya dan siapa menabung keburukan akan meneguk akibatnya.
Orangtua, guru, atau siapa pun yang telah dewasa, memiliki kewajiban untuk mengajarkan kebaikan kepada anak-anak. Agar kebaikan terus dilakukan di muka bumi, terus ada, tidak berhenti pada generasi tertentu.
Terutama mengajarkan kepada mereka tentang urusan agama Islam dan ibadah sehari-hari.
Karena Islam mengatur semua lini kehidupan. Islam mengajarkan umat manusia bagaimana cara hidup yang benar dan “ramah”. Perkara yang dipandang remeh pun ikut diperhatikan, apalagi perkara penting dan yang dibutuhkan.
Mengajarkan shalat termasuk salah satu hal yang paling penting.
Kewajiban Mengajak Anak Shalat
Orangtua berkewajiban untuk mengajarkan tata cara shalat kepada anak-anak mereka. Baik anak laki-laki maupun anak perempuan, tanpa terkecuali.
Orangtua wajib menyuruh anak-anaknya mendirikan shalat saat usia mereka telah mencapai tujuh tahun.
Kewajiban ini bersifat kifayah, bukan kewajiban ‘ain. Sekiranya sudah ada orang lain yang melakukan maka gugurlah tugas orangtua dalam persoalan ini.
Orangtua yang menitipkan anak kepada guru, maka kewajiban orangtua untuk menyuruh anaknya mendirikan shalat akan gugur jika sang guru telah melakukannya.
Bahkan setiap orang yang sudah dewasa, sudah balig, kemudian melihat anak-anak di usia tujuh tahun bermain-main saat azan telah dikumandangkan, dia dianjurkan untuk mengajak mereka bergabung dalam mendirikan shalat bersama orang dewasa.
Hikmah dalam hukum fardhu kifayah ini akan menciptakan bi’ah (lingkungan) yang islami dalam beramar makruf. Orang dewasa akan terketuk memiliki kewajiban mengajak anak-anak yang ada di sekitarnya, sekalipun mereka bukan sebagai orangtua.
Materi Khutbah Jumat: Berjuang Mendidik Anak Saleh
Pada umumnya, usia tujuh tahun adalah usia tamyiz. Sebab itulah, mazhab Syafi’i menegaskan bahwa ajakan mendirikan shalat ini hanya disampaikan kepada anak yang sudah mumayyiz.
Sedangkan yang belum mumayyiz, sekalipun telah berumur tujuh tahun maka belum wajib untuk diajak mendirikan shalat.
Tanda bahwa anak sudah mumayyiz adalah ketika anak sudah bisa makan sendiri, minum sendiri, dan bercebok sendiri.
Ada yang menyebutkan, mumayyiz itu anak yang sudah bisa membedakan mana kanan dan kiri, memahami pertanyaan dan mampu menjawabnya, dan mengetahui mana yang membahayakannya dan mana yang memberi manfaat kepadanya.
Jika Anak Enggan Mendirikan Shalat
Orangtua juga diwajibkan memukul anaknya jika anak enggan mendirikan shalat saat ia telah berumur sepuluh tahun.
Yaitu dengan pukulan yang mendidik, pukulan penuh kasih sayang. Tujuan daripada pukulan tersebut agar anak berlatih melakukan ibadah sehingga terbiasa dengan ibadah sehari-hari.
Pukulan yang diberikan kepada anak yang enggan mendirikan shalat di usia sepuluh tahun boleh dilakukan sesuai kebutuhannya. Bahkan jika dibutuhkan lebih dari tiga kali, maka orangtua boleh menambahnya.
Dengan syarat, pukulan yang diberikan kepada anak adalah pukulan yang tidak menyakiti. Yaitu bukan pukulan yang keras dan menyakitkan.
Jika ternyata pukulan tersebut tidak memberi efek apa pun, maka orangtua hendaknya tidak mengubah pukulannya menjadi pukulan yang menyakitkan.
Orangtua yang telah berusaha mengajak anaknya mendirikan shalat, kemudian memukulnya, namun si anak masih enggan mendirikan shalat maka gugurlah kewajiban orangtua dalam tahap ini.
Artikel Fikih: Mengadzani Telinga Bayi Baru Lahir itu Apakah Dalilnya Shahih?
Dengan begitu, orangtua tidak boleh mengganti pukulan kasih sayang tersebut dengan pukulan yang menyakitkan sekalipun tujuannya baik; agar anak mau mendirikan shalat.
Demikian ini berdasarkan sabda Rasulullah,
مُرُّوْا الصَّبِيَّ بِالصَّلاَةِ إِذَا بَلَغَ سَبْعَ السِّنِيْنَ، وَإِذَا بَلَغَ عَشْرَ السِّنِيْنَ فَاضْرِبُوْهُ علَيْهَا
“Perintahkanlah anak untuk mendirikan shalat saat anak berusia tujuh tahun, dan jika telah berusia sepuluh tahun maka pukullah mereka (jika enggan mendirikan shalat).” (HR. Abu Dawud no. 494)
Keuntungan Mengajak Anak Mendirikan Shalat
Orangtua yang berusaha untuk mengajak anak mendirikan shalat akan meraup keuntungan berupa pahala yang sangat besar.
Bagaimana tidak, kelak saat dewasa jika anak tersebut menjaga shalat lima waktu maka itu merupakan hasil usaha orangtua yang telaten dan bersabar mengajarinya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ
“Barang siapa yang menunjukkan pada sebuah kebaikan maka baginya seperti pahala pelakunya.” (HR. Muslim no. 1893)
Demikianlah keuntungan mengajak anak mendirikan shalat, semoga Allah menjadikan anak-anak kita saleh yang senantiasa menjaga shalatnya. Wallahu a’lam. (Arif Hidayat/dakwah.id)
Disarikan dari kitab: al-Bayan wa at-Ta’arif bi Ma’ani wa Masaili al-Ahkam al-Mukhtashar al-Lathif, Ahmad Yusuf an-Nishf, hal. 183—184, Dar adh-Dhiya’, cet. 2/2014.
Baca juga artikel Serial Ngaji Fikih atau artikel menarik lainnya karya Arif Hidayat.
Penulis: Arif Hidayat
Editor: Ahmad Robith
Artikel Ngaji Fikih Terbaru: