Daftar Isi
Ilmu Islam itu sangatlah luas. Ditinjau dari segi hukum mempelajarinya, ilmu Islam ada yang hukumnya fardhu ‘ain, ada yang hukumnya fardhu kifayah. Bagian Ilmu Islam yang fardhu ‘ain, berarti ilmu ini harus dipelajari dan dipahami dengan baik oleh setiap muslim yang sehat akalnya, telah menginjak usia balig, baik laki-laki maupun perempuan.
DR. Sayyid Imam dalam tulisannya Aqsamul Ilmi Alladzi Huwa Fardhu ‘Ainin merangkumkan ada 16 ilmu Islam dasar yang merupakan bagian dari ilmu yang hukumnya fardhu ‘ain untuk dipelajari oleh setiap muslim.
Ilmu Islam ke-1: Memahami Rukun Islam yang Lima
Memahami rukun Islam hukumnya wajib bagi setiap muslim. Yakni memahami ilmu tentang kesaksian bahwa tidak ada Ilah yang diibadahi dengan benar kecuali hanya Allah ‘azza wajalla dan kesaksian bahwa Muhammad adalah rasul dan utusan-Nya, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, Shaum Ramadhan, dan melaksanakan Haji bagi muslim yang mampu.
Kalimat syahadat tidak cukup jika hanya sekedar ucapan saja, namun harus memahami makna keduanya dan memahami syarat-syarat sahnya sehingga tidak terjerumus pada hal-hal yang membatalkannya.
Setiap muslim wajib memahami bahwa dalam kalimat syahadat terdapat makna yang cukup dalam. Syahadat laa ilaaha illallah mengandung unsur an-nafyu, penafian, yang terdapat dalam kalimat laa ilaaha, kemudian juga mengandung unsur al-itsbat, penetapan, yang terdapat dalam kalimat illallah.
Maksudnya, meniadakan segala bentuk peribadatan dari selain Allah ‘azza wajalla, meninggalkan segala bentuk ibadah yang selain kepada -Nya, serta menetapkan peribadatan hanya untuk Allah ‘azza wajalla dengan cara mengesakan-Nya, dengan berbagai bentuk ibadah untuk-Nya semata seperti shalat, nazar, sembelihan, shaum, dan sebagainya.
Abu Hamid al-Ghazali mengatakan,
“Maka apabila seseorang yang berakal telah balig dengan ihtilam (mimpi basah) atau karena telah mencapai umur balig pada pagi hari, misalnya, maka kewajiban dia pertama kali adalah mempelajari dua kalimat syahadat dan memahami maknanya; yaitu kalimat laa ilaaha illallah dan muhammadun rasulullah. (Ihya’ Ulumiddiin, Abu Hamid Al-Ghazali, 1/14)
Allah ‘azza wajalla berfirman,
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Katakanlah: sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam.” (QS. Al-An’am: 162)
لَا شَرِيكَ لَهُ ۖ وَبِذَٰلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
“Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).” (QS. Al-An’am: 163)
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): ‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu’.” (QS. An-Nahl: 36)
Ilmu Islam ke-2: Memahami Rukun Iman yang Enam
Setiap muslim wajib memahami rukun Islam yang enam. Yaitu beriman kepada Allah ‘azza wajalla, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, beriman kepada hari akhir, dan beriman kepada Qadha’ dan Takdir.
Termasuk di dalam ilmu Islam yang kedua ini adalah memahami bahwa iman itu berupa perkataan dan perbuatan, perkataan hati dan perkataan lisan, perbuatan hati dan perbuatan anggota badan. Iman juga dapat bertambah dan berkurang.
Maksud dari perkataan hati adalah pemahaman dan pembenaran yang kokoh yang mendorong untuk taat dan patuh. Sedangkan maksud dari perkataan lisan adalah mengucapkan kalimat syahadat.
Maksud dari perkataan hati adalah segala bentuk ibadah-ibadah hati, seperti ikhlas, khasyah (takut), al-mahabbah (cinta), dan pasrah.
Maksud dari perbuatan anggota badan adalah pelaksanaan terhadap perintah dan larangan syariat.
Maksud dari iman dapat bertambah dan berkurang adalah iman dalam diri seseorang akan bertambah jika ia melakukan amalan ketaatan, dan akan berkurang, bahkan habis tak tersisa, jika ia melakukan kemaksiatan.
Termasuk di dalam ilmu Islam yang kedua ini adalah memahami bahwa setelah wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, umat ini akan terpecah belah menjadi banyak kelompok dalam berbagai keyakinan dan pendapat.
Di antara kelompok-kelompok itu hanya ada satu saja yang akan selamat, sedangkan yang lainnya akan binasa.
Kelompok yang selamat tersebut adalah kelompok yang senantiasa mengikuti ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya secara totalitas. Mereka itulah yang yang disebut dengan Ahlu Sunnah Wal Jamaah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلَّا مِلَّةً وَاحِدَةً قَالُوا وَمَنْ هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي
“Umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan semuanya masuk ke dalam neraka kecuali satu golongan,” para sahabat bertanya, “Siapakah mereka wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Mereka adalah golongan yang mana aku dan para sahabatku berpegang teguh padanya.” (HR. At-Tirmizi No. 2565)
Dengan adanya perpecahan sebagaimana yang dikabarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut, maka umat Islam dituntut untuk mempelajari kaidah-kaidah pokok dalam mengenali kebenaran. Kemudian mempelajari berbagai bentuk kesesatan, penyimpangan, dan perbuatan bid’ah dalam agama ini, dengan tujuan agar dapat menghindarkan diri dari pemahaman yang menyimpang tersebut.
Ilmu Islam ke-3: Memahami Bagian-Bagian Tauhid
Setiap muslim wajib memahami ilmu Islam yang berkaitan dengan bagian-bagian tauhid sebagaimana yang telah dijelaskan oleh para ulama salaf.
Tauhid adalah iman kepada Allah ‘azza wajalla, yaitu rukun iman yang pertama.
Mentauhidkan Allah dalam rububiyyah-Nya, maksudnya adalah meyakini bahwa Allah ‘azza wajalla itu Esa Zat-Nya, perbuatan-perbuatan-Nya, Sifat-sifatnya, dan tidak ada sekutu bagi-Nya.
Meyakini bahwa Allah ‘azza wajalla itu bersemayam di atas ‘arsy, terpisah dari makhluk-Nya dan Dia bersama mereka dengan ilmu-Nya, kekuasaan-Nya, pendengaran-Nya, penglihatan-Nya, dan meyakini bahwa tidak ada sesuatu pun yang sama seperti Dia dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Baca juga: 12 Buah Iman Pemberian Allah Kepada Hamba Yang Jujur Dalam Beriman
Meyakini bahwa hanya Allah ‘azza wajalla saja Rabb yang berkuasa, Yang Mencipta, Yang memberi rizki, Yang mendatangkan marabahaya, Yang Menghidupkan, Yang mematikan, Yang membuat syariat bagi ciptaan-Nya dan kehendak-Nya, sama saja sesuatu itu yang Dia cintai dan ridhai atau yang Dia benci dan tidak Ia sukai. Dan meyakini bahwa Allah ‘azza wajalla itu Maha Kuasa atas segala sesuatu dan tidak ada sesuatu pun yang melemahkannya.
Oleh para ulama, ini disebut dengan istilah tauhid al-ma’rifah wal itsbat, atau tauhid al-Ilmi al-Khabari, atau tauhid Rububiyah. Sebagian ulama memasukkan pembahasan tentang tauhid asma’ wa shifat ke dalam bagian ini, sebagian lain memisahkannya.
Selain bentuk tauhid ini, ada lagi bentuk tauhid yang wajib dipahami dengan baik oleh setiap muslim, yakni tauhid Uluhiyah atau disebut juga dengan tauhid al-Iradi ath-Thalabi; tauhid dalam beribadah dan berkehendak.
Maksudnya, beribadah hanyalah diberikan kepada Allah ‘azza wajalla saja atau mengesakan Allah ‘azza wajalla dalam beribadah. Hulu dari tauhid ini ada pada kalimat laa ilaaha illallah.
Tauhid Rububiyah adalah ilmu, sedangkan tauhid Uluhiyah adalah amal, dan merupakan dampak dari tauhid Rububiyah pada amalan-amalan seorang hamba. Keduanya harus ada sebagai syarat sah keimanan seseorang.
Sehingga, seseorang tidak akan disebut beriman jika hanya meyakini tauhid Rububiyah saja. Sebab, tanpa harus beriman pun, seseorang bisa saja meyakini Rububiyah Allah ‘azza wajalla. Orang-orang kafir yang diperangi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mereka juga bertauhid Rububiyah, namun mereka tetaplah dianggap kafir hingga mereka mentauhidkan Allah ‘azza wajalla dalam hal Uluhiyah-Nya; tidak menyekutukan-Nya.
Ilmu Islam ke-4: Memahami Pembatal-Pembatal Keislaman
Setiap muslim wajib memahami pembatal-pembatal keislaman. Memahami apa itu kekafiran dan apa saja yang dapat menyebabkan kafir.
Allah ‘azza wajalla berfirman,
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): ‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu’.” (QS. An-Nahl: 36)
Seorang muslim wajib mengetahui dan memahami apa itu thagut supaya ia dapat menjauhinya berdasarkan ilmu. Sebab, keimanan seseorang tidak dianggap sah jika ia tidak menjauhi dan mengkufuri thagut.
Allah ‘azza wajalla berfirman,
فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىٰ لَا انْفِصَامَ لَهَا
“Barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus.” (QS. Al-Baqarah: 256)
Ibnu Hajar menukil perkataan ath-Thabari tentang definisi thagut, “Segala sesuatu yang melampaui batas terhadap Allah ‘azza wajalla, yang diibadahi selain Allah ‘azza wajalla, baik dengan paksaan darinya terhadap orang yang beribadah kepadanya, baik berupa manusia atau setan, atau hewan, atau benda mati.” (Fathul Bari, 11/448, penjelasan hadits No. 6573)
Baca juga: Strategi Setan Dalam Menyesatkan Manusia Dari Fitrah Yang Lurus
Tak sedikit ulama yang menyebutkan bahwa thagut itu aslinya adalah setan yang menghiasi segala bentuk kekafiran kepada Allah ‘azza wajalla untuk manusia. Hal ini diperkuat dengan firman Allah ‘azza wajalla,
قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الْأَرْضِ وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ. إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ
“Iblis berkata: ‘Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, Kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka’.” (QS. Al-Hijr: 39-40)
Jika diinventarisir, pada dasarnya ada banyak sekali pembatal-pembatal keislaman. Oleh Syaikh Ibnu Taimiyah dikumpulkan ke dalam 10 judul besar yang dengannya setiap muslim menjadi lebih mudah dalam mempelajarinya. Selain itu, dapat pula ditemukan dalam kitab-kitab fikih bab murtad.
Ilmu Islam ke-5: Memahami Ibadah Wajib Bagi Hati
Ilmu Islam yang berkenaan dengan hati termasuk bagian penting yang wajib dipahami dengan baik oleh setiap muslim. Ilmu Islam bagian ini banyak dilalaikan, padahal hukum mempelajarinya adalah wajib.
Ibadah wajib bagi hati antara lain ilmu tentang ikhlas, al-Khasyah (takut), al-mahabbah (cinta), al-khauf (takut) ar-Raja’ (harapan), ilmu tentang tawakal, ilmu tentang sabar dalam menaati Allah ‘azza wajalla, sabar dalam menjauhi maksiat, dan sabar ketika tertimpa musibah.
Baca juga: Langkanya Kejujuran di Tahun-tahun Kebohongan
Syaikh Izzuddin Ibnu Abdis Salam rahimahullah berkata,
“Amalan-amalan hati itu ada banyak. Di antaranya husnudzan kepada Allah ‘azza wajalla, bersedih terhadap ketaatan yang ia lewatkan, bergembira atas karunia dan rahmat Allah ‘azza wajalla, cinta terhadap ketaatan dan iman, benci terhadap kekafiran, kefasikan, dan kemaksiatan, cinta karena Allah ‘azza wajalla dan benci karena Allah ‘azza wajalla, cinta kepada para nabi, benci orang-orang yang berbuat maksiat dan orang-orang celaka, bersabar terhadap bencana, bersabar dalam menjalankan ketaaatan, bersabar untuk tidak melakukan kemaksiatan, penyelewengan, merendahkan diri, khusyuk, dan lain sebagainya.” (Qawa’idul Ahkam fi Mashalihil Anam, 1/89)
Ilmu Islam ke-6: Memahami Tata Cara Bersuci (Thaharah)
Memahami tata cara bersuci (thaharah) merupakan ilmu Islam yang wajib dipelajari oleh setiap muslim. Sebab thaharah menjadi syarat sah berbagai macam ibadah seperti shalat.
Seorang muslim harus mengenal ciri-ciri air yang sah digunakan untuk bersuci. Mengenal benda-benda najis dan tata cara menghilangkannya. Mengetahui wajibnya istinja’ (membersihkan diri setelah buang hajat) sesuai aturan syar’i.
Selain itu, setiap muslim juga wajib mengetahui tata cara mandi wajib; mandi untuk bersuci seusai junub, haid, dan nifas.
Baca juga: Nalar Fikih Hukum Qashar Shalat Fardhu Seorang Muslim Saat Safar
Setiap muslim wajib memahami ilmu Islam tentang sunah fitrah; khitan, merawat jenggot, memotong bulu kemaluan, dan mencabut bulu ketiak.
Setiap muslim wajib mengetahui ilmu Islam tentang tata cara wudhu, syarat-syaratnya, hal-hal yang wajib dalam wudhu, sunah-sunah wudhu, dan pembatal-pembatal wudhu.
Setiap muslim wajib tahu bagaimana cara tayamum yang benar, mengetahui hukumnya, mengetahui kondisi-kondisi diberlakukannya tayamum.
Ilmu Islam ke-7: Menghafal Surat al-Fatihah
Menghafal surat al-fatihah hukumnya wajib bagi setiap muslim. Sebab, al-Fatihah merupakan rukun shalat. Selain itu, disunahkan untuk menghafal beberapa surat pendek serta belajar hukum tajwid supaya dapat membaca al-Quran dengan baik dan benar.
Ilmu Islam ke-8: Memahami Tata Cara Shalat
Setiap muslim wajib mempelajari ilmu Islam nomor dua setelah syahadat ini. Shalat adalah amalan yang pertama kali akan dihisab di hari kiamat kelak. Shalat adalah rukun Islam yang kedua.
Jika ada orang yang meninggalkan shalat, oleh para ulama, secara umum ia dihukumi keluar dari Islam sesuai dengan dalil dalam al-Quran, as-Sunnah, dan ijmak ulama. Kenapa sampai sedemikian berat konsekuensinya? Karena shalat adalah tiang agama. Shalat adalah pembeda antara muslim dan kafir. Oleh sebab itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada para orang tua untuk mengajari anak-anaknya shalat sejak mereka umur tujuh tahun.
Apa saja yang harus dipelajari oleh setiap muslim tentang ibadah shalat ini? Ibnu Qayyim dalam tulisannya yang berjudul ash-Shalat menjelaskan, ada beberapa hal yang wajib dipelajari oleh setiap muslim tentang ibadah shalat.
Pertama, memahami syarat-syarat wajib shalat. Yakni: Islam, berakal, dan balig. Untuk anak yang masih mumayiz, tetap ditekankan untuk melaksanakan shalat.
Kedua, memahami syarat-syarat sah shalat. Seperti thaharah, menghadap kiblat, menutup aurat, masuk waktu shalat, dan niat.
Ketiga, memahami tata cara shalat, rukun-rukunnya, hal-hal yang wajib dan sunnah tentangnya.
Keempat, memahami fikih sujud sahwi, sebab-sebab mengapa harus sujud sahwi, dan bagaimana tata cara sujud sahwi.
Kelima, memahami hal-hal yang membatalkan shalat dan hal-hal yang makruh dilakukan dalam shalat.
Keenam, memahami fikih shalat jamaah, shalat Jumat, dan shalat Id.
Baca juga: Hukum Berjamaah Dalam Melaksanakan Shalat Fardhu
Selain mempelajari dan memahami dengan baik kewajiban-kewajiban tersebut, hendaknya juga mempelajari fikih shalat-shalat sunah. Ada shalat sunah muakkadah seperti shalat Witir, shalat fajar, dan shalat rawatib. Meskipun shalat-shalat tersebut hukumnya sunah muakkadah, tapi jika ditinggalkan terus menerus bisa membuat keadilan (al-‘adalah) seseorang menjadi cacat yang berakibat tidak memiliki kelayakan untuk menjadi saksi di hadapan hakim.
Selain itu, amalan sunah dapat menjadi penutup kekurangan pada amalan-amalan wajib yang telah dilaksanakan namun tidak sempurna.
Ilmu Islam ke-9: Memahami hukum-hukum yang berkaitan dengan Jenazah
Sebenarnya, ilmu Islam tentang fikih jenazah itu hukumnya fardhu kifayah. Namun tetap saja wajib untuk dipelajari jika sudah mulai jarang ditemukan orang yang mempelajarinya.
ilmu ini juga akan menjadi wajib manakala seorang muslim berada dalam keadaan tertentu. seperti dua orang yang sedang bepergian, lalu salah satunya meninggal, sementara tidak ada lagi orang yang bisa dihubungi.
Oleh sebab itu, wajib mempelajari ilmu-ilmu Islam tentang tata cara memandikan, mengkafani, menyalatkan, dan menguburkan jenazah.
Ilmu Islam ke-10: Memahami Hukum-Hukum yang Berkaitan dengan Zakat
Zakat adalah salah satu rukun Islam. Ilmu Islam tentang fikih zakat wajib dipelajari dan dipahami dengan baik oleh setiap muslim. Mulai dari pengertian zakat, syarat-syarat wajib zakat, waktu dikeluarkannya zakat, apa saja yang dizakati, bagaimana cara mengeluarkan zakat, dan sebagainya.
Ilmu yang wajib diketahui oleh setiap muslim (fardhu ‘ain) secara umum tentang persoalan zakat adalah pengetahuan tentang syarat-syarat wajib zakat.
Ilmu Islam ke-11: Memahami Tata Cara Shaum
Shaum juga termasuk salah satu rukun Islam. Oleh sebab itu, setiap muslim wajib mempelajari ilmu Islam tentang shaum ini. Shaum Ramadhan adalah shaum yang hukumnya wajib bagi setiap muslim yang balig, berakal, dan mampu. Kewajiban shaum Ramadhan harus dipahami dengan baik oleh setiap muslim baik laki-laki ataupun perempuan. Apa saja yang wajib diketahui oleh setiap muslim tentang shaum Ramadhan?
- Setiap muslim wajib tahu tentang syarat-syarat wajib shaum. Shaum wajib bagi muslim yang balig, berakal, mampu, baik laki-laki atau perempuan merdeka ataupun budak.
- Setiap muslim wajib tahu syarat-syarat sah shaum; Islam, mumayyiz, berakal, tidak sedang haidh atau nifas, dan niat.
- Setiap muslim wajib tahu tata cara shaum; menahan diri dari ha-hal yang membatalkan shaum, seperti makan, minum, jimak, dan lain-lain, sejak terbit fajar hingga tenggelamnya matahari.
- Haram shaum bagi orang yang sedang haidh dan nifas, mereka wajib berbuka dan mengadha’ (mengganti shaum di hari yang lain).
- Setiap muslim wajib tahu tentang hal-hal yang membatalkan shaum, apa saja yang mengharuskan qadha’ dan kafarah, dan apa saja yang hanya mengharuskan qadha’ saja.
- Setiap muslim mengetahui siapa saja boleh tidak melaksanakan shaum, seperti orang sakit, orang tua yang tidak mampu shaum, musafir yang memenuhi syarat-syaratnya, dan siapakah di antara mereka yang harus mengqadha’ dan siapa saja yang harus mengganti shaum dengan memberi makan fakir miskin.
- Setiap muslim wajib tahu sunah-sunah bulan Ramadhan; shalat tarawih, I’tikaf, memperbanyak bacaan al-Quran, dan memperbanyak amal kebajikan.
Ilmu Islam ke-12: Memahami Tata Cara Haji
Haji adalah salah satu rukun Islam. Oleh sebab itu, setiap muslim wajib tahu ilmu Islam yang satu ini. Allah ‘azza wajalla mewajibkan pada diri setiap muslim yang mampu untuk melaksanakan ibadah Haji sekali seumur hidupnya. Selain itu, hal-hal yang berkaitan tentang ibadah Haji yang wajib diketahui setiap muslim antara lain:
- Syarat wajib Haji; Islam, berakal, balig, merdeka, mampu. Haji yang dilakukan oleh anak kecil adalah sah dan berpahala. Namun hajinya tersebut tidak bisa menggantikan kewajiban Haji dalam Islam, sehingga dia tetap terbebani hukum wajib Haji setelah dewasa selama masih bisa memenuhi syarat-syaratnya.
- Para ulama berselisih pendapat soal hukum Umrah, dan yang rajih, hukum Umrah adalah sunah.
- Setiap muslim wajib mengetahui tata cara atau fikih Haji dan berbagai hal yang berkaitan dengan pelaksanaan Haji seperti tata c ara menyembelih qurban, tata cara mengenakan pakaian ihram, tata cara melempar jumrah, dan sebagainya.
Ilmu Islam ke-13: Memahami Hukum-hukum yang berkaitan dengan Jihad
Selain kedua belas ilmu Islam di atas, setiap muslim juga wajib tahu ilmu Islam tentang kewajiban jihad. Jihad hukumnya fardhu kifayah jika telah dilaksanakan oleh sebagian kaum muslimin yang memenuhi syarat, maka mereka mendapat pahala dan gugurlah dosa dari yang lainnya.
Allah ‘azza wajalla berfirman,
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci.” (QS. Al-Baqarah: 216)
لَا يَسْتَوِي الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ وَالْمُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ ۚ فَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ عَلَى الْقَاعِدِينَ دَرَجَةً ۚ وَكُلًّا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَىٰ ۚ وَفَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ عَلَى الْقَاعِدِينَ أَجْرًا عَظِيمًا
“Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai ‘uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (Jannah) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar.” (QS. An-Nisa’: 95)
Dalam kondisi semacam ini, mempelajari hukum-hukum yang berkaitan dengan jihad merupakan fardhu ‘ain yang khusus (bagi mereka yang mampu menegakkannya).
Meski demikian, jihad berubah hukumnya menjadi fardhu ‘ain secara umum dalam beberapa kondisi berikut ini.
KONDISI PERTAMA
Jika imam memerintahkan seseorang atau sebagian kaum untuk berjihad, maka mereka wajib berangkat. Dalilnya firman Allah ‘azza wajalla,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَا لَكُمْ إِذَا قِيلَ لَكُمُ انْفِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ اثَّاقَلْتُمْ إِلَى الْأَرْضِ ۚ أَرَضِيتُمْ بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا مِنَ الْآخِرَةِ ۚ فَمَا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا قَلِيلٌ
“Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu: “Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah” kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) diakhirat hanyalah sedikit.” (QS. At-Taubah: 38)
Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
وَإِذَا اسْتُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوا
“Maka jika kalian diperintahkan berangkat berjihad, berangkatlah.” (HR. Al-Bukhari No. 2575)
Termasuk dalam pengertian hadits ini adalah apabila pemimpin sebuah jamaah yang berjihad atau kelompok yang berjihad memerintahkan kepada salah seorang pengikutnya, maka ia wajib untuk berangkat, jika di antara keduanya ada ikatan baiat yang mengharuskan untuk mendengar dan taat dalam jihad fi sabilillah.
KONDISI KEDUA
Jihad hukumnya fardhu ‘ain bagi orang yang ikut keluar dalam sebuah peperangan yang fardhu kifayah sehingga pasukan kaum muslimin bertemu dengan musuh mereka. Maka haram bagi orang yang berada dalam pertempuran itu untuk pergi, dan dia wajib untuk bertahan. Dalilnya firman Allah ‘azza wajalla,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا لَقِيتُمْ فِئَةً فَاثْبُتُوا وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman. apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.” (QS. Al-Anfal: 45)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا لَقِيتُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا زَحْفًا فَلَا تُوَلُّوهُمُ الْأَدْبَارَ (*) وَمَنْ يُوَلِّهِمْ يَوْمَئِذٍ دُبُرَهُ إِلَّا مُتَحَرِّفًا لِقِتَالٍ أَوْ مُتَحَيِّزًا إِلَىٰ فِئَةٍ فَقَدْ بَاءَ بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ وَمَأْوَاهُ جَهَنَّمُ ۖ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur) (*) Barang siapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (sisat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam. Dan amat buruklah tempat kembalinya.” (QS. Al-Anfal: 15-16)
KONDISI KETIGA
Apabila musuh menduduki sebuah negeri maka jihad menjadi fardhu ‘ain atas penduduk negeri tersebut berdasarkan ayat-ayat di atas (QS. Al-Anfal: 15-16, 45)
Karena keberadaan musuh di negeri kaum muslimin itu berarti dua pasukan telah bertemu; pasukan kafir dan pasukan muslim. Termasuk dalam pengertian ini adalah memerangi para penguasa murtad yang berkuasa di negeri-negeri kaum muslimin dengan menjalankan undang-undang positif ciptaan manusia, karena mereka adalah musuh yang kafir dan menguasai negeri kaum muslimin.
Jihad melawan mereka adalah fardhu ‘ain erhadap setiap muslim yang tinggal di negeri tersebut. Barang siapa yang tidak mampu maka ia harus mempersiapkan kekuatan untuk melaksanakan jihad. Dalilnya firman Allah ‘azza wajalla,
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِنْ دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ ۚ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تُظْلَمُونَ
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).” (QS. Al-Anfal: 60)
Itulah tiga keadaan yang membuat hukum jihad menjadi fardhu ‘ain.
Selain itu, jihad adalah ibadah yang tidak akan diterima oleh Allah ‘azza wajalla kecuali niatnya benar-benar ikhlas, yaitu berperang untuk meninggikan kalimat Allah ‘azza wajalla, menolong agama Allah ‘azza wajalla, dan memenangkan agama Allah ‘azza wajalla di atas semua agama meskipun orang-orang musyrik membencinya, dengan tata cara dan aturan sebagaimana ketentuan syariat tentunya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ العُلْيَا، فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
“Barangsiapa berperang supaya kalimatullah tinggi maka dia di ajalan Allah.” (HR. Al-Bukhari & Muslim)
Adapun syarat wajibnya jihad antara lain Islam, balig, berakal, laki-laki, merdeka, memiliki biaya yang diperlukan untuk berjihad, fisik tidak cacat, izin kedua orang tuanya yang muslim dan izin orang yang menghutangi bagi yang berhutang. Ini semua berlaku ketika jihad hukumnya fardhu kifayah.
Jika hukum jihad menjadi fardhu ‘ain, syarat-syarat yang berlaku antara lain Islam, balig, berakal, laki-laki, tidak cacat fisik, tidak disyaratkan, tidak disyaratkan untuk izin kedua orang tua atau orang yang mengutangi sebagaimana fardhu ‘ain-fardhu ‘ain yang lain.
Dengan demikian jihad ketika itu wajib atas budak dan atas orang yang tidak mempunyai biaya jika memungkinkan baginya untuk berjihad.
Ilmu Islam ke-14: Memahami Kewajiban-Kewajiban dan Adab-Adab Pribadi
Ilmu Islam perihal kewajiban-kewajiban dan adab pribadi juga menjadi ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap muslim. Ilmu-ilmu tersebut antara lain:
- Hukum berbakti kepada kedua orang tua meskipun keduanya kafir, dan menaati keduanya selain maksiat. Sesungguhnya Allah telah menyejajarkan antara tauhid kepada Allah ‘azza wajalla dan menaati kedua orang tua pada banyak ayat. Seperti firman Allah ‘azza wajalla,“Sembahlah Allah dan janganlah kamu menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (QS. An-Nisa’: 36)
- Dan ayat-ayat semacam itu, dan berbakti kepada kedua orang tua ini ditambah dengan menyambung silaturahmi.
- Selain itu, seorang laki-laki harus memelihara keluarga dan orang-orang yang menjadi tanggungannya, dia wajib memberi mereka nafkah, mengajari mereka tentang berbagai permasalahan diin, dan membawa mereka untuk taat kepada Allah ‘azza wajalla.
- Menjaga hak-hak tetangga, ini termasuk kewajiban.
- Memuliakan tamu.
- Memahami hak muslim atas muslim yang lainnya dan melaksanakannya, khususnya pada hal-hal yang wajib, seperti menjawab salam, menjenguk orang sakit, mengiringi jenazah, membantu orang yang kesulitan, dan memberi nasehat.
- Wajib menaati para pemimpin kaum muslimin—yang berhukum dengan syariat Allah—pada hal-hal yang tidak maksiat, memuliakan mereka, memuliakan para ulama, dan orang-orang yang memiliki kebaikan dan keutamaan.
- Wajib meminta izin, menundukkan pandangan dan menjaga pendengaran dari hal-hal yang diharamkan.
- Wajib makan makanan yang halal dan menjaga diri dari makanan yang haram.
- Wajib jujur, amanah, menepati janji dan kesepakatan.
- Amar makruf nahi munkar, khususnya jika telah wajib,
- Wanita wajib memakai hijab syar’i dan niqab yang menutupi wajahnya dan menutupi diri dari orang-orang yang bukan mahramnya.
- Wanita wajib menaati suami selama bukan maksiat serta menjaga hak-haknya.
Ini semua adalah kewajiban dan disunahkan untuk memahami adab-adab syar’i yang lainnya seperti adab makan, adab berteman, dan bergaul dengan orang lain, zikir-zikir yang disunahkan, serta akhlak-akhlak yang mulia.
Ilmu Islam ke-15: Memahami Hal-Hal yang diharamkan
Setiap muslim wajib memahami hal-hal yang diharamkan oleh Allah ‘azza wajalla yang pelakunya diancam dengan hukuman, di antaranya adalah:
- Kemaksiatan-kemaksiatan hati; kufur dengan hati, meskipun tidak ditampakkan dengan perkataan atau perbuatan. Inilah yang disebut dengan nifaq akbar. Seperti meyakini adanya sekutu-sekutu bagi Allah ‘azza wajalla, mengingkari hari kebangkitan, membenci diin dan hukum-hukum syar’i, dan mencintai kekafiran orang-orang kafir.Contoh lain, sombong, riya’, cinta dan senang dengan kemaksiatan, mencintai orang-orang zalim dan orang fasik, berburuk sangka, keras hati sehingga menghalangi untuk berbuat baik, dan marah yang tercela.
- Dosa-dosa besar yang bersifat haddiyah (yang mengharuskan pelaksanaan hukum hudud di dunia) seperti murtad (baik dengan perkataan atau perbuatan atau keyakinan yang ditetapkan dengan hukum syar’i atas kafirnya orang yang melakukannya), membunuh orang yang Allah ‘azza wajalla haramkan kecuali dengan haq, zina, menuduh orang lain berzina (qadzaf), mencuri, minum khamr, merampok di tengah jalan.
- Kemaksiatan-kemaksiatan lisan; dusta, ghibah, adu domba, kesaksian palsu, mencela, melaknat, mengolok-olok, meremehkan, menghina muslim, memaki sesama muslim, meratapi orang mati.
- Kemaksiatan-kemaksiatan mata; melihat wanita bukan mahram dan amrad, melihat kemungkaran pada pertunjukan-pertunjukan, tempat hiburan, bioskop, televisi, dan lain-lain, melihat orang-orang zalim dan tempat-tempat kezaliman.
- Kemaksiatan-kemaksiatan telinga; mendengar musik, hal-hal yang melalaikan, dan perkataan yang kotor, dan memata-matai.
- Kemaksiatan-kemaksiatan kemaluan; zina, liwath, sihaaq (lesbi), onani, meninggalkan khitan bagi laki-laki.
- Makanan-makanan dan minuman yang diharamkan; bangkai, darah, daging babi, khamr, rokok, daging keledai jinak, binatang buas, burung-burung yang berkuku tajam. Laki-laki dan perempuan haram minum dari bejana yang terbuat dari emas dan perak.
- Harta-harta yang diharamkan; harta hasil curian, rampasan, riba, suap, judi, memakan dan merampas hak orang lain, makan harta anak yatim, mengkhianati amanah, curang dalam jual beli, menimbun barang secara berlebihan, pelit dalam berinfak, menginfakkan harta untuk hal-hal yang diharamkan, jual beli komoditi yang haram.
Setiap harta yang didapat dari usaha yang haram maka haram untuk dimakan, dan orang-orang yang makan harta haram itu.
إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَىٰ ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا ۖ وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).” (QS. An-Nisa’: 10)
Harta yang diambil dari orang-orang kaya untuk dibagikan kepada orang miskin dengan alasan sosialisme, keadilan sosial, baik yang berupa tanah perkebunan atau bangunan atau perabot rumah tangga atau uang, itu semua haram dan sama saja dengan merampas (ghasab) dan tidak halal meskipun telah lama.
Dan setiap orang yang memegang harta haram ia wajib bertobat, di antara syarat tobatnya adalah mengembalikan harta tersebut kepada yang berhak.
Jika tidak memungkinkan atau tidak ada pemiliknya (seperti upah dari pekerjaan haram) maka jalan untuk menyelamatkan diri adalah dengan menyedekahkannya. Inilah solusinya sebagaimana yang disebutkan oleh syaikh Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim rahimahumallah.
Selain beberapa hal yang diharamkan di atas, masih banyak lagi berbagai bentuk hal-hal yang haram yang wajib diketahui ilmunya oleh setiap muslim seperti kemaksiatan-kemaksiatan dalam pergaulan dengan sesama manusia, kemaksiatan pada jenazah dan kuburan, kemaksiatan tentang perdukunan dan sihir, kemaksiatan dalam hal gambar menggambar, kemaksiatan dalam berhukum dan bernegara, dan lain sebagainya.
Ini semua adalah kemaksiatan-kemaksiatan terpenting yang wajib dipelajari ilmunya oleh setiap muslim secara umum.
Ilmu Islam ke-16: Mengerti akan Wajibnya Taubat
Setiap muslim wajib mengetahui tentang wajibnya bertobat dari kemaksiatan. Berdasarkan firman Allah ‘azza wajalla,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَىٰ رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ
“Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (tobat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabb-mu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.” (QS. At-Tahrim: 8)
Juga firman Allah ‘azza wajalla,
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. An-Nuur: 31)
Juga firman Allah ‘azza wajalla,
وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ
“Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertobat kepada-Nya.” (QS. Hud: 3)
Juga firman Allah ‘azza wajalla,
وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Hujurat: 11)
Itu beberapa dalil wajibnya bertobat. Syaikh as-Safaraini al-Hanbali berkata,
“Ini termasuk apa yang disepakati oleh para ulama, sesungguhnya mereka bersepakat bahwa bertobat dari segala dosa itu wajib diakukan dengan segera, dan tidak boleh diundur-undur baik itu dosa besar ataupun dosa kecil. Dan sesungguhnya tobat itu termasuk ajaran Islam yang penting dan termasuk fondasi yang kuat.” (Lawami’ul Anwar al-Bahiyah, 1/372)
Ilmu Islam tentang tobat yang wajib dipelajari oleh setiap muslim antara lain pengetahuan tentang syarat-syarat taubat nasuha, cara tobat yang benar, dan sebagainya.
*****
16 ilmu Islam di atas adalah point-point penting ilmu Islam yang wajib dipelajari oleh setiap muslim. Ilmu-ilmu Islam tersebut berkisar seputar ilmu-ilmu tentang rukun iman, makna tauhid, makna syirik, dan makna kufur. Itulah pokok-pokok ilmu Islam yang sangat memengaruhi keabsahan keislaman seseorang.
Selain itu, setiap muslim juga wajib mempelajari ilmu-ilmu Islam tentang thaharah, shalat, zakat, shaum, Haji, dan jihad agar supaya ibadah-ibadah yang dilakukan itu sah.
Meski demikian, tidak ada kewajiban bagi setiap muslim untuk mengetahui dalil-dalilnya secara terperinci untuk segala permasalahan yang disebutkan di atas. Setiap muslim cukup mengetahui bahwa hukum-hukum tersebut adalah berdasar ketentuan Allah ‘azza wajalla semata meskipun dia tidak mengetahui dalilnya secara detail.
Wajib bagi setiap muslim untuk mempelajari ilmu-ilmu lalu kemudian mengajarkannya kepada anggota keluarga, anak-anak, dan siapa pun yang berada di bawah tanggung jawabnya.
Para ulama dan orang-orang yang memiliki kemampuan wajib untuk mempelajari ilmu-ilmu Islam tersebut lalu mengajarkannya kepada masyarakat secara umum.
Para pemimpin kaum muslimin wajib untuk mengarahkan rakyatnya untuk mempelajari ilmu-ilmu Islam yang pokok tersebut dan mewajibkan mereka untuk mempelajarinya. Wallahu a’lam [Shodiq/dakwah.id]